"Sebenarnya aku sedang berusaha melupakan kisah masa laluku di sana Raf," kata Aira yang sepertinya belum siap membagikan kisah masa lalunya dengan orang lain. Hanya Abi dan kedua orang tuanya saja yang mengetahui masa lalu pahit itu.
"Oke, tapi kalau kamu butuh teman cerita, aku siap Ay."
Aira melihat kesungguhan di mata cowok yang sebagian rambutnya diwarna pirang itu.
"Kamu tahu nggak kenapa orang-orang termasuk kamu, anggep aku berandalan?" tanya Rafka yang kini memandang lurus ke depan, bukan memandang Aira yang duduk di sampingnya.
"Karena emang kamu seperti itu, Raf," jawab Aira tanpa takut.
"Karena papiku sering bilang kalau aku ini anak yang nggak berguna, nggak seharusnya aku dilahirkan, dan kamu tahu, rasanya dianggap sampah sama orang tua kamu sendiri, itu sakit banget Ay," jelas Rafka yang sekuat hati menahan sesak di dadanya. Selama ini ia sudah cukup patuh pada ayahnya itu, tapi sikap pilih kasih yang ditunjukkan papinya membuat Rafka lama-lama berubah semakin liar tak terkendali.
"Rafka, kamu ...."
"Jangan kasihan sama aku Ay, mungkin ini emang udah takdir aku, jadi anak yang nggak diharapkan oleh papiku sendiri," potong Rafka.
Aira yang awalnya enggan berbagi kisahnya, perlahan mulai timbul rasa nyaman karena mengalami nasib yang hampir sama. Ia mulai berpikir untuk menceritakan juga masa lalunya pada Rafka.
"Kamu tahu, Raf. Aku dulu tinggal di panti asuhan. Hidup aku sangat berat, aku pernah diadopsi tapi aku malah disiksa dan dijadikan pembantu sama orang tua angkatku. Untungnya aku masih bisa kabur dan kembali ke panti. Nggak cuma itu, aku waktu di sekolah selalu dibuli karena aku nggak punya orang tua, banyak yang mengolok-olok aku. Bahkan, aku pernah hampir diperko*sa sama temen sekolahku." Aira merasa tanpa beban saat bercerita dengan Rafka.
"Ay, kamu nggak usah takut, apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada buat kamu. Walaupun aku brandal, tapi soal perempuan aku nggak pernah main-main, Ay."
"Aku dulu itu jelek, kusem, kucel, apa kamu masih suka sama aku kalau kamu kenal aku dari dulu." Aira menunjukkan foto masa lalunya, karena penasaran apakah Rafka bisa menerima Aira apa adanya.
"Kamu cantik, dari dulu udah cantik. Menurutku nggak banyak kok yang berubah dari foto ini, kamu tetep cantik Ay," puji Rafka yang tidak terkejut sedikit pun setelah melihat foto masa lalu Aira yang sangat berbeda dari penampilannya sekarang.
"Kamu emang pinter ngegombal." Aira geleng-geleng sambil tersenyum.
"Nggaklah, aku nggak ngegombal. Ay, aku suka kamu apa adanya, walaupun kamu kembali ke penampilan lama kamu, aku tetep suka sama kamu," jawab Rafka.
Hari semakin sore, dua remaja yang baru saja berbagi kisah pahitnya itu. Seperti pelangi setelah badai, dua remaja itu saling tertawa dan kehilangan sebagian beban mereka.
...****************...
Rafka dan Aira baru saja sampai di rumah Aira saat Rafka melihat mobil papinya ada di halaman rumah Aira. Cowok yang masih memakai seragam sekolahnya itu tahu, pasti papinya ingin membicarakan masalah perjodohan Aira dengan Revan.
"Kayaknya ada tamu, Raf," kata Aira setelah turun dari motor Rafka.
"Itu mobil papiku, Ay." Rafka melepaskan helmnya, wajahnya terlihat murung karena ia sebentar lagi mungkin akan kehilangan kesempatan untuk memiliki Aira.
"Papi kamu ke sini, kamu mau masuk juga nggak?" tanya Aira yang masih belum mengerti soal rencana perjodohannya dengan Revan.
"Ay, aku mau tanya lagi sama kamu. Kesempatankku tinggal kali ini aja. Kamu mau nggak jadi pacar aku, Ay?" tanya Rafka.
"Rafka, kita masih punya banyak waktu, kita jalani aja dulu ya," jawab Aira.
