13. UKS (Ucapan Kesaksian Si Arkana)

Di pergantian pagi hari, sudah mulai menjadi siang. Arkana berlari sambil menggendong Elina, berada pasrah di pundaknya tersebut.

Terik matahari, seakan tidak memberi kasihan, pada dua insan. Telah berjuang, menempuh nilai ujian praktik olahraga.

Lalu lalang sepedah motor, hanya memandang kasihan, tanpa memberikan tumpangan.

Bahkan semua mengira, Arkana dan Elina, hanya mengambil kesempatan berpacaran. Pda saat pelajaran di luar sekolah.

Arkana semakin panik, merasa Elina tidak bersuara, berucap kata sama sekali.

Kuncir rambut, perempuan cantik itu, kadang menyapu wajah Arkana. Peluh keringat keduanya, sama-sama mengucur deras.

"Li, loe bicara apa gitu kek?? biar gue nggak ngerasa khawatir," ucap Arkana di tengah kakinya berlari.

"Li, loe nggak papa kan? Li, jawab gue dong,"

"Li, loe dengerin gue nggak sih?? itu bisa nggak, mulut cerewet loe bicara satu patah kata,"

"gue takut loe mati Li," kata Arkana.

Dirinya semakin kebingungan, tak mendapati jawaban, tak ada respon, dari Elina.

"Anjaay Arkana.., gue masih hidup kali," Ucap Elina.

Perempuan cantik itu, tiba-tiba menjitak kepala Arkana.

"Ehh kirain gitu loe, asli gue takut Li, loe kenapa-napa?,"

"bisa-bisa gue yang jadi saksi, kalo loe kenapa-napa?," Arkana mempercepat larinya.

Teman-teman Arkana Elina sudah terlihat, mencapai garis finish.

Semua belok dari pertigaan lampu merah, di depan pintu pagar, sudah ada Pak Firman membawa lembar nilai.

Catatan timer, para murid-murid telah sampai. Di catat rapi oleh Pak Firman, berdasarkan waktu.

Wajah Arkana, hampir semua, di kucuri keringat. Begitu deras, tenaganya habis untuk hari ini.

Bagaimana tidak, Arkana menempuh lari sepanjang 2 km, sebanyak 2 kali.

Belum lagi Elina, yang tak berdaya di atas gendongan pundak, menambah beban Arkana. Menguji betul, kebugaran tubuh, Arkana.

"Li, gue turunin loe disini ya?, biar nggak kelihatan Pak Firman ya,"

Arkana menurunkan Elina.

"Heem, bisa kok, tinggal sedikit aja," jawab Elina.

Mata Elina, memperjelas trotoar, tempat dirinya berdiri.

"Gue tinggal ya.. bisa kan loe,"

"Iya bisa," Anggukan Elina menyertai.

"Takut, kalau Pak Firman tau, gue bantuin loe, nanti nilai loe remidi," ucap Arkana memberi alasan.

Arkana menurunkan Elina, di jarak lari, yang memang jarak larinya, tinggal sedikit lagi dari sekolah.

Niat baik laki-laki tampan itu, sering tidak mendapatkan perhatian dari Elina.

Padahal Arkana, selalu membantu Elina dalam keadaan apapun.

"Li, ayooo," Arkana melambaikan tangan.

Dia melihat, Elina jauh dari pandangannya.

Walau kakinya berlari ke depan, kepala Arkana intens mengecek Elina, berada di belakangnya.

Seragam olahraga abu-abu milik Arkana, sedikit tercium parfum Elina, tak sengaja menempel, di gendongannya tadi.

Akhirnya Arkana sampai di menit paling terakhir, dia menjadi murid laki-laki terakhir yang sampai di sekolah.

Kapan lagi, Arkana kalah dari teman perempuan, bertubuh gemuk yang sering dia ledek.

"Tumben Arkana,"

"Kamu yang paling depan lo, kamu ketiduran apa gimana ini?," sindir Pak Firman.

Guru itu,terlihat kecewa pada Arkana. Padahal Arkana selalu menjadi andalan.

"Hehehe, kurang enak badan pak, jadi agak lemas," jawab Arkana.

"Jangan di banyakin keluar, kalau sudah tau mendekati ujian seperti ini,"

"Kalau nilai kamu jelek gini, siapa yang nyesel? kamu sendiri kan," Pak Firman menggerutu.

"Hehehe, iya pak maaf,"

Arkana menggaruk kepala, sama sekali tidak gatal, tidak ada ketombe.

"Ini juga Elina, kenapa baru sampai?,"

"Masak kamu kalah sama Dea, ini gimana sih nak?," ucap Pak Firman mulai kesal.

Guru bujang tersebut meng geleng kepala, kesal terhadap Arkana juga Elina.

"Maaf Pak, saya kurang enak badan," Elina melumasi bibir keringnya.

"Kamu ini, janjian sama Arkana? kok sakitnya bisa barengan,"

"Saya sakit panas pak," ucap Elina.

"Kalau Arkana, sakit gilanya nggak sembuh-sembuh hehe," kata Elina tertawa.

"Arkana itu emang ada-ada aja,"

"Sudah, sudah, ayo masuk semua," ajak Pak Firman.

Bisa-bisanya, laki-laki yang menggendong Elina sejauh itu, beralasan ke Pak Firman, dirinya sedang sakit.

Rasanya Elina tertawa sendiri, melihat kelakuan Arkana.

"*Apa'an sih Li? Ketawa gara-gara Arkana, nggak lucu banget" Batin Elina.

Dia kemudian, merubah wajahnya tidak tertawa lagi*.

Pak Firman membersamai Elina masuk ke dalam sekolah. Kaki Elina semakin berat memijaki bumi, matanya berkunang-kunang, serta kepalanya sangat terasa pusing.

Pak Firman membelokkan diri, ke ruang TU, sedangkan Elina berjalan kembali ke arah kelas, pelan-pelan.

Kebetulan, suasana lapangan sekolah sepi, anak-anak kelas XI - IPS 1, sudah mulai mengganti pakaian olahraga mereka.

Hanya tinggal Elina, Arkana yang baru saja sampai.

"Elina, loe yang paling akhir ya berarti?," tanya Arkana menghampiri Elina.

"Iya, harusnya kon (kamu) itu yang dibelakang? gak bisa ngalah sama cewek," ucap Elina masih memarahi.

"Yok opo sih? (gimana sih?), haruse kon ngomong kawit mau rek (harusnya kamu ngomong dari tadi rek)," jawab Arkana.

Mereka berdua, fasih berlogat bahasa Surabaya.

"La emang kon ae ta sing lali, aku yo lali, (La emang kamu aja ta yang lupa, aku juga lupa),"

Elina menyesali, kenapa Arkana