Siang itu saat jam makan siang, Ken menjemput Karina di butiknya. Kini keduanya sudah sampai di mall pusat kota terbesar di ibukota. Meski mereka tak bergandengan tangan di depan umum. Banyak orang-orang melihat keduanya dengan tatapan iri, kagum dan terpesona. Ken yang tampan dan Karina yang cantik dan anggun. Apalagi dengan gamisnya yang anggun membuat semua pria menatapnya kagum.
Ken masuk ke toko perhiasan untuk melamar Karina nanti. Karina ragu untuk masuk ke dalam toko tersebut karena merupakan merk terkenal dengan harga yang dibanderol tidak murah. Karina ragu dan meminta Ken untuk pergi ke toko lainnya saja. Akan membuang uang banyak jika membeli barang bermerek. Baginya murahan saja tidak apa asal dibeli dengan ketulusan dan keikhlasan.
"Disini terlalu mahal mas." Ucap Karina merasa tak enak hati.
"Tak apa sayang, masuklah!" Bujuk Ken menarik jemari tangan Karina. Wajah Karina sendiri memerah mendengar panggilan sayang dari bibir Ken. Dia pun hanya bisa menurut.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" Tanya salah seorang pegawai di toko perhiasan tersebut.
"Saya mau beli perhiasan untuk seserahan lamaran mbak." Ucap Ken tersenyum.
"Mari ikut saya tuan!" Ajak pegawai itu membawa tempat dima a seserahan biasa dibeli para pelanggannya.
Ken dan Karina mengikuti langkah pegawai perempuan itu. Pegawai itu langsung mengeluarkan beberapa set perhiasan yang sedang terkenal saat ini. Mulai dari harga mahal sampai yang paling mahal. Pegawai itu menjelaskan satu persatu tentang perhiasan itu mulai dari kualitas dan kuantitas barang tersebut. Seketika membuat Karina bergidik ngeri mendengar harganya yang fantastis.
"Mas, kita beli di tempat lain saja ya, ini mahal-mahal." Bujuk Karina menatap Ken penuh harap.
"Maksud kamu apa sayang, untuk kamu yang istimewa di hati aku, gak ada istilah mahal sayang. Aku juga gak akan bankrut meski aku membeli semuanya. Bisnisku sedang berkembang. Kamu gak perlu cemas." Bujuk Ken balik memegang kedua pundak Karina.
"Tapi mas...itu...itu terlalu berlebihan." Ucap Karina ragu.
"Percaya pada mas. Itu bukti rasa cinta mas padamu. Jadi jangan cemaskan soal uang. Oke?" Ucap Ken lagi membuat Karina terdiam.
"Tapi mas..."
"Ayo, kamu mau pilih yang mana?' Potong Ken cepat membuat pegawai itu tersipu malu mendengar bujukan calon mempelai pria.
Karina memutuskan untuk memilih perhiasan yang paling murah. Namun Ken tidak setuju dan memutuskan untuk memilih yang terlihat cocok untuk calon istrinya.
"Mas, toh juga percuma tak terlihat jika kupakai." Bujuk Karina lagi saat melakukan pembayaran.
"Perhiasan bukan untuk dipamerkan saja sayang, mas memberikan itu padamu sebagai salah satu wujud perasaanku padanya. Bisa kamu tabung untuk keperluan mendadak nanti mungkin?" Jawab Ken.
"Makasih mas." Jawab Karina akhirnya meski masih tidak rela calon suaminya merogoh koceknya terlalu dalam. Mending ditabung untuk hari tua mereka nanti setelah menikah.
"Ayo kita beli keperluan lainnya!" Ajak Ken sambil menerima kartu debitnya.
"Ayo mas!"
Keduanya masuk ke dalam toko pakaian branded namun Karina langsung menariknya ke tempat lain. Pikirnya mending beli di butiknya sendiri bisa menambah pemasukan.
"Kamu ya, tahu bagaimana cara mencari kesempatan di dalam kesempitan." Ucap Ken saat mendengar alasan Karina menolak untuk membeli pakaian untuk seserahan.
"Kan sayang mas beli di tempat lain. Mending ke butikku. Bisa nambah penghasilan karyawanku sendiri." Karina tersenyum penuh arti.
"Dasar."
