Hari sudah terlihat sore, jam di dinding ruang kelas, juga sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB.
Namun cuaca mendung, yang hari ini terjadi. Menjadikan, seolah sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB.
Persiapan penilaian Adiwiyata, di sekolah Elina dan Arkana. Semakin membuat pusing, para pembina dan juga Kader Adiwiyata.
Beberapa program telah di susun, perencanaan mendatangkan tumbuhan baru, menjadi ide para Bapak Ibu Guru SMA N 28 Surabaya.
Bapak ibu guru, nantinya berharap. Sekolah bisa mendapatkan Juara 1, Penilaian Adiwiya tingkat Provinsi.
Elina memandang jauh ke arah lapangan basket, yang terlihat dari arah Elina berdiri. Sangat sepi, terasa begitu sunyi, tidak ada lalu lalang anak-anak.
Bapak ibu guru sudah pulang, bahkan para Kader Adiwiyata, tidak ada yang lewat.
"Sepi banget suasana sekolah" Elina membatin dalam hati.
Kepalanya menengok lapangan basket sunyi tanpa anak-anak.
"Li, ada 6 tanaman yang masih kekurangan pollybag, dan bibit toga yang belum cukup," ucap Arkana.
Arkana berdiri di samping Elina.
"Iya, gue tadi juga udah nge-cek"
"Ada beberapa stek tanaman yang mati, dan pollybag yang sudah rusak," ucap Elina.
Elina berbalik arah ke Arkana.
"Kalau gitu, gue yang ambil pollybag dan bibit tanaman, di ruang aula ya" kata Elina.
Dirinya berharap, kejadian di tinggal Arkana tidak terulang lagi.
"Oke," jawab Arkana.
Arkana meng-iya'kan santai, keinginan Elina. Dibarengi anggukan kepala, dan mempersilahkan pergi.
Elina berlari bahagia, kakinya saling membalap, ke arah aula sekolah, meninggalkan Arkana.
Ternyata, suasana sepi, juga tampak begitu terasa. Di lapangan lain, hingga arah ruang guru, yang Elina lewati. Semuanya sepi.
Kepala Elina, mencuri perhatian ke arah musholla. Namun, tidak ada anak-anak juga disana.
Setelah sampai, di depan aula sekolah. Elina masuk kedalam, di lihatnya jendela kaca aula sekolah. Yang mengarah keluar, sangat gelap.
Kepala Elina menengadah, melihat keluar ruangan, memandang gerimis mulai turun sore ini.
pollybag, dan se keresek bibit tanaman di meja, disabet tangan putih Elina. langkah kaki Elina, sedikit di percepat meninggalkan aula sekolah.
Sikap parno, yang memenuhi perasaan Elina, lebih mendominan dibanding kaberanian Elina.
Pundak Elina terasa berat. Konon katanya, jika pundak seseorang terasa berat, itu tandanya, ada makhluk halus disekitar kita.
Ada beberapa, anak Kader Adiwiyata, yang ditemui Elina. ketika, akan balik menuju ke kelas X-B.
Yana terlihat, memboyong juga, kresek putih, serta pot bunga. Dari arah belakang, menuju ke depan ruang guru.
"Hujan Li, semangat," teriak Yana.
Yana berada di seberang jalan.
" Iya Yan.., ini," jawab Elina.
Dirinya mengangkat, kresek bibit tanaman, yang tadi di tenteng.
Tidak berselang lama, kaki Elina telah sampai. Di lorong kelas X-B, berada di bagian sebelah barat sekolah. Kelas X-B berada paling belakang.
Sesampainya di lorong, pembatas antara kelas X-B dan X-D, Elina berjalan melanjutkan.
Mata Elina mencari Arkana, di rak tanaman bunga, tapi tidak ada Arkana. Hanya ada, buku tulis Elina, dan juga bolpoint. Itupun sudah mulai, terkena basahnya hujan.
"Ar... Arkana..," panggil Elina.
Tangan Elina, menaruh bibit dan pollybag yang di bawa.
"Arkana, loe dimana??," panggil Elina lagi.
Dirinya berdiri, di tempat rak tanaman, yang mereka kerjakan tadi.
"Arkana, gue udah bawa pollybag dan bibitnya.. loe dimana sih?," ucapnya.
Suara Elina, hampir mulai tak terdengar.
Suasana mencekam, mulai menghantui Elina. Pohon bambu tinggi, yang berada disamping sekolah,berkali-kali membunyikan suara.
"krieeettt krrriiieeet"
Suara pohon bambu tertiup angin, membuat Elina semakin parno.
Pikiran Elina, mulai dipenuhi segala macam jenis hantu. Mulai dari kuntilanak, genderuwo hingga pocong.
