Johan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang karena cafe yang ditujunya tidak jauh dari tempatnya. Meski merasakan kekecewaan karena terlambat menjemput calon kakak iparnya.
"Eh, sadar Johan, kenapa kau harus kecewa. Memang dia siapa?" Guman Johan pada dirinya sendiri.
Johan melirik spion mobilnya melihat belakang mobilnya karena dia akan menyeberang. Cafe yang ditujunya sudah terlihat di depan matanya. Namun matanya memicing saat melihat taksi berhenti agak lama di depan cafe. Dengan seorang wanita dan seorang pria yang menarik pergelangan tangan si wanita dengan muka marah dan wajah yang terlihat memerah.
"Ups.. pertengkaran sepasang kekasih ya?" Guman Johan tertawa melihat pertengkaran yang sengaja terjadi di tempat umum.
"Seharusnya mereka tak menunjukkan di depan umum seperti itu. Memalukan." Guman Johan lagi membelokkan mobilnya ke arah parkiran cafe yang dikunjunginya.
"Dasar, orang jaman sekarang tak tahu malu. Masa pertengkaran harus terjadi di depan umum. Dan diperlihatkan banyak orang sih. Di rumah sana!" Guman Johan berkali-kali menghujat.
Banyak orang semakin berkumpul di depan pasangan kekasih itu membuat Johan penasaran tentang hal itu. Dia pun mendekati kerumunan mencoba mencari tahu sebelum dia masuk ke dalam cafe menemui teman-temannya.
"Lepaskan...!" Seru wanita yang tidak asing suaranya terdengar di telinga Johan membuat semakin penasaran dan mendekati lebih dekat lagi.
"Anda tidak bisa begini mbak, seharusnya anda langsung segera memutuskannya tidak lari seperti ini." Jawab pria itu tak kalah serunya.
Mata Johan membelalak saat mengenal siapa wanita yang terlibat seperti pertengkaran sepasang kekasih itu. Tanpa banyak basa-basi Johan langsung menarik pergelangan tangan pria asing itu yang dengan beraninya mencekal erat pergelangan tangan calon kakak iparnya itu.
"Sebaiknya anda memperlakukan seorang wanita dengan baik." Ucap Johan menatap tajam dan dingin pada pria asing yang sedang mengerang kesakitan karena pelintirannya.
Enak saja kau main-main pegang tangan calon kakak iparku. Aku saja yang calon adiknya belum pernah berjabat tangan apalagi kau yang memperlakukan kasar calon kakak iparku. Batin Johan menatap pria itu kesal dengan tatapan membunuh. Dia tak rela melihat calon kakak iparnya yang begitu lembut dan lemah diperlakukan kasar oleh pria yang tak dia kenal.
"Si.. siapa kamu?" Seru pria itu menatap Johan marah. Tangannya yang bebas segera diayunkan untuk memukul Johan namun langsung ditangkap Johan dan ikut dipelintir ke belakang dengan tangannya yang lain.
"Awww... " Jerit pria itu kesakitan.
"Hentikan dek! Cukup!" Ucap Karina melihat pria asing itu kesakitan menatap Johan penuh harap.
"Pria kasar seperti dia harus diberi pelajaran mbak. Mbak gak apa kan?" Tanya Johan cemas masih menahan kedua tangan pria itu ke belakang tubuhnya. Satpam cafe langsung menghampiri kerumunan itu dan menggantikan Johan mencekal kedua tangan pria itu.
"Mbak yakin baik-baik saja? Kalau perlu saya akan menuntutnya ke polisi." Tanya Johan dengan tatapan cemas.
"Gak usah dek, gak apa. Mbak baik-baik saja kok." Jawab Karina sambil mengusap pergelangan tangannya yang dicengkeram tadi terlihat memerah.
"Ini tidak baik-baik saja mbak. Lihatlah memerah kan, aku harus memberinya pelajaran lagi." Johan hendak menghampiri pos satpam tempat pria tadi di tahan.
"Jangan dek! Mbak gak apa sungguh. Kita selesaikan dengan damai saja. Sungguh mbak tidak apa-apa." Pinta Karina memohon pada Johan menatapnya penuh harap. Mata Johan yang sudah dipenuhi amarah jadi menguap melihat tatapan Karina yang teduh penuh harap.
"Kita obati nanti mbak." Ucap Johan tak mau dibantah.