Hingga hampir dua jam mereka memborong beberapa keperluan seserahan yang sudah sekalian dibungkus rapi berupa parcel lamaran. Karena dirasa cukup, mereka memutuskan untuk makan siang karena sudah merasa lapar. Membeli seserahan untuk lamaran ternyata membuang waktu. Mereka memutuskan untuk makan di cafe mall tersebut.
"Mau pesan apa kamu mas?" Tanya Karina melihat daftar menu.
"Samain aja sama kamu. Aku bisa makan apa saja." Jawab Ken melihat ponselnya berdering.
"Oke."
"Aku jawab telpon dulu ya?" Pamit Ken yang hanya diangguki Karina sambil Ken menjauh dari tempat duduk Karina dengan alasan tempatnya berisik padahal pengunjung hanya beberapa.
Karina hanya mengedikkan kedua bahunya acuh dan mulai memesan makanan.
Hingga Karina lama menunggu Ken menghampirinya dengan tergesa-gesa.
"Mas ke kantor dulu ya sayang, ada yang gawat." Pamit Ken sambil mengambil jas yang disampirkan di kursi cafe.
"Ada apa mas?" Tanya Karina ikut panik.
"Gak terlalu penting, tapi aku harus kesana. Maaf ya aku akan minta Johan menjemputmu. Maaf ya sekali lagi." Pamit Ken dengan wajah cemas dan panik terutama rasa bersalah menatap Karina.
"Iya mas hati-hati." Jawab Karina menatap Ken sedikit kecewa.
"Lalu siapa yang akan makan makanan mas Ken nanti?" Guman Karina terdiam, menghela nafas panjang.
***
"Ada apa?" Tanya Ken saat tiba di rumah sakit.
"Putriku tiba-tiba drop pak, dia butuh dirawat intensif." Jawab Celine terlihat cemas.
Setelah dua hari lalu pulang dari rumah sakit karena tidak terlalu parah, dokter mengizinkan untuk pulang. Namun baru beberapa hari putri Celine mengalami drop untuk segera dibawa ke rumah sakit.
"Memangnya sakit apa dia?" Tanya Ken dengan cemas dan panik merasa kasihan.
"Dia..."
"Keluarga pasien?" Seru dokter saat keluar dari ruang UGD.
"Saya ibunya dok." Celine langsung menghampiri dokter tanpa menjawab pertanyaan Ken.
"Putri anda sudah sampai stadium tiga, dia harus segera mendapatkan donor untuknya agar bisa segera sembuh. Untung saja putri anda kuat, kalau tidak dia tidak mungkin bertahan sampai hari ini." Jelas dokter membuat Celine menangis sesenggukan mendengar penjelasan dokter.
"Untuk saat ini dia masih baik-baik saja, akan lebih baik jika segera mendapat donor. Jadi..."
"Memang anak itu sakit apa dok?" Tanya Ken penasaran mendengar penjelasan dokter. Dia langsung ucapan dokter karena melihat Celine hanya bisa menangis.
"Anak itu menderita kanker darah, akan lebih baik jika segera mendapat donor sumsum tulang darah dari keluarganya yang cocok." Jawab dokter itu.
"Untuk saat ini dia masih baik-baik saja namun sewaktu-waktu dia bisa semakin kritis bisa saja berakibat fatal. Biarkan dia beristirahat sejenak." Saran dokter itu meninggalkan keduanya.
"Sejak kapan dia sakit?" Tanya Ken menatap Celine penuh arti.
"Sejak lahir dia memang sudah memiliki kelainan pak. Jadi..."
"Dimana ayahnya?" Potong Ken.
"Ayahnya...dia..."
Belum selesai Celine menjawab ada panggilan di ponsel Ken dan langsung disambarnya karena dari kantor, memang seharusnya tadi dia meeting dengan kleinnya dari luar negeri. Untung saja ada asistennya yang bisa dipercaya namun panggilan kali ini membuat kening Ken berkerut.
"Ya?"
"..."
"Kenapa?"
"..."
"Baiklah, tunggu sebentar, aku akan segera kesana!" Jawab Ken menutup ponselnya.
"Maaf ada pekerjaan penting aku harus pergi. Semoga putrimu baik-baik saja." Pamit Ken langsung pergi meninggalkan Celine sendiri tanpa menunggu jawaban dari Celine. Celine hanya mampu menatap Ken dengan tatapan penuh arti.
.
.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2022-11-04
0