Dua hari sebelum pernikahan, Ken menghilang bak ditelan bumi. Dia tidak didapati dimanapun. Terakhir kali mereka bertemu saat memesan undangan pernikahan mereka. Namun Karina berusaha tenang, dia berpikir positif mungkin saja calon suaminya itu sedang menyelesaikan pekerjaannya untuk mempersiapkan agar pernikahan mereka nanti tidak diganggu oleh pekerjaannya.
Itulah yang dikatakan Johan demi meredam rasa penasaran calon kakak iparnya. Meski dia juga tidak tahu pasti dimana keberadaan kakaknya itu. Terakhir kali kakaknya menghubunginya tiga hari lalu mengatakan untuk menjaga sebentar calon istrinya karena ada sesuatu yang harus dia selesaikan.
Johan yang ingin bertanya banyak hal langsung urung mendengar ucapan kakaknya dan tanpa menunggu jawabannya langsung mematikan ponselnya. Saat kembali menghubungi kakaknya, ponselnya mati membuat Johan berdecak kesal dengan kelakuan kakaknya.
"Mbak mau diantar kemana lagi?" Tanya Johan pada Karina saat mereka sedang membeli kebutuhan pernikahan mereka. Sudah tiga hari ini Johan lah yang mengantarkannya kemanapun yang dia mau. Walau bagaimanapun dia sudah berkali-kali menolak kebaikan calon adik iparnya itu.
Bahkan calon ibu mertuanya tanpa masa bodoh dengan persiapan pernikahan meski sudah diserahkan pada pihak WO.
"Kurasa semua sudah cukup, kita pulang saja." Jawab Karina memaksakan senyumnya meski Johan tahu kalau gadis di hadapannya itu tidak sedang baik-baik saja yang ditutupi dengan senyum terpaksanya.
"Mbak yakin sudah cukup semua yang dibutuhkan?" Tanya Johan memastikan.
"Iya sudah." Karina memilih segera masuk ke dalam mobil demi menghindari tatapan kasihan dari calon adik iparnya.
Mobil pun akhirnya melaju menuju rumah panti asuhan yang kini sudah ditinggali calon kakak iparnya dua minggu lalu. Karena pernikahan tak mungkin dilakukan di tempat kost Karina. Dan Karina pun mengikuti saran ibu panti yang akan menjadi wali orang tuanya nanti.
"Mbak masuk saja, aku akan membawa semua barang-barangnya." Cegah Johan saat melihat Karina hendak membuka pintu bagasi. Karena tak mau berdebat, Karina hanya mengangguk mengiyakan ucapan Johan.
Karina langsung masuk ke dalam kamarnya setelah memberi salam pada ibu panti yang menyambut mereka. Bahkan Karina terlihat kelelahan.
"Saya langsung pamit saja bu." Pamit Johan setelah mengangkat semua barang-barang belanjaan dari bagasinya tadi.
"Maafkan nak Karin yang merepotkanmu ya, mungkin dia lelah." Jawab ibu panti dengan raut wajah bersalah menatap Johan.
"Gak apa bu, bagaimana pun juga saya lebih merasa bersalah karena kakak saya dengan seenaknya malah sibuk mengurus pekerjaannya padahal hendak menikah." Jawab Johan dengan wajah rasa bersalah.
"Terima kasih nak sekali lagi. Kami memakhluminya." Johan pun akhirnya undur diri pamit dari rumah panti setelah memastikan apa yang dibeli tadi sudah tidak ada yang ketinggalan di bagasi mobilnya.
***
Tok tok tok
"Ya Bu." Jawab Karina lemah masih berbaring di ranjang setelah Johan pergi.
Cklek
Ibu panti muncul di kamar Karina. Dia menatap Karina cemas karena wajah pucatnya yang terlihat kelelahan.
"Kamu baik-baik saja?" Cemas ibu panti melihat wajah pucat Karina yang terlihat lelah.
"Aku gak apa buk, mungkin karena kecapekan dan juga gugup. Bagaimana pun juga dua hari lagi aku akan menikah." Jawab Karina tersenyum lemah menatap ibu panti yang menatapnya cemas.
"Tapi wajahmu pucat nak." Ucap ibu panti cemas.
"Sungguh gak apa bu, mungkin dipakai tidur akan lebih baik." Jawab Karina sambil matanya terpejam dan dipaksakan terbuka.
"Ibu panggilkan dokter ya?" Tawar ibu panti.