Johan menghampiri pos satpam setelah mengantar Karina di tempat aman duduk di kursi cafe di teras cafe. Dia meminta seorang pelayan untuk menemaninya. Dia sebenarnya tak rela harus selesai dengan damai mengingat perlakuan kasar pria tadi. Bahkan membuatnya sangat kesal dan marah.
***
Kini keduanya sudah duduk di dalam mobil milik Johan. Dia memaksa Karina untuk diantarnya pulang. Karina meremas kedua tangannya merasa bersalah. Karina pun memilih diam tak bicara apapun.
Johan menghentikan mobilnya di depan apotik tak jauh dari cafe untuk membeli obat. Karina hanya diam tak menolak ataupun mengatakan sesuatu. Dia tadi merasa takut dan bersalah bertemu dengan seseorang di malam hari, sendirian lagi. Seharusnya dia mengikuti perintah calon adik iparnya itu untuk bertemu supplier siang atau sore saja. Malam-malam tidak aman untuk dirinya pergi sendiri.
Karina berusaha menyangkal semua itu karena mengira supplier yang ditemuinya seorang wanita. Tentu saja tidak seberbahaya tadi mestinya. Namun semua sudah terlanjur. Dia juga merasa bersalah karena menolak untuk diantar calon adik iparnya. Meski dalam hati kecilnya berharap calon adik iparnya datang tepat waktu untuk mengantarkannya tadi.
Bahkan dia sudah berusaha menghubungi Ken untuk mengantarkannya. Meski dia tak tahu apa Ken sudah pulang dari luar kota atau belum. Namun lagi-lagi ponsel calon suaminya mati tidak bisa dihubungi. Hingga terpaksa dirinya berangkat sendiri naik taksi online. Meski firasat buruk terus menghampirinya. Dan kedatangan calon adik iparnya datang tepat waktu kalau tidak entah apa yang akan terjadi dengannya.
Cklek
Pintu mobil terbuka membuat lamunan Karina buyar seketika.
"Ulurkan tangan mbak!" Titah Johan mengulurkan telapak tangannya bersiap menerima uluran tangan Karina.
"Gak usah dek, biar mbak sendiri. Mbak nanti obati di kost an." Tolak Karina halus.
"Mbak itu menurut kenapa sih? Aku gak akan macam-macam mbak," hanya satu macam saja mungkin. Dalam hati Johan tentu saja kalimat terakhirnya.
"Gak usah dek, kita bukan muhrim, gak baik seperti ini. Antarkan mbak pulang saja ya!" Pinta Karina masih mempertahankan dirinya.
"Mbak, saya dokter sekarang, bukan adek mbak, jadi masih ada alasan lain lagi?" Ucap Johan memukul telak ucapan Karina sekarang. Karina menatap Johan ragu.
"Tapi?"
"Huff.. atau kita ke rumah sakit saja?" Ucap Johan lagi memberikan pilihan.
"Ti..tidak usah. Baiklah.." Karina pun memilih mengulurkan pergelangan tangan yang dicekal tadi dengan hati-hati dan ragu.
"Ck...ck...ck...pria itu memang tidak seharusnya diajak damai ya?" Ucap Johan dengan amarah tertahan melihat sangat memerah di pergelangan tangannya sangat kontras sekali dengan kulit putih Karina.
"Mbak obati sendiri saja!" Karina yang buru-buru menarik tangannya langsung ditahan Johan dan memaksa untuk mengobati pergelangan tangan yang mulus putih itu karena memerah berbekas cekalan tangan pria tadi.
Karina menatap wajah Johan yang sangat dekat dengannya itu. Bau nafas maskulin masuk ke pori-pori kulit Karina tanpa sengaja. Entah kenapa dada Karina berdetak lebih kencang seperti biasanya. Dia pun segera mengalihkan pandangannya ke arah lain menepis pikiran kotornya.
Dia calon adik iparmu Karin. Jangan macam-macam! Batin Karina.
"Sebaiknya jangan digunakan untuk bekerja dulu. Mbak sebaiknya istirahat!" Saran Johan setelah selesai mengoleskan salep itu di kulit Karina. Karina sontak menarik pergelangan tangannya begitu Johan selesai mengobati. Dan entah kenapa hati Johan merasa kosong melihat reaksi Karina secepat kilat menjauhkan tangannya.
Padahal aku ingin memegangnya lebih lama. Batin Johan menatap tangannya yang habis memegang pergelangan tangan Karina.
.
.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
Fahri Rahman Pamuji
BKN muhrim tp pacaran SM ken
2023-04-01
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-11-04
0