Kedua kakinya, mematung tak bisa digerakkan. jantung Elina, juga mulai berdegup kencang, tak beraturan.
Tengkuk Elina, juga bagian belakang tubuh Elina, kembali terasa berat.
"Arkana, loe dimana sih??," kata Elina.
Dirinya kesal tolah-toleh, mengulang memanggi nama Arkana. Suara Elina menjadi pelan, tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri.
Baju Kader Adiwiyata, di kenakan Elina. Terbasahi hujan, di setiap lekuknya. Karena mendung gelap, serta gerimis.
Lorong tanpa pembatas, yang berada di depan Elina. Membuat di landa ketakutan, amat sangat besar.
Suara Elina, mulai tak terdengar jelas. Mencari Arkana, mencoba memanggil. Namun tidak ada, jawaban.
Tiba -tiba, butiran air mata langsung menggenang. Di pojok mata, dan keringat dingin. Bulu tangan Elina, serempak berdiri mengangkat.
"*sraaaakkk... sraakkk.. sraaak.. "
Suara angin yang menyapu, dedaunan kering di sekitar Elina*.
Lagi-lagi, suara itu membuat Elina takut.
Sementara, santainya Arkana terlihat. Dirinya baru saja keluar, dari kamar mandi. Rambut Arkana basah, selesai cuci muka.
Arkana lalu berjalan, melangkahkan kaki, menuju arah taman sebelumnya. Dekat kelas X-B, menyelesaikan tugas kelompok mereka.
Arkana melihat Elina, perempuan cantik itu, berdiri di depan rak tanaman. membelakangi arah Arkana lagi.
Lorong sekolah saat sore, gelap gulita. Angin ribut sebagai pelengkap, sebelum hujan turun.
"Ngapain si Elina masih disitu?, udah tau gerimis, malah dia berdiri disitu," gerutu Arkana.
"Mau kayak supermen aja," ucap Arkana sendirian.
Arkana berjalan menghampiri Elina, rambut Elina basah, wajahnya di sambut gerimis sore.
Tak ketinggalan, hujan juga menghantam kepala Elina. Angin kencang di luar ruangan, menyergap masuk. Tak hayal, membuat Arkana kedinginan.
Wajah Elina memucat, menunggu Arkana tak kunjung datang, serta langkah kaki, yang terasa mematung.
"Li.., ini hujan.."
"Loe, nggak tau hujan apa? rain Li rain," kata Arkana.
Arkana sore itu, menghampiri Elina semakin dekat. dari arah belakang Elina.
Elin mendengar suara Arkana, dirinya langsung memutar badan, melihat kebelakang.
Mata Elina berbinar-binar, butiran air mata ternyata sudah terlihat. Meski tertahan di sudut mata, tapi semua jelas, saat ketakutan menunggu Arkana.
"Emang loe elsa di film frozen. ada hujan bukannya masuk malah diluar aja,"
"Let it go.. let it go..," goda Arkana.
Arkana mencoba menggodai, walau tak mendapat jawaban.
Elina langsung memeluk erat Arkana, tangisnya mengurai. Di pelukan laki-laki, selama ini, sering dia ajak berseteru.
"Arkana, gue takut.."
"Gue tadi panggil-panggil loe, tapi loe nggak ada, gue takut bunyi pohon bambu di situ hiks.. hiks..," gumam Elina.
Perempuan berkulit putih itu, menangis di pelukan Arkana.
Arkana ingin tertawa, tapi tidak tega. Ingin menyoraki, namun kasihan. Dia melihat Elina ketakutan, tangan Elina betul-betul erat, melingkar di pundak Arkana.
Ketakutan Elina, tak terbendung. Tangisnya pecah, mengatakan bahwa dia takut. Di taman belakang, tempat mereka mengerjakan tuga, semua penyebabnya.
"Gue mau pulang, gue nggak mau lama lama disini Arkana," pintanya.
"Gue takut, loe jangan tinggalin gue lagi," ucap Elina.
Di tengah isak tangis, ternyata Elina masih sudi, memeluk Arkana.
"Ya tadi, gue ke kamar mandi Li," jawab Arkana.
Arkana mengelus pundak cantik wanita itu.
Tangis Elina, masih tersedu-sedu. dekapan tubuh Arkana, seolah menjadi tempat pelarian ternyaman Elina, dari rasa takut.
Pelukan Elina masih terasa kuat, mengikat erat, tubuh laki-laki yang berperawakan altletis itu. Lengkap, dengan keharuman Arkana.
Hujan semakin lebat, Arkana mengajak Elina berteduh. Setelah tangis Elina mereda, dia mengajak Elina, berjalan ke arah kelas X-B.
Karena pintu kelas sudah dikunci, oleh tukang kebun sekolah. Arkana dan Elina pun, hanya bisa berdiri didepan pintu kelas saja.
