Bab 7

Rafka sangat benci saat Abi menuduhnya sebagai pembunuh. Tangan itu mengepal kuat dengan muka yang mulai memerah, hampir saja ia melayangkan tinjunya kepada cowok yang pernah menjadi sahabat terdekatnya.

"Rafka stop!" Aira berhasil meraih tangan Rafka yang hampir meninju Abi. "Stop, jangan bertengkar terus, kita bicarakan semua baik-baik oke!" kata Aira dengan napas tersengal-sengal. Ia sangat takut sebenarnya, tapi tidak mungkin juga ia membiarkan mereka berantem di depannya.

"Gue bukan pembunuh! Dia pergi karena kemauan dia, dan itu bukan salah gue," kata Rafka yang juga tersengal-sengal menahan amarahnya.

"Kalau bukan gara-gara lo, dia nggak akan mungkin ngelakuin hal itu." Abi tetap saja tidak terima.

"Cinta itu nggak bisa dipaksa be*go, kalau bisa, kenapa nggak lo paksa dia buat suka sama lo, kenapa harus gue yang disalahkan semua orang," balas Rafka. "Ay, aku beneran suka sama kamu. Aku akan terus perjuangin perasaan aku ke kamu."

Mendengar penuturan Rafka, entah kenapa perasaan Aira mulai menghangat. Ada rasa kasihan melihat raut muka Rafka. ia sendiri pernah merasakan luk yng mungkin sama dengan yang Rafka rasakan saat ini. Sementara Abi, berjalan cepat masuk ke rumah meninggalkan Rafka dan Aira.

"Aku pulang aja, Ay. Sampai ketemu lagi," pamit Rafka. Ia berbalik badan, berjalan menuju motornya.

"Raf, tunggu!" cegah Aira yang membuat Rafka berbalik badan.

"Iya, aku akan hati-hati kok," kata Rafka, lalu memakai helmnya.

"Kamu nggak jadi ngajak aku pergi?" tanya Aira saat Rafka akan menyalakan mesin motornya.

"Apa?" Rafka melepas kembali helmnya untuk memastikan apa yang baru saja ia dengar.

"Tunggu, aku mandi bentar!" kata Aira yang setelahnyaberjalan cepat meninggalkan Rafka.

Rafka menunggu Aira dengan senyum yang tak bisa lepas dari wajahnya. Ada harapan baru yang muncul dalam keyakinannya, bahwa Aira pasti bisa ia dapatkan.

Setelah beberapa waktu, Aira keluar dengan penampilan yang lebih fresh. Rafka bahkan sangat terpukau dengan kecantikan Aira.

"Kenapa ngeliatin gitu sih? Bedak aku terlalu tebel ya? Lipstikku terlalu menor?" tanya Aira.

"Cantik." Satu kata yang keluar dari mulut Rafka sudah menjawab semuanya.

Spontan kedua pipi Aira jadi merona karena tersipu. Sedangkan Rafka juga senyum-senyum karena ini pertama kalinya mereka akan pergi bersama.

"Kita mau ke mana sih?" tanya Aira berusaha menormalkan debaran di dadanya.

"Ke mana aja yang kamu mau, Ay." Jawaban Rafka justru membuat Aira semakin salah tingkah. Rafka pun mengalami hal yang sama. Ia bahkan sampai kebingungan mencari kunci motornya yang sebenarnya masih menancap di motornya.

Abi melihat semuanya dari balkon, ia ingin marah, tapi tidak mau juga Aira kecewa. Ia tahu apa yang Aira alami sebelumnya, dan ia ingin Aira sekarang lebih bahagia.

****************

"Rafka, apa cewek itu meninggal?" tanya Aira hati-hati. Saat ini, mereka sedang berada di warung makan yang menjual bakso dan mi ayam.

Rafka mengangguk sambil menyuap mi ayam dari mangkuknya dengan memakai sumpit.

"Jadi, kenapa dia meninggal?" tanya Aira lagi.

Rafka meletakkan sumpitnya, lalu menatap wajah Aira dengan serius. Aira yang ditatap begitu jadi salah tingkah dan memilih untuk menunduk melanjutkan suapannya.

"Kamu udah siap jadi pacar aku? Kalau udah siap aku ceritain semuanya dari awal, sekarang juga," jawab Rafka yang kembali melanjutkan makannya.

"Kamu tu maksa banget sih Raf."

"Maksanya juga cuma sama kamu."

"Aku nggak yakin kalau kamu nggak punya pacar, Raf."

"Kenapa nggak yakin? Apa karena aku terlalu ganteng untuk jadi jomblo?"

Aira tertawa, ini untuk pertama kalinya sepanjang mereka bersama, Aira bisa tertawa karena Rafka.

"Kamu bener-bener pede banget ya, Raf."

