Rafka mengaduk mie instan rasa soto yang ada di mangkuknya. Meski tidak sarapan, perutnya tidak merasa lapar sedikit pun. Yang Rafka pikirkan saat ini hanyalah, bagaimana bisa Aira menjadi saudara kembar Abi?
"Ini nggak mungkin, pokoknya nggak mungkin." Rafka menggebrak meja kantin yang sangat sepi.
Rendi yang kaget sampai lompat dari kursinya. "Gila lo Raf! Kalau lo berisik bisa ketahuan guru BK." Rendi menepuk pundak Rafka yang terlihat kesal menahan emosinya.
"Ah bodo amat!" Rafka meninggalkan kantin dengan makanan yang belum ia bayar.
"Eh Raf, lo belum bayar," teriak Rendi. Akan tetapi, Rafka mengabaikan kata-kata Rendi. Ia terus berjalan meninggalkan kantin, menuju lab komputer yang ada di lantai dua.
Meskipun terlambat, Rafka masih beruntung karena gurunya mengizinkan ia masuk setelah menerima alasan sakit perut yang Rafka ucapkan.
Saat pelajaran pun Rafka masih belum bisa seratus persen konsentrasi. Pikirannya sedang bekerja, menimbang-nimbang apakah harus lanjut memperjuangkan cintanya, atau mundur saja.
Pelajaran komputer pun berakhir. Rafka dan teman-temannya mulai berhamburan meninggalkan laboratorium komputer yang ternyat bergantian dengan kelas Aira yang memang waktunya pelajaran produktif di laboratorium itu.
Rafka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, ia langsung menarik tangan Aira untuk berbicara di tempat yang lumayan sepi. Mereka kini ada di ujung lantai dua, Aira sampai mepet di besi pembatas karena Rafka menahannya.
"Kamu apaan sih?" tanya Aira yang kesal, sesekali ia melirik teman-temannya yang mulai masuk ke ruangan khusus komputer itu.
"Nggak apa-apa, cuma pengen lihat wajah kamu dari dekat aja. Ternyata, emang kamu benar-benar cantik," jawab Rafka tanpa rasa bersalah. Ia terus tersenyum memandagi Aira yang mulai kesal dan berusaha melapaskan diri dari Rafka.
"Awas minggir, aku mau belajar," ucap Aira yang berusaha mencari celah untuk bisa lolos.
"Aku juga mau belajar, Ay. Belajar membuatmu suka sama aku," balas Rafka. Ia memiringkan tubuh sambil menyunggingkan senyuman yang sebenarnya terlihat sangat tampan.
Aira menatap Rafka yang semakin membuatnya kesal, sampai akhirnya seorang guru memanggil nama mereka.
"Kalian sedang apa?"
Aira dan Rafka sama-sama menoleh. Aira yang menyadari bahwa ia bisa lolos, akhirnya buru-buru menghampiri guru yang telah membantunya bebas dari Rafka,
"Pacaran terus!" Guru dengan kacamata bulat itu memarahi Aira karena mengira Aira ddan Rafka sedang berpacaran.
...****************...
Seminggu lebih bersekolah di Jakarta, Aira mulai beradaptasi dan memiliki beberapa teman akrab. Seperti biasa, mereka ke kantin saat jam istirahat. Aira duduk di kantin bersama Vanya dan Dewi, di depan mereka sudah tersaji tiga mangkuk soto ayam yang menjadi andalan mereka.
"Permisi, permisi." Rafka tiba-tiba menyerobot kumpulan siswa yang berdiri di belakang Aira, lalu mengusir Dewi yang duduk di sebelah Aira dan menggantikan kursinya. "Ay, besok sibuk nggak?"
Aira ingin berpindah posisi karena tidak ingin diganggu Rafka, tapi dia kalah cepat, karena Rafka berhasil menahannya.
"Kalau lo geser, gue cium lo di sini." Rafka menopang kepalanya dengan satu tangan. Memperhatikan lekat-lekat wajah Aira yang semakin cantik di mata Rafka saat gadis itu kesal seperti saat ini.
"Kamu kenapa gangguin aku terus sih? Emang aku salah apa sama kamu?" tanya Aira dengan tatapan kesal. Ia merasa sangat lelah karena terus-terusan diganggu oleh cowok tampan itu.
"Karena kamu itu berputar-putar terus di otak aku, makanya aku balas deh perbuatan kamu," jawab Rafka yang akhirnya mendapat sorakan dari siswa-siswi lain yang ada di kantin.
"Huuu, huuu, huuu."
"Cie cie Rafka, Aira."
"Cie cie."
Suara sorakan malah membuat Rafka tersenyum penuh percaya diri, sementara Aira malah merasa tidak nyaman. Ingin rasanya ia meninggalkan kantin, tapi ia tidak mungkin bisa keluar dan melarikan diri dari Rafka.
"Dasar cowok gila!" gerutu Aira sambil menyedot pop es durian di hadapannya.