"Ay, please! Jawab sekarang Ay, aku akan bahagiain kamu, aku janji." Rafka memohon pada Aira.
"Gimana ya Raf, kita kan baru kenal, lagian mama larang aku pacaran sama kamu," jawab Aira. Sebenarnya ia tidak tega melihat ekspresi Rafka, tapi ia juga harus memikirkan perasaan mamanya.
"Aku nggak mau kalau kamu sama Revan Ay," kata Rafka dengan putus asa. Harapannya sudah pupus jika Ayra menolaknya lagi.
"Kenapa harus sama Kak Revan? Raf, aku akan minta izin sama mama, kalau mama bolehin, aku akan terima kamu Raf," kata Aira berusaha mengembalikan senyum di wajah Rafka, berharap ucapannya itu bisa menghilangkan rasa putus asa yang kini menghinggapi pikiran Rafka.
"Ay, selama kamu belum dimiliki orang lain, aku akan tetap tunggu jawaban kamu. Aku pulang, Ay," kata Rafka.
Setelah berpamitan, Rafka meninggalkan Ayra di rumahnya. Sebenarnya ia ragu sekaligus takut, jika hari ini adalah hari terakhirnya bersama Aira. Kalau saja Aira memilih Revan, ia pasti akan mundur dari perjuangannya mendapatkan gadis impiannya.
"Hati-hat, Raf." Aira melambaikan tangan pada Rafka yang sudah keluar dari gerbang rumahnya.
Setelahnya, Aira masuk ke rumah, lewat pintu samping yang langsung menuju dapur karena tidak mau mengganggu tamu yang ia tahu adalah keluarga Rafka.
Mama Sofia sedang menyiapkan minuman di dapur, sepertinya keluarga Rafka itu baru saja sampai di rumahnya.
"Aira, kamu udah pulang, Nak. Sini bantuin Mama bawa ini ke ruang tamu, ada Tante Dinda dan Om Rizal, sama Kak Revan juga," kata Mama sofia sembari memindahkan nampan berisi minuman itu ke tangan Aira.
"Iya, Ma, tapi setelah ini aku mau ke kamar ya Ma," balas Aira.
Mama Sofia mengerutkan kening, lalu menggeleng cepat dan berkata, "Kamu temui mereka dulu, ada yang mau diomongin sama kamu juga."
Aira menurut, ia mengantarkan minuman itu pada tamu yang datang ke rumahnya. Revan tersenyum saat melihat kedatangan Aira yang membawa minuman.
"Ra, kamu baru pulang?" tanya Abi yang juga ikut menjamu Revan dan orang tuanya.
"Iya, habis pergi sama Rafka." Aira menyuguhkan satu per satu minuman pada setiap orang yang ada di ruang tamu itu.
Aira ingat, apa yang tadi diceritakan Rafka mengenai papinya yang pilih kasih. Masih terekam jelas di ingatannya saat melihat kesedihan di wajah Rafka, dan itu membuatnya ikutan kesal dengan papinya Rafka.
"Kamu pergi sama Rafka?" tanya Papi Rizal.
"Iya, Om. Rafka baru saja pulang," jawab Aira dengan santai.
"Aira, sini duduk, Sayang," perintah Mama Sofia yang langsung dituruti oleh Aira.
"Jadi, apa sebaiknya kita langsung kasih tahu Aira saja?" tanya Papi Rizal.
"Biar aku yang bicara Zal. Aira, papa sama Om Rizal punya rencana untuk menjodohkan kamu sama Nak Revan, kamu setuju, 'kan?" tanya Papa Thomy yang sebenarnya masih sedikit ragu untuk mengatakannya.
"Pa, aku lebih nyaman deket sama Rafka daripada sama Kak Revan. Rafka nggak seburuk yang kalian pikir, Pa, Ma."
🦋🦋🦋🦋
Selamat siang gaess, duh kenapa alurnya kok jadi sad gini ya 🥲🥲🥲 Padahal biasanya aku bikin uwu uwu, tau lah semoga aja nanti bab 20 ke atas aku bisa bikin yg uwu 😅😅😅
Jangan lupa jempolnya 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Kawaii 😍
😭😭😭 kasihan rafka
2023-12-09
1
Naniek Sri
kok gitu jadi ortu ya, pilih kasih
2023-06-11
0
Ney Maniez
🙄🙄😒
2022-12-21
0