Bab 6

"Pokoknya aku nggak akan ceritain semua kalau kamu nggak mau jadi pacar aku." Rafka tetap mengatakan hal yang sama, meskipun Aira sudah sangat penasaran dengan cerita yang lebih lengkap, mengenai permasalahan antara Rafka dan Abimanyu, saudara kembarnya.

"Terserah kamulah, Raf."

"Kalau terserah berarti kita pacaran." Rafka berusaha meraih tangan Aira, tetapi gadis itu langsung menepisnya.

"Jangan ngadi-ngadi!" Aira kembali melanjutkan pekerjaan rumahnya, membuat surat lamaran kerja dengan tulisan tangan.

...****************...

Di sabtu sore, Abi mengajak Aira untuk menikmati sore di lapangan yang tidak jauh dari rumah mereka. Abi membonceng Aira dengan sepeda angin miliknya.

"Bi, rame banget lapangannya." Aira dan Abi baru saja turun dari sepeda.

Di lapangan itu sedang ada beberapa anak kecil dan dewasa yang bermain sepak bola, dan ada juga yang sedang bermain layangan. Kebanyakan dari mereka itu laki-laki sehingga Aira merasa sedikit risih.

"Santai aja, kamu bisa keliling pakai sepeda, aku main bola dulu ya," kata Abi.

"Aku sendirian gitu?" tanya Aira dengan mengerutkan kening.

"Bentar aja, nanti kalau kamu boring tinggal panggil aku, oke." Abi berlari meninggalkan Aora.

"Abi," teriak Aira yang tidak rela ditinggalkan sendirian oleh saudara kembarnya itu.

Abi hanya melambaikan tangannya, langkahnya semakin cepat menghampiri teman-temannya.

"Ngeselin banget sih Abi," gerutu Aira.

"Siapa yang ngeselin?" tanya laki-laki yang ternyata ada di belakang Aira.

Aira menoleh pada sumber suara yang cukup membuatnya terkejut.

"Eh, Kak Revan." Aira salah tingkah sambil merapikan rambut saat melihat Revan ada di belakangnya.

"Hai Aira, apa kabar?" tanya Revan yang berbasa-basi.

"Baik, Kak. Kok Kakak ada di sini?" tanya Aira.

"Kita ngobrol di sana yuk!" ajak Revan. Mereka berdua akhirnya duduk di pinggir lapangan, di bawah pohon yang cukup rindang. "Aira, kamu ke sini sama Abimanyu?" tanya Revan.

Aira memandang lurus pada kembarannya yang sedang bermain sepak bola dengan beberapa temannya.

"Iya aku baru ini diajak ke sini sama Abi. Kakak kok bisa di sini, emang rumah Kakak dekat sini juga?" Aira kini bertanya balik pada Revan yang terus menatapnya.

"Rumahku agak jauh dari sini, tapi kebetulan aja aku ada temen di daerah sini, dan baru pulang dari rumahnya," jawab Revan. Sikap Revan yang lembut memang sangat berbeda seratus delapan duluh derajat dengan Rafka.

Di mata Aira, Rafka itu jahil, menyebalkan dan aneh. Sedangkan Revan, terlihat dewasa, ramah dan lembut.

"Kakak sering main ke sini?" tanya Aira lagi.

"Tiap sabtu, kalau nggak di sini ya ke suatu tempat yang lebih sunyi lagi," jawab Revan.

Aira menatap serius pada laki-laki di sampingnya.

"Di mana itu, Kak?"

"Kapan-kapan kalau kamu mau, aku ajak ke sana."

"Boleh."

Mereka pun mulai banyak ngobrol dan terlihat semakin akrab. Abi yang melihat adiknya ngobrol akrab dengan Revan, seolah tidak keberatan. Ia malah terus bermain, membiarkan Aira bersama Revan. Dari kedekatan itu, Revan berhasil mendapatkan nomor telepon Aira.

......................

Minggu pagi, rumah Aira sudah kedatangan tamu. Rafka yang entah bangun jam berapa, tiba-tiba sudah berdiri di depan pagar rumah Aira.

"Permisi Tante, Aira ada?" tanya Rafka saat mamanya Aira membukakan pintu pagar.

"Ada, Rafka. Kamu tumben ke sini pagi-pagi begini." Mama Sofia mengizinkan Rafka untuk masuk.

"Iya Tante, mau main sama Aira kalau boleh," kata Rafka sambil mendorong motornya masuk ke halaman rumah Aira.

"Aku tunggu di luar ya Bi," teriak Aira yang berjalan ke luar rumah.

Rafka melihat Aira dengan pakaian olahraga, kaus ketat berwarna merah, celana training hitam bergaris merah. Aira terlihat seksi di mata Rafka.