"Iya, tergila-gila sama kamu." Rafka semakin menggoda Aira.
Bel masuk yang menandakan istirahat telah berakhir, memaksa mereka meninggalkan kantin. Aira dan teman-temannya juga meninggalkan kantin, diikuti Rafka yang lebih suka berjalan di belakang Aira, memperhatikan rambut Aira yang terurai, bergoyang-goyang tertiup angin.
Aira benar-benar tidak memedulikan lagi keberadaan Rafka yang mengikutinya dari belakang, karena ia pikir jalan menuju kelas Rafka memang melewati depan kelasnya.
"Sampai ketemu lagi, Ayang," kata Rafka saat Aira masuk ke kelasnya.
Aira pura-pura tidak mendengar apa yang Rafka ucapkan, ia berjalan tenang menuju bangkunya, tanpa memedulikan Rafka.
***
Saat pulang sekolah, ternyata kelas Rafka mendapat hukuman karena telah mengganggu ketenangan. Mereka semua dihukum dengan mengumpulkan seluruh ponsel ke depan kelas. Sampai guru killer itu selesai memeriksa isi ponsel masing-masing siswa, tidak ada yang diizinkan meninggalkan kelas, termasuk Rafka.
Saat kelasnya masih dihukum, Rafka melihat Aira melalui kaca jendela. Gadis itu membawa jaket yang disampirkan di lengannya. Rafka yang melihatnya menjadi semakin jail.
"Stt, stt," bisiknya sambil mengetuk kaca jendela dengan jarinya. "Tunggu aku." Rafka mengucapkan itu tanpa bersuara, hanya mulutnya saja yang bergerak.
Aira yang melihat tingkah Rafka hanya menjulurkan lidah, mengejek Rafka sambil melambaikan tangan. Ia tahu, Rafka tidak akan mengganggunya kali ini karena kelasnya sedang dihukum.
"Rafka, sedang apa kamu?" hardik guru yang mengajar Kimia itu.
Rafka gelagapan dan memperbaiki posisi duduknya. "Nggak apa-apa Pak, cuma nggak sengaja lihat karya Tuhan yang terindah," jawab Rafka.
"Hah, dasar. Ini punya kamu kan?" Guru itu mengangkat ponsel dengan softcase warna hitam bergambar tengkorak.
"Iya, Pak." Rafka menjawab dengan santai. Tidak ada hal terlarang yang ada di ponselnya, membuat Rafka sangat tenang saat menjawabnya.
Hampir sepuluh menit, guru kimia itu memeriksa isi ponsel Rafka. Tidak ada satu pun yang mencurigakan, hanya beberapa jenis game online yang menjadi fokus utama guru itu. Akan tetapi, getaran di ponsel itu membuat sang guru terpaksa memanggil Rafka. "Mami kamu telfon," katanya setelah membaca ID pemanggil.
"Biarin aja, Pak," jawab Rafka.
"Nggak sopan kamu, angkat siapa tahu penting!" perintah sang guru.
Dengan malas, Rafka berjalan maju ke depan kelas, mengambil ponselnya lalu menjawab panggilan dari sang ibu.
"Mi, aku masih di sekolah belum pulang," kata Rafka setelah menjawab panggilan teleponnya.
"Yah, kamu juga nggak bisa antar mami ya? Padahal mami ada janji mau ke rumahnya Abi," kata maminya Rafka yang terdengar kecewa.
"Ke rumah Abi? Sekarang Mi?" ulang Rafka memastikan.
"Iya Sayang, ya udah mami naik taksi aja, nanti sore biar dijemput kakak kamu," jawab Mami Dinda—Maminya Rafka.
"Nggak usah, Mi. Aku udah pulang kok ini, aku anterin ya, oke Mi, bye," balas Rafka dengan semangat. Rafka langsung mengakhiri panggilannya. Ia tersenyum-senyum membayangkan bisa bertemu dengan Aira di rumah sang gadis impian. "Pak, saya pulang duluan ya, bener kata Bapak, ini penting banget." Rafka mengambil tas lalu menyelonong keluar setelah mencium tangan gurunya.
🦋🦋🦋🦋
Jangan lupa Mas Rafka, di rumah itu nggak cuma ada Aira, tapi ada Abi juga 🤣🤣🤣
Hai, aku kembali, slow update ya, karena Insya Allah karya ini ikut lomba. Semoga saja lolos seleksi 😍😍 Jangan lupa jempol dan hadiahnya, Insya Allah nanti ada give away di pertengahan cerita ya, pantengin terus 😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
nobita
bisa jadi alasan kan... Rafka ketemu cwek idaman..
2024-09-16
0
Qaisaa Nazarudin
Dasar Rafka denger kerumah Aira aja,langsung semangat..🤣🤣🤣
2024-01-22
1
Fasuliyah Aziz
jadi ingat masa SMA ku
2023-02-12
0