Ken mengikuti pria paruh baya itu yang menjelaskan detail tentang proyek yang dikerjakannya saat ini. Dia berkeliling mengunjungi lokasi proyek dan mengangguk-angguk paham dengan penjelasan detail pria itu. Pria itu pun terlihat bangga melihat bosnya terlihat puas dengan hasil kinerjanya.
"Maaf tuan." Sela seseorang yang tiba-tiba muncul, dia adalah sopir Ken.
"Ya?" Semua orang yang mengikuti Ken menoleh pada pria itu.
"Ada seseorang yang mencari anda."
"Siapa?" Ken tampak mengernyit.
"Seorang wanita, dia bilang dia sekretaris baru tuan yang dikirim mbak Dewi." Jelas pria itu.
Ken hanya mengangguk dan pamit pada semua orang dan menyuruh mereka istirahat karena memang tepat jam makan siang.
***
"Maaf pak, saya terlambat karena harus mencari alamat proyeknya." Ucap wanita itu membungkukkan badan merasa bersalah. Dada Ken terasa berdenyut mendengar suara familiar di telinganya.
"Tak apa." Ken duduk di kursi kebesarannya tempat kantor cabang itu dibuka. Ken berusaha menepis perasaannya, dia hanya menenangkan dirinya kalau yang dalam pikirannya itu sudah mati sejak lama.
"Terima kasih pak. Dan ini..."
Bruk
Berkas-berkas yang dibawa wanita itu jatuh berhamburan ke bawah saat dirinya mendongak mendapati pria yang tidak asing di matanya.
"Ken." Bisik wanita itu lirih yang membuat Ken juga ikut terkejut dengan mendapati wanita di depannya itu seperti orang mati yang hidup kembali.
"Celine." Bisik Ken dengan wajah yang pucat pasi menatap wanita yang dipanggilnya Celine itu.
"Sa...saya..."
"Mau kemana?" Tanya Ken lembut yang langsung bergegas mendekati Celine yang seperti hendak kabur darinya.
"A.. aku..."
"Kau sudah mati, kenapa kau ada disini. Tidak cukupkah kau mengkhianatiku dulu!" Seru Ken menahan amarahnya.
"I..itu...a...aku..."
"Kenapa?" Keduanya saling menatap dengan tatapan menahan kerinduan, kesedihan dan kekecewaan yang dalam.
Tok tok tok
Suara ketukan menginterupsi keduanya. Ken sontak melepas cekalan tangannya. Dia tak mau semua orang salah paham dengan apa yang terjadi.
"Masuk!" Titah Ken dan Celine otomatis langsung pergi meninggalkan ruangan Ken.
***
Karina sibuk mengurus butik sederhana pemberian calon suaminya. Karina tersenyum bahagia sambil menata pakaian. Dia juga meneliti keluar masuk barang-barang dengan keahliannya sendiri. Dia sungguh bersyukur dengan hadiah pernikahan dari calon suaminya. Dia tak mengira akan mendapat hadiah yang lebih dari cukup itu.
"Ini pembukuan beberapa bulan lalu buk." Ucap seorang karyawan menyerahkan sebuah buku besar di mejanya. Sementara belum punya kantor tersendiri, Karina mengerjakan semuanya di meja kasir sekaligus sebagai kasir.
"Terima kasih." Jawab Karina ramah.
Karina pun melanjutkan pekerjaannya. Sesekali dia mengernyit namun segera kembali lega. Semua karyawan sangat menghormati Karina sebagai pemilik butik itu.
"Selamat datang. Ada yang bisa kami bantu mbak?" Sapa salah seorang karyawan Karina yang kebetulan sedang senggang. Sedang karyawan lain sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Sayang, aku mau beli itu dong?" Ucap gadis yang baru masuk itu dengan pacarnya mungkin karena mereka terlihat mesra. Karina masih terus sibuk dengan pekerjaannya hingga tak sadar dengan para pelanggan.
"Tentu." Jawab pria yang datang dengan gadis tadi. Gadis itu pun tersenyum langsung mengikuti langkah karyawan butik yang menyapanya tadi.
"Sebentar sayang." Pria itu pamit karena ponselnya berdering. Dia memilih untuk menyingkir ke tempat agak sepi.
Namun pandangan matanya berhenti saat melihat seseorang yang terasa familiar. Dia mendekati meja kasir dan melupakan deringan ponselnya yang ternyata sudah mati.
"Mbak Karin." Sapa pria itu membuat Karina sontak mendongak menatap orang yang ada di depannya yang suaranya sangat dikenalnya.
"Dek... kamu disini?" Sapa balik Karina tersenyum ramah.
"Iya mbak nganter pacar. Katanya pakaian disini terkenal bagus." Puji Johan tersenyum ramah menatap Karina kagum, mungkin? Entah kenapa dada Johan berdesir melihat senyum calon kakak iparnya meski seharusnya itu tidak boleh dirasakannya.
Dia calon istri kakakmu Johan, kau ini apa-apaan? Kau berdebar tidak pada tempatnya. Batin Johan.
Dia tak merasakan perasaan seperti ini pada Rani. Memang niat hati Johan untuk menetralisir debarannya saat bertemu dengan calon kakak ipar. Johan berusaha berpikir positif kalau perasaan debarnya semata-mata hanya kagum semata dengan kepribadian calon kakak iparnya itu.
Dengan Rani pun juga dia memang tak mencintainya. Dia menerima asal pernyataan cinta gadis itu karena tidak betah menjomblo lama-lama.
"Udah dapat belum?" Tanya Karina menutup bukunya karena ingin menghargai kedatangan pelanggan sekaligus calon adik iparnya.
"Masih milih mbak."
"Mas!" Seru seseorang di kejauhan yang ternyata Rani kekasih Johan.
"Sebentar mbak!" Johan pun pamit, deringan ponselnya tidak berbunyi lagi, mungkin memang tidak penting menurutnya.
"Iya dek." Karina melirik layar ponselnya yang sejak tadi tak berdering sama sekali.
Dia memang menunggu pesan dari seseorang yang dirindukannya. Setelah kemarin memberi kabar tentang Ken yang sudah sampai dengan selamat. Pagi ini hingga sore seperti ini, Ken belum menghubunginya sama sekali. Karina mencoba berpikir positif mungkin Ken sedang sibuk dengan pekerjaan proyek barunya. Karina sebenarnya tidak sabar mendapat kabar Ken namun dia berusaha menyibukkan dirinya mengurus pembukaan butiknya.
Entah kenapa perasaannya mengatakan firasat tidak enak. Namun dia tak tahu apa itu. Karina hanya terus ber-istigfar mencoba menghilangkan perasaan buruknya namun sepertinya tidak membuat gelisahnya tidak kunjung reda.
Hingga seorang karyawan membuyarkannya karena ada pelanggan yang hendak membayar belanjaannya.
.
.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bbersyukur
2022-11-04
0