Bab 19

Ujian sudah semakin dekat, Aira dan Rafka sudah mengikuti bimbingan belajar di sekolah, ditambah lagi bimbingan di luar sekolah juga bersama. Bisa dibilang hampir dua puluh empat jam mereka menghabiskan waktu bersama. Jika ada yang berpikir bahwa Rafka akan bosan dengan Aira, tentu saja itu kesalahan. Rafka tidak pernah sedetik pun merasa bosan dengan gadisnya itu.

"Capek banget sih, udah bimbel bimbel, tetep aja otakku nggak nyampek Ay," kata Rafka.

"Kebanyakan main kamu Raf," balas Aira.

"Kebanyakan obat kayaknya," kata Rafka lagi.

Aira terdiam, ia meletakkan pulpen di tangannya, lalu memperhatikan wajah Rafka yang memakai topi terbalik.

"Kamu masih pakai itu?" tanya Aira dengan mimik yang serius.

Rafka memalingkan wajah. Tidak berani menatap Aira lebih dalam, ia memilih menghindar daripada harus bertatapan dengan gadisnya yang sudah memasang muka jutek.

"Susah buat berhenti Ay."

Aira mendelik, lalu melengos tidak mau menatap wajah kekasihnya. Yang Rafka lakukan hanya melipat kedua tangan, lalu lepalanya disandarkan di meja. Ia memeperhatikan kekasihnya yang saat ini memakai kaus putih, dan rambut panjangnya itu dibiarkan terurai.

Setelah dari bimbel, Rafka mengantar Aira pulang ke rumahnya.

"Aku nggak bisa janjiin akan berubah, tapi aku akan berusaha Ay, aku akan berusaha ninggalin semua kebiasaan buruk itu. Aku sayang kamu, Ay." Raka meraih tangan Aira, lalu mencium tangan itu.

"Aku masuk dulu Raf, udah malam. Kamu hati-hati pulangnya."

Rafka membiarkan Aira masuk, lalu setelahnya ia pun pulang.

...****************...

Ujian baru saja selesai. Kini beban anak-anak remaja itu mulai berkurang, dan saatnya mereka menyongsong masa depan. Ada yang sudah merencanakan kuliah, ada pula yang ingin langsung bekerja.

Beberapa di antaranya mengikuti pelatihan yang disediakan oleh sekolah, hasil kerja sama dengan Balai Latihan Kerja. Ada juga yang mempersiapkan diri untuk mengikuti tes kerja di sebuah pabrik. Sebagian besar murid sudah memiliki angan, apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

"Ay, aku mau ngomong," kata Rafka. Ia menghampiri kekasihnya yang tengah berada di kantin, usai menyelesaikan ujian terakhir mereka.

"Kenapa Raf?" tanya Aira.

Rafka menarik tangan Aira, lalu membawanya ke dekat kamar mandi perempuan, yang kebetulan tidak jauh dari kantin.

"Kamu udah dengar, nanti malam papiku sama Revan akan ke rumah kamu, buat pertunangan kamu dan Revan?"

Aira menggeleng. Ia memang tidak tahu apa-apa, karena mamanya hanya bilang kalau malam ini mereka akan menjamu tamu penting.

"Aku baru tahu ini, Raf."

"Sekarang, tergantung kamu Ay. Kalau kamu bisa nolak, aku akan terus berjuang, tapi kalau kamu nggak bisa nolak. Aku akan mundur, tapi aku harap kamu bisa nolak Revan."

Aira terdiam, semua keputusan juga dipengaruhi orang tuanya, apalagi papinya Rafka sudah mengancam kalau mereka menolak, maka perusahaan mereka bisa terancam.

"Ay, jangan diem aja." Rafka menggoyangkan pundak Aira dengan pelan.

"Aku nggak tau Raf, aku belum ngomong sama mama papa soal ini."

Rafka mengacak rambutnya frustrasi. Aira tidak memberi kepastian. Bahkan sampai mereka pulang, Aira tidak memberi kepastian apa pun.

*

*

*

Sepulang sekolah, Aira langsung bertanya pada mamanya mengenai masalah pertunangan itu.

"Ma, apa aku dan Kak Revan tetap harus dijodohkan?" tanya Putri. Gadis itu masih memakai seragam lengkap dengan tas di punggungnya, karena ia baru saja pulang sekolah.

"Sayang, maafin mama sama papa, kita nggak bisa berbuat banyak, papamu masih mengusahakannya, untuk sementara kamu terima aja ya Revan, dia juga baik kok. Bahkan lebih baik dari Rafka.

"Jadi, Mama sama Papa mau jual aku demi menyelamatkan perusahaan?" tanya Aira yang tidak bisa menyembunyikan air matanya.

"Bukan gitu, Sayang."

