Bab 17

Kehadiran Aira dalam hidup Rafka benar-benar membawa pengaruh baik untuk cowok kelahiran delapan belas tahun lalu itu. Di saat kehidupannya hancur, Aira menjadi alasan kuat bagi Rafka untuk tetap berdiri menghadapi semuanya.

Ujian sekolah semakin dekat. Aira juga sudah mulai dipusingkan dengan ujian kompetensi keahlian yang mengharuskannya untuk membuat sebuah iklan.

Karena tugas akhir itu, Aira lebih sering pulang terlambat, dan Rafka dengan setia menemani kekasihnya sembari ia sendiri bekerja dengan program game online yang kini menjadi pekerjaannya. Seorang teman memberinya pekerjaan itu setelah melihat bakat dari Rafka.

"Aku capek banget, mana harus ulang terus tadi," keluh Aira sembari menghampiri kekasihnya yang masih fokus dengan laptopnya.

"Minum dulu Ay." Rafka menyodorkan botol minum yang kini hanya sisa sedikit saja. Mata Ciwok itu tidak berhenti memperhatikan layar komputer jinjing miliknya.

"Kamu sibuk banget ya Raf?" Aira duduk di samping Rafka.

"Nggak kok Ay, ini udah hampir selesai. Eh kayaknya udah gelap ya, kita pulang yuk!" ajak Rafka sembari mematikan laptopnya.

"Ra, kita pulang dulu ya," pamit teman-teman Aira yang mulai meninggalkan ruang praktek itu.

"Oke, hati-hati ya."

"Kita juga pulang Ay."

Aira mengangguk dan berjalan keluar bersama Rafka. kekasihnya. Cowok itu lalu mengeluarkan jaket dari dalam tasnya, lalu memakaikannya pada Aira sembari mereka berjalan menuju parkiran.

"Aku nggak mau kamu kedinginan, Ay."

"Makasih Raf. Kadang aku tuh berpikir, masa iya sih cowok sebaik kamu itu seperti apa yang orang-orang bilang."

"Emang apa yang orang bilang tentang aku, Ay?"

Mereka terus berbincang melewati lorong-lorong kelas yang mulai sepi. Lampu-lampu teras sudah mulai dinyalakan.

"Kata mereka, kamu pemakai, kamu juga PK," jawab Aira dengan suara lirih.

Rafka berhenti berjalan, membuat Aira juga menghentikan langkahnya. Mereka saling menatap untuk beberapa saat. Padahal parkiran motor tinggal beberapa langkah saja di depann mereka.

"Aku emang pemakai Ay, tapi urusan perempuan, aku nggak seperti itu. Aku masih perjaka, serius," ucap Rafka membela diri.

"Alah bohong."

"Beneran, aku aja nggak pernah mastur*basi, beneran Ay."

"Tapi nggak mungkin, cowok kayak kamu nggak kayak gitu, aneh!"

"Ay, kalau cewek bisa jaga keperawanannya, aku juga bisa jaga keperjakaan aku Ay. Walaupun kamu minta aku nggak akan kasih."

Aira tersenyum, lalu berjalan meninggalkan Rafka sambil menunduk. Kalimat Rafka benar-benar membuatnya malu.

"Ay, tunggu aku!" Rafka mengejar Aira yang berjalan cepat ke motor Rafka, lalu buru-buru memakai helmnya. Ia ingin menyembunyikan wajahnya dari Rafka yang menyebalkan.

"Ay, kok kamu lari sih. Aku tuh serius Ay." Rafka meraih tangan Aira yang dengan cepat ditepis gadis itu.

"Rafka, kamu nggak malu atau risih gitu bahas begituan sama cewek?" Aira membuka kaca helmnya.

"Nggaklah Ay, aku udah delapan belas tahun. Lagian aku tuh jujur beneran Ay, kalau aku nggak pernah begituan, makanya aku sering mimpiin kamu."

"Aku? Mimpi apa?"

"Sebelum ketemu kamu, aku pernah mimpi ba*sah sama kamu, makanya aku yakin banget kalau kamu jodoh aku dari pertama kita ketemu. Sekarang malah lebih sering mimpinya, Ay."

"Rafka. Udah stop!"

Rafka malah mnggelitiki pinggang Aira, menggoda gadisnya yang sudah memerah menahan malu. Semua yang dikatakan Rafka memang benar. Cowok ganteng itu memang tidak pernah melakukan hal negatif bersama perempuan, meskipun dia memang seorang berandalan.

...****************...