"Tadi aku sudah minum obat Bu. Nanti saja, jika saat bangun tidur aku belum sembuh, aku janji akan periksa ke dokter." Jawab Karina tersenyum agar membuat ibu panti tenang.
"Baiklah kalau begitu, istirahatlah, jika butuh sesuatu kau bisa panggil ibu." Saran ibu panti membuat Karina mengangguk dan langsung tertidur pulas karena sepertinya efek obat yang diminumnya membuatnya mengantuk.
Ibu panti pun sedikit ragu meninggalkan Karina yang terlihat lemas dan pucat itu.
***
Johan mondar-mandir kesana-kemari di ruang kerjanya. Setelah meminta izin pada pemilik rumah sakit tempatnya bekerja untuk mengganti sif kerjanya menjadi sif sore. Kini Johan berada di ruang kerjanya setelah mengantar calon kakak iparnya untuk membeli keperluan pernikahan mereka.
Johan menatap ponselnya lama, sudah lebih dari lima kali dia melakukan panggilan pada kakaknya namun ponselnya selalu tidak aktif. Bahkan pesan yang dikirimkannya sejak pagi tadi yang menanyakan keberadaan kakaknya tetap tak dibalas bahkan tak dibaca. Johan kembali mengirim pesan namun tetap tak dibaca.
"Ini benar nomer ponsel kakak kok?" Guman Johan manatap berulang kali layar ponselnya yang menunjukkan nama kakaknya dan berganti room chat kakaknya yang tidak online sejak tiga hari lalu. Tepat terakhir saat kakaknya menghubunginya untuk menggantikan dirinya mempersiapkan pernikahannya. Dan kakaknya hanya mengatakan akan pulang tepat waktu sebelum pernikahannya.
Johan ingin mengumpati kakaknya itu. Johan berpikir ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada kakaknya. Namun Johan tak tahu apa itu. Dia hanya kasihan pada calon kakak iparnya yang memang terlihat baik-baik saja atau entah memang menahan perasaannya.
Calon kakak iparnya sungguh gadis yang sangat sabar mendampingi kakaknya sejak mereka kuliah. Dan tak pernah sekalipun Johan melihat mereka berdebat tentang apapun itu. Malah gadis itu terlihat lebih mengalah dan menuruti apa yang dikatakan kakaknya.
"Jangan mengecewakan aku kak karena merelakan perasaanku!" Guman Johan dengan raut wajah kesal. Dia tampak menghela nafas panjang dan berat. Berkali-kali dia mengusap wajahnya kasar.
Tok tok tok
"Masuk!" Johan sontak duduk di kursi kerjanya pura-pura mengerjakan sesuatu dan menatap berkas di depan mejanya.
"Maaf dok, operasi akan dimulai sepuluh menit lagi." Ucap seorang perawat masuk ke dalam ruangan Johan.
"Aku akan segera kesana!" Titahnya menghela nafas panjang, menghembuskan nafas sejenak mencoba melupakan masalahnya karena operasi yang akan dilakukan adalah operasi penting yang akan menentukan masa depannya. Dan dia berharap tak melakukan kesalahan karena ikut pusing memikirkan urusan kakaknya.
"Baik dok." Perawat itu undur diri meninggalkan ruangan Johan.
"Selamat malam sayang." Sapa seseorang yang tiba-tiba muncul di depan Johan saat hendak meninggalkan ruangannya.
"Rani!" Kernyit Johan heran.
"Aku merindukanmu." Ucap Rani bergelayut mesra melingkarkan lengannya di leher Johan yang hanya terdiam.
"Aku harus ke ruang operasi sekarang." Jawab Johan agak sedikit ketus. Dia sedang kalut, tak ingin ada sesuatu yang mengganggunya saat ini. Dan baru kali ini kedatangan Rani kekasihnya membuatnya malas untuk bertemu.
"Sayang, kau marah padaku?" Pertanyaan Rani membuat Johan menghentikan langkahnya dan menghela nafas panjang.
"Bukan begitu. Kau tahu aku sibuk ikut menyiapkan pernikahan kakakku. Dan aku juga tetap harus bekerja demi sumpahku sebagai seorang dokter. Jadi, kumohon... aku tak mau melampiaskan rasa lelahku dengan bersikap dingin padamu." Pinta Johan mencoba mengendalikan perasaannya.
"Maaf." Rani memeluk tubuh kekasihnya dan Johan tidak menolaknya hanya membalas pelukan itu.
.
.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus berkarya
2022-11-04
0