Bab 12

Suasana ruang tamu mendadak tegang usai Aira mengatakan bahwa ia lebih nyaman bersama Rafka. Sesuatu yang selama ini Mama Sofia dan Papa Thomy cemaskan, akhirnya terjadi juga. Aira yang baru mereka temukan dan baru berkumpul beberapa saat, harus mengecewakan hati mereka dengan memilih Rafka. Si 'Anak Berandalan' yang beberapa tahun ini menjadi musuh putra mereka.

"Kenapa kamu nyaman sama Rafka yang suka membuat masalah, apa kamu tidak takut masa depanmu hancur bersamanya? Bukankah Revan lebih menjanjikan untuk masa depan kamu?" tanya Papi Rizal yang masih berusaha bersikap biasa, padahal di hatinya sudah sangat ingin meledak.

"Om, bukankah Rafka juga anaknya Om? Kalau aku sama Rafka juga sama aja kan Om, aku tetep jadi menantu Om, Mama Papa juga tetep jadi besannya Om. Apa bedanya aku sama Rafka atau sama Kak Revan?" Aira sambil menangis mengatakannya, ia bisa merasakan betapa pilih kasihnya orang tua Rafka, membedakan kedua anak laki-laki mereka. "Ma, Pa. Aku mau istirahat, maaf Om, Tante, Kak Revan aku permisi." Aira beranjak dari duduknya, lalu berjalan meninggalkan kedua orang tua dan tamu mereka.

Revan tidak bisa berkata-kata, ia kalah langkah dari adiknya sendiri. Kenapa Aira justru memilih Rafka, bukankah dari segi apa pun dia jauh lebih layak bersama Aira.

"Anakmu mungkin masih labil, Rafka pasti mempengaruhi pikirannya. Berikan kesempatan untuk Revan dekat dengannya, pasti dia akan menyadari kalau Revan yang terbaik untuk anakmu," kata Papi Rizal yang terus berusaha menjodohkan Revan dan Aira.

"Ya, mungkin saja, biar Aira tenang dulu, Ma." Papa Thomy ikut membenarkan ucapan sahabatnya.

Abi merasa malas mendengar obrolan orang tua yang seperti menyudutkan adiknya, ia lalu berpamitan untuk ke kamarnya.

*

*

*

Rafka sedang bertelepon dengan Aira, saat tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dengan sangat keras. Cowok itu terpaksa mengakhiri panggilan mereka, dan membuka pintu kamarnya.

*plak*

Sebuah tamparan mendarat di pipinya begitu pintu ia buka. Rasa panas yang menjalar di pipi kirinya, membuat Rafka memejamkan mata menahan sakit.

"Anak tidak tahu diuntung, berani-beraninya kamu merebut gadis yang disukai kakakmu sendiri," maki Papi Rizal yang sudah tidak bisa menahan amarahnya.

Laki-laki temperamental itu sudah biasa melakukan hal keji itu pada Rafka, putra kandungnya.

"Aku tidak pernah merebut Aira dari siapapun." Rafka membela diri.

"Papi sudah hentikan Pi." Mami Dinda yang baru menyusul suaminya, langsung memeluk Rafka yang masih mematung di ambang pintu. "Rafka kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa Mi, udah biasa, 'kan?"

"Pi, Rafka juga anak kita, tolong jangan perlakukan dia berbeda dengan Revan," teriak Mami yang kini sudah berbalik badan memunggungi Rafka.

"Kamu juga harus adil, Revan juga anakmu, kenapa lebih sayang sama Rafka, anak yang ...."

"Cukup, jangan mengatakan apa pun, Pi. Mami sayang sama Revan, sama seperti mami sayang sama Rafka, mami yang membesarkan mereka berdua kalau Papi lupa." Mami Dinda kembali berteriak, wanita yang sudah lebih dari dua puluh tahun menikah dengan Papi Rizal itu, untuk pertama kalinya berani berteriak pada suaminya.

"Aku membencinya, karena setiap aku melihat wajahnya, dia selalu mengingatkanku dengan ja*lang itu!" Wajah Papi Rizal menjadi semakin merah, otot-otot lehernya terlihat jelas, rahangnya pun mengeras. "Seharusnya kita tidak merawatnya, kalau pada akhirnya dia memiliki darah wanita itu, yang merebut kebahagiaan Revan." Papi langsung pergi meninggalkan kamar Rafka setelah mengatakan hal yang terdengar menyakitkan sekaligus membuat bingung di hati Rafka.

Sementara itu, Mami menumpahkan semua air matanya. Hal yang selama ini selalu dijaga rapat-rapat, akhirnya terbongkar juga.