Seorang wanita dengan pakaian yang sangat modis datang ke kantor Papi Rizal. Wanita itu memakai cat rambut warna cokelat terang yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus dan terawat. Siapa pun wanita yang melihatnya, tidak akan percaya jika wanita itu adalah seorang ibu yang pernah melahirkan.

"Saya mau ketemu Pak Rizal. Nama saya Adelia, sudah ada janji sebelumnya dengan beliau." Wanita itu mengibaskan rambutnya ke belakang.

"Baik Nyonya, sebentar."

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya wanita itu diantarkan ke ruangan khusus direktur utama perusahaan yang bergerak di bidang jasa ekspedisi kapal laut itu.

"Kamu ngapain sih ke sini?" tanya Papi Rizal saat wanita cantik itu masuk ke ruangannya.

"Kemarin aku bertemu anak itu di sekitaran kampus, apa kamu berencana membuatnya kuliah di kampusku, Mas?" Wanita itu bertanya balik. Ia duduk di sofa lalu melipat kaki kanannya di atas kaki kiri.

"Maksud kamu Rafka? Dia bahkan minggat dari rumahku."

"Dengar ya Mas, aku nggak mau tahu gimana pun caranya anak itu nggak boleh kuliah di kampus aku, karena seluruh dunia tahu aku belum menikah apalagi memiliki anak."

"Adelia, itu masalah kamu, bukan masalah aku."

"Dia anak kamu, Mas."

"Aku sudah memberinya makan, istriku juga sudah merawat dan membesarkannya. Kamu kan ibunya."

"Udahlah Mas, seluruh dunia taunya dia anak kamu, aku ke sini cuma ingetin kamu aja jangan biarkan anak itu kuliah di kampus aku itu aja."

"Masa bodoh sama hidup kamu Adelia. Aku nggak peduli."

"Jadi kamu sengaja biar wartawan tahu kalau dia anak aku. Mas, kalau aja kamu dulu percaya sama omongan aku, dan mau kasih aku uang buat gugurin anak kamu, pasti semuanya nggak kayak gini kan? Aku tetap jadi artis tanpa takut ketemu dia, kamu juga nggak terganggu sama dia."

"Kok kamu nyalahin aku terus, kalau kamu nggak goda aku dengan memasukkan obat itu ke minumanku, anak sia*an itu juga nggak akan pernah ada."

Pertengkaran dua manusia penuh dosa itu terus berlanjut. Di antara keduanya tidak ada yang mau mengalah apalagi menyerah. Adu mulut terus terjadi sampai akhirnya Revan datang ke kantor papinya dan melihat wanita itu di dalam ruangan papinya.

"Papi."

"Revan."

Papi Rizal sangat terkejut dengan kedatangan Revan di ruangannya. Mereka memang ada janji makan siang bersama, tetapi tanpa Papi Rizal duga sebelumnya, wanita yang pernah menjadi partner ranjangnya itu datang menemuinya dan mengacaukan rencana makan siang bersama Revan.

"Dia siapa Pi?" tanya Revan sembari memperhatikan wajah Adelia, ibu kandungnya Rafka.

Wanita itu malah memakai kacamata dan berpamitan sebelum Revan mengenali wajahnya.

"Teman papi, oh iya Revan, kita pergi sekarang yuk, nanti keburu lewat jam makan, mamimu pasti udah nungguin."

...****************...

Rafka dan Aira sedang ada di kantin. Semenjak pacaran, mereka berdua memang lebih sering ke mana-mana berdua, sampai-sampai teman mereka muak melihatnya.

"Ay, kalau setelah lulus nanti kita nggak satu kampus, apa kamu tetep suka sama aku Ay?" tanya Rafka yang membuat Aira menatapnya serius.

"Em, emang kamu mau lanjut ke mana, Raf?"

"Nggak tau, mungkin aku nggak lanjut kuliah Ay."

"Kenapa Raf? Kan bisa aja kamu kuliah sambil kerja?"

"Nggak Ay, aku harus hidup mandiri, biayain hidupku sendiri, Ay. Baru kalau kamu masih mau sama aku, aku akan nikahin kamu."

🦋🦋🦋🦋

Duh Mas Rafka, pikirannya udah nikah aja. Bisa nggak dapatin restu mama papanya Aira, terutama si Abi?

Jangan lupa jempolnya gaes, 🥰🥰

Terpopuler

Comments

nobita

nobita

kok ada ya seorang ibu.. seperti Adellia... ?? gak mengakui Rafka sebagai anaknya...

2024-09-17

0

desember

desember

kasihan bgt u rafka

2024-04-25

0

Ney Maniez

Ney Maniez

💪💪💪💪

2022-12-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!