"Tapi aku emang ganteng, kan?"

"Pas pertama lihat kamu itu. Aku pikir kamu itu cool, misterius gitu, taunya ...."

"Taunya aku asik banget kan?"

"Taunya kamu aneh."

Mereka kembali melanjutkan makan. Setelahnya, Rafka mengantar Aira pulang, karena Mama Sofia telah menelepon agar Aira cepat pulang.

Saat sampai di rumah, Aira menyuruh Rafka untuk masuk, tapi Rafka menolak karena tidak ingin terjadi keributan lagi.

"Ay, aku boleh minta nomer kamu nggak, kali aja kamu kesepian pengen ke mana gitu, aku siap jadi tukang ojek kamu," kata Rafka sambil menyodorkan ponselnya.

Aira kembali tertawa, pandangannya tentang Rafka perlahan mulai berubah. Ternyata, Rafka memang sosok yang menyenangkan.

"Aku bisa pesen ojek online, atau bilang sama Abi juga pasti dianterin," kata Aira, tetapi tangannya menerima ponsel Rafka.

"Ya, kalau sama aku, banyak hadiahnya dan semua gratis."

Aira hanya geleng-geleng kepala, setelah mengetikkan nomer teleponnya, ia mengembalikan ponsel hitam itu pada Rafka.

"Oke, aku pulang dulu, makasih karena kamu udah mau pergi sama aku."

"Jangan berantem sama Abi lagi, Raf. Kalau kamu masih mau jadi temen aku," kata Aira.

"Aku usahakan," balas Rafka.

***

Aira menaiki anak tangga menuju kamarnya, tiba-tiba mamanya memanggil namanya, membuat langkah Aira terpaksa harus terhenti.

"Aira, kamu sama Rafka ...."

"Aku cuma temenan kok, Ma. Rafka itu ngingetin diri aku waktu masih di Surabaya. Rasanya nggak enak Ma, saat orang lain mencemooh tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi."

"Aira, mama kan cuma tanya, kenapa kamu jadi sedih gitu, Sayang?"

"Nggak apa-apa, Ma. Aku ke kamar dulu." Aira kembali berjalan menuju kamarnya, meninggalkan mamanya yang masih berada di ujung tangga terbawah.

Sementara itu, di tempat yang berbeda, Rafka baru sampai di rumah, melihat keakraban antara kakaknya dengan papinya. Hal yang tidak pernah ia rasakan selama ini.

"Rafka, kamu udah pulang?" tanya Mami Dinda.

"Iya, Ma. Habis pergi sama—"

"Keluyuran terus, semalam tidur di mana dia?" sindir papinya. Rafka memang tidak pulang ke rumahnya, karena malas jika harus berinteraksi dengan papinya di akhir pekan seperti ini.

"Raf, duduk dulu dong! Kakak kemarin mau tanya sama kamu, tapi kamu nggak ada," kata Revan.

Rafka pun duduk di dekat maminya, berhadapan dengan kakak dan papinya.

"Kenapa?" tanya Rafka, malas.

"Kamu satu sekolahan kan sama Aira, anaknya Tante Sofia. Saudara kembarnya Abimanyu?" tanya Revan untuk memastikan.

"Emang kenapa?"

"Kakak mau minta tolong, cari tahu apa dia lagi deket sama seseorang di sekolah, kayaknya kakak suka sama dia," kata Revan yang membuat raut muka Rafka berubah. Sedangkan papinya malah terlihat bahagia.

"Papi setuju kalau kamu sama dia, papi denger dari mamimu kalau dia baru kenbali dari Surabaya. Aku rasa Tomy juga akan senang kalau anaknya dijodohkan sama kamu, Revan." Papi menepuk sangat antusias dengan perasaan Revan, tanpa menghiraukan perasaan putranya yang lain.

🦋🦋🦋🦋

Kecian Mas Rafka, baru aja dapat sinyal positif dari Aira, eh harus terhempas 😅😅😅😅 Sabar ya, kan masih ada aku 🤭

Jangan lupa jempolnya 🥰🥰🥰

Terpopuler

Comments

nobita

nobita

like like like...

2024-09-16

0

🥰Siti Hindun

🥰Siti Hindun

suka g hbis fikir sm modeln orang tua yg ska mmbeda-bedakn ank'y sndiri,hnya krna ank yg satu'y trliht lbih aktif dn seolah sush diatur atau nakal 'katanya'

2023-10-08

1

❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳

❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳

rasanya emang gk enak dibandingkan, dianggap remeh semua orang terlebih orangtua sendiri dan keluarga sendiri. kasih sayang yg sepihak, diatur atur. tanpa mau tau perasaan dan Isi hati kita. rasanya itu sakit. hanya mampu diam. dan tersenyum tertawa menutup kesedihan dan kepedihan hati.

2023-06-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!