Sembari menunggu hujan reda, hujan justru lebih deras, lebih lebat dari sebelumnya. Gelap gulita pemandang, di sore itu.
"cletaarr.. cletaarrr... cletaar.."
Bunyi saling bersahutan, petir menggelegar, di atas kepala Arkana dan Elina.
Belum lagi, kelas yang dekat dengan lapangan, semakin tersaji jelas. Petir di tengah hujan deras sore itu, mengakar dibarengi angin kencang.
"Arkana, gue takut," keluh Elina.
Suara lirih Elina berucap, tanpa merasa canggung.
"Sabar Li, bentar lagi hujannya reda," jawab Arkana.
Arkana santai, dia menyandarkan tubuh di pintu. Sedang Elina menjaga jarak, dengan pintu.
Baju hijau Kader Adiwiyata, milik Elina dan Arkana. Basah di guyur hujan, apalagi ditambah angin, dari arah selatan.
Petir dan angin, sangat begitu kencang. Mereka berdua, seperti sepasang kekasih, di tengah penantian hujan belum juga reda.
"cletaar.. cletaaaar.. cleeeetar ...."
Petir semakin menggelegar dimana-mana. Elina berkali-kali, memejamkan mata. Menutup kedua telinganya, dengan tangan Elina.
Arkana memandang ke Elina, dia sedikit tidak tega. Kali ini, Arkana merasa bahwa Elina, sangat merasa ketakutan.
Dipandanginya Elina, mata Arkana tidak berkedip. Sedaritadi Elina memeluk tubuhnya, dengan kedua tangannya sendiri.
"cletarr.. duar... cleetar cletar"
Suara petir, Elina kaget dan reflek, merangkul lengan kiri Arkana. Lalu menyembunyikan, wajah Elina ke pundak Arkana.
Mata Elina, tertutup rapat, tak di buka.
"Arkana aku mau pulang.. aku takut, aku nggak mau disini," rengeknya.
"Papa..." panggil Elina.
Dia seperti anak kecil, di tengah tangis memanggil orangtua'nya.
"Habis ini kalau sudah reda, kita kedepan aja..!! tunggu sebentar Li," jawab Arkana.
Murid tampan itu, menenangkan dengan sabar.
"Nggak mau, aku mau pulang Arkana,"
"Aku mau nelpon papa, mau minta jemput, ayoo... pulang Arkana," ucap Elina.
Wajahnya merengek, melihat kearah Arkana, air mata Elina banjir di pipi. Semua membuat lupa, atas apa yang terjadi selama ini.
"Iya iya.. kalau gitu, ayo kita ke aula..!! ambil tas," ajak Arkana.
Dirinya menuruti kemauan Elina.
"Aku mau pulang, aku nggak mau di sini," ucapnya mengulang.
Ucapan Elina berulang-ulang, tanpa menyeka tangis, tanpa menyeka air hujan di tubuhnya.
Baru kali ini, Arkana mendapati Elina, tak segarang biasanya. Perempuan berlesung pipi itu, nampak manja ke musuh abadi Elina.
Sikap itu tidak pernah terlihat, apalagi dari Elina. Akan sangat tidak mungkin. Arkana menaruh iba.
Dia merasa, Elina sebetulnya adalah perempuan, yang juga memiliki sisi lemah. Ketakutannya sama sekali tidak terlihat di buat-buat.
Bahkan, tangan Elina, masih tidak melepas sama sekali, lengan Arkana. Ketika berjalan, menuju aula sekolah di tengah hujan deras.
Di sekolah SMA N 28 Surabaya, tangan Elina, memucat keriting di pelukan Akana. Karena dingin hujan sore itu.
Sampai di depan aula sekolah, Elina melepaskan pelukan tangan, menjauhkan dari lengan Arkana. Jemari tangan Elina, kisut karena dingin hujan.
Rambut panjangnya di basahi air hujan, Arkana memandang Elina kasihan, antara kasihan dan jatuh cinta.
"hallo pa, Elina jemput ya.., ini Elina sudah ambil tas di Aula, papa dimana?,"
Begitulah, sedikit percakapan suara, yang di dengar Arkana. Sebelum Elina meninggalkan aula, pergi dari sekolah.
Elina sama sekali, tidak mengucap terimakasih. Kepada Arkana, terlebih dahulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Cute Girl
boom like
2021-04-29
0
Toshio Inge
antara kasihan dan jatuh cinta 😍😎
2021-04-28
0
akun nonaktifkan
5 like dulu ya, semngat 😁👍
Mampir karyaku ya, sekalian like, dan rate 🥺🙏🏻
Pasti aku selalu mampir karya mu kok, kalau ada kamu komen eps dikaryaku😆
Tunggu aja🙏🏻
2020-07-31
0