"Rafka, jangan dengarkan papimu Sayang, dia cuma lagi emosi." Mami Dinda berusaha mengusap air matanya, lalu kembali merengkuh putranya yang kini tumbuh jauh lebih tinggi darinya.

"Mami, siapa wanita yang dimaksud Papi? Apa aku bukan anak kandung kalian?" tanya Rafka dengan suara lemah, ia masih menerka dan menelaah apa yang tadi papinya katakan.

"Kamu mau tahu semuanya? Mungkin emang sudah saatnya kamu tahu kebenarannya, Rafka."

Mami mengajak Rafka untuk duduk di tepi tempat tidur Rafka. Wanita yang telah membesarkan Rafka dari bayi itu, sebenarnya masih ragu menceritakan semuanya, tapi ia tidak bisa egois. Rafka berhak tahu semuanya.

"Cerita sama aku Mi, ada apa sebenarnya, apa aku bukan anak kandung kalian?" tanya Rafka sembari menggenggam tangan wanita yang sangat menyayanginya itu.

"Sebenarnya, Revan adalah anak papi kamu dengan istri pertamanya yang meninggal setelah melahirkan Revan. Lalu, papi dijodohkan dengan mami yang sudah divonis mandul karena rahim mami harus diangkat, saat itu, usia Revan sekitar satu tahunan. Mami membesarkannya dengan penuh kasih sayang seperti anak mami sendiri." Mami tidak mampu menahan air matanya terlalu lama, dan Rafka langsung memeluk maminya yang masih tersedu-sedu.

"Lalu aku anak siapa, Mi?" tanya Rafka yang kini di hatinya diselimuti banyak keraguan, tentang siapa jati dirinya yang sebenarnya.

"Saat kamu dilahirkan, pihak rumah sakit menelepon ke rumah, dan mengatakan bahwa kamu ditinggalkan sendirian oleh wanita yang melahirkanmu. Setelah mengusut semuanya dan melakukan tes DNA, ternyata kamu adalah anak papi kamu yang lahir dari rahim wanita lain," jelas Mami yang kembali memeluk Rafka.

Hati Rafka bagaikan dicabik-cabik saat mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Mami Dinda. Ia tidak menyangka, sejak lahir ia sudah dibuang oleh kedua orang tuanya. Kehadirannya tidak pernah diharapkan oleh siapa pun.

"Jadi aku anak haram ya, Mi?" Rafka menyimpulkan semuanya, dan kata-kata itu yang muncul dalam benaknya.

Memang, tidak salah. Rafka memang anak yang lahir karena kesalahan satu malam. Antara Papi Rizal dan seseorang yang sudah meninggalkan Rafka sejak lahir.

"Nggak Sayang. Jangan bicara seperti itu, kamu anak mami, kamu anak yang mami besarkan dengan kasih sayang dan kehangatan, walaupun kamu bukan anak kandung mami, Rafka. Mami sangat menyayangi kamu."

Dua manusia berbeda generasi itu saling berpelukan, tidak penting bagi Rafka untuk tahu siapa ibu kandungnya, karena yanga ia punya hanyalah maminya yang selama ini selalu membela dan menyayanginya.

*

*

*

Abimanyu masuk ke kamar Aira melalui pintu balkon yang tidak terkunci. Sebagai saudara kandung apalagi kembar, ia tentu bisa merasakan apa yang saat ini Aira rasakan.

"Mau coklat?" Abi mengulurkan sebatang coklat tepat di hadapan Aira yang sedang menyandarkan kepala di meja belajarnya.

Gadis itu mendongak dan menerima coklat yang diberikan saudaranya. "Makasih," ucapnya dengan malas.

Abi hanya mengusap rambut adiknya itu lalu duduk bersandar di kepala ranjang milik Aira. Mengamati lebih dalam kesedihan di mata Aira.

"Si Kambing Congek ngomong apa aja sampek kamu jadi segitunya suka sama dia?" tanya Abi yang membuat Aira bangun, lalu meliriknya sambil cemberut.

❤❤❤

Selamat siang, maaf mellow dikit ya 😅😅 Tenang, nanti juga balik gombal gombalan lagi kalau udah ketemu 🤣🤣🤣

Jangan lupa jempol, koment, hadiah, dan vote, 😘😘😘

Terpopuler

Comments

Kawaii 😍

Kawaii 😍

nyesek banget 😭😭😭😭

2023-12-09

0

🥰Siti Hindun

🥰Siti Hindun

😭😭😭😭

2023-10-08

0

❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳

❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳

astagfirullah.. papa macam apa itu pak rizal. kekakuannya melebihi binatang. gk patuh dicontoh jadi seorang ayah. semoga karma menghantuimu pak rizal. 😔

2023-06-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!