Aira mengabaikan mamanya, dan langsung berlari menaiki anak tangga. Ia mengunci diri di kamar, lalu menangis sendirian di kamar itu.

Beruntung karena Abi sedang tidak ada di rumah. Gadis itu mengirim pesan singkat pada Revan dan mengatakan bahwa ia menolak perjodohan ini. Aira berharap cowok tampan saudara Rafka itu akan membatalkan perjodohan mereka.

Tidak lama setelah mengirim pesan pada Revan, ponsel gadis itu berdering. Sebuah panggilan dari seseorang yang baru saja ia kirimi pesan, Revan.

"Ya. Halo." Aira menjawab panggilan dari kakak pacarnya, sekaligus laki-laki yang akan dijodohkan dengannya.

"Ra, aku minta maaf ya, aku nggak mau kalau kamu sedih Ra."

"Aku ini pacarnya Rafka, adik kamu sendiri Kak Revan. Kenapa Kakak mau dijodohin sama aku?" tanya Aira sambil terus menangis.

"Kamu sama Rafka beneran pacaran?" tanya Revan.

"Iya, aku nyaman sama dia. Aku nggak mau jalanin hubungan yang terpaksa Kak, hati aku udah memilih Rafka."

Revan hanya terdiam, tidak mampu membalas kata-kata Aira.

Dalam pikiran Aira, dia masih sangat muda, bertunangan dengan Revan akan mengubur mimpi sekaligus rasa cintanya untuk Rafka. Cowok itu masih menjadi raja di hatinya, sampai detik ini.

"Ra, kalau kamu emang nggak mau pertunangan ini terjadi, kamu bisa nggak pergi jauh untuk sementara waktu. Selama itu, aku akan berusaha bujuk papiku biar pertunangan ini batal, kamu bisa?"

"Aku harus ke mana, Kak?"

"Ke mana aja, sementara waktu. Kamu hubungi Rafka, biar dia bantu kamu."

Setelah berdiskusi cukup lama. Aira mulai mengemasi barang-barangnya. Suara panggilan dari sang mama membuat Aira harus cepat mengemasi barang-barangnya.

"Ra, kamu buruan mandi ya, mama juga mau mandi, habis itu kita ke salon."

"Iya Ma," jawab Aira setengah berteriak, ia sembari mengemasi barang-barangnya

Gadis itu berhasil melarikan diri menggunakan sprei, lalu berjingkat-jingkat setelah berhasil mendarat. Dalam sekejap, gadis itu berhasil keluar dari rumahnya.

Sambil berjalan hati-hati, ia mencoba menelepon Rafka. Sayangnya, cowok itu entah ada di mana sampai-sampai tidak menjawab telepon dari Aira.

Aira terus berjalan, naik bis kota yang entah membawanya ke mana. Sampai akhirnya, ia sampai di terminal, lalu bertemu calo yang menawarinya bis ke surabaya.

Gadis itu memeriksa dompetnya, dilihatnya dompet abu-abu itu. Uang jajan dari mamanya terkumpul lumayan, sangat jarang ia pakai. Dengan uang tersebut, ia bisa pergi ke Surabaya. Tanpa berpikir panjang lagi, gadis itu segera membeli tiket, yang kebetulan masih tersisa kursi untuknya.

"Rafka, aku pergi dulu. Aku harap kamu bisa perjuangin aku, Raf. Mama, maafkan aku, aku harus pergi, karena aku nggak mau tunangan sama Kak Revan. Aku sayang Mama," batin gadis itu.

Sementara itu, di tempat lain, Rafka baru saja selesai mengikuti rapat online, ia sangat terkejut saat mendapati banyak panggilan masuk dari Aira, tapi tidak ada satu pun pesan darinya, membuat Rafka khawatir. Saat ia menelepon balik, ponsel gadis itu sudah tidak aktif.

🦋🦋🦋🦋

Selamat malam, jangan lupa jempolnya.

Terima kasih yang sudah mampir 🥰🥰🥰

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

pa" rizal smacam preman sj; main paksa, main ngancam. pantas sj punya anak brandal, bibitnya aja rusak 😱😰😫💔

2023-03-10

0

Riska Wulandari

Riska Wulandari

aduhh bikin mewekk...nih Revan udah gede masa g bisa mutusin sih..
warga novel nih ya knp hp ada aja yg yg g aktif,,terus gunanya punya hp buat apa? kalo saat genting g bisa d hubungi?😡😡 aku aja yg emak2 hp g pernah g aktif tentu saja nonstop buat baca Novel..🤭🤭🤭🤣🤣🤣🤣

2022-03-18

0

Hana Moe

Hana Moe

kok q jadi curiga ya,,semoga kakaknya g fitnah rafka,,,

2022-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!