"Rafka, ngapain kamu ke sini?" tanya Aira yang kini berjalan menuruni anak tangga yang memisahkan teras depan dengan halaman rumah.

"Pengen main sama kamu, kamu mau ke mana?" Rafka bertanya balik.

"Joging."

"Mama masuk dulu ya, Sayang. Tante tinggal ya Rafka," pamit Mama Sofia yang kemudian meninggalkan Aira dan Rafka.

"Aku ikut kamu joging ya," kata Rafka.

Aira memperhatikan penampilan Rafka yang sama sekali tidak cocok dipakai berolahraga. Jelana jeans sobek-sobek di lututnya, kaus yang ditutupi jaket levis berkancing depan.

"Dengan pakaian gitu?" tanya Aira.

"Nggak apa-apa dong, yang penting pakai baju," jawab Rafka.

Tepat setelah Rafka mengatakannya, Abi keluar dari rumah dan terkejut melihat kedatangan Rafka.

"Ngapain lo di sini?" tanya Abi begitu melihat musuh bebuyutan ada di hadapannya.

"Kangen Aira nggak kangen lo, masalah buat lo?" ejek Rafka.

"Lo tu ngeselin banget ya, sok kecakepan jadi orang." Kesal, Abi mendorong tubuh Rafka dengan tangan kanannya.

"Abi stop! Jangan kasar oke!" Aira melerai sebelum Rafka dan Abi benar-benar baku hantam.

"Dia yang duluan Ay," sahut Rafka.

"Rafka kamu diem dulu, kalau mau ikut. Kalau nggak mau kamu pulang aja," usir Aira.

"Aku nggak mau jalan sama dia Ra, dia itu baji*ngan, breng*sek dia." Abi menunjuk wajah Rafka dengan telunjuk kanannya.

"Salah gue apa hah, lo tu bang*sat," maki Rafka.

"Stop!" Aira berteriak sampai msmbuat mamanya keluar untuk melihat keadaan di balik jendela. "Kalau kalian mau berantem, ya udah silakan, aku pergi!" kata Aira yang kemudian berjalan membuka pagar.

"Ay, aku ikut," kata Rafka. Ia meraih tangan kanan Aira yang sudah menyentuh handle pintu. "Aku nurut apa kata kamu, tapi izinkan aku ada di samping kamu ya," imbuhnya.

"Terserah."

Akhirnya, Rafka berjalan di samping Aira. Sedangkan Abi mengikuti dari belakang, karena ia tidak ingin membiarkan Aira dan Rafka berjalan berdua saja.

Dari belakang, Abi bisa melihat sendiri jika Rafka sangat menyukai Aira, tapi Abi membenci hal itu. Ia masih sakit hati dan terluka karena masa lalunya bersama Rafka.

"Rafka kamu dari tadi nggak olahraga tapi gangguin aku aja deh," kata Aira saat mereka telah sampai di taman komplek yang menyediakan berbagai jenis alat olahraga.

"Habisnya kamu lebih menarik dari apa pun," balas Rafka.

"Ra, pulang yuk, aku laper," kata Abi.

Aira paham dengan sikap kembarannya itu, akhirnya memilih pulang, dan lagi-lagi Rafka membuntutinya.

"Rafka, kamu pulang aja deh," usir Aira setelah mereka sampai kembali di rumah Aira.

"Nggak, aku mau ajak kamu jalan," kata Rafka.

"Nggak usah ganggu Aira, cari aja cewek lain," sahut Abi.

"Kenapa? Gue suka sama Aira, dan gue berhak buat berjuang dapatin cinta gue, bukannya malah diem aja lalu nyalahin orang kayak elo," balas Rafka dengan menuding wajah Abi.

"Lo itu pembunuh, jangan lupa!" Abi balas menudingkan telunjuknya ke wajah Rafka.

Dua telunjuk saling menuding, dua pasang mata saling menatap dengan tajam.

Aira yang berada di tengah peperangan hanya bisa menahan napas karena bisa saja mereka adu jotos beberapa detik lagi.

🦋🦋🦋🦋

Selamat malam, mohon maaf terlambat. Baru sempet nulis 🥲 Agak tegang dikit gpp lah ya, biasa nulis bengek, nulis tegang agak takut takut 😅😅😅

Jangan lupa jempol dan komentarnya, ramaikan yuk 🥰🥰🥰

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Ckk kenapa aku gak suka gak rela Aira sama Revan sih 🙄🙄

2024-01-22

1

Ney Maniez

Ney Maniez

😲🤔🤔

2022-12-21

0

Nur Mashitoh

Nur Mashitoh

Ayra tetep cocok sm Rafka dibanding Revan klo sm Revan ga ada kmisterinya 😊

2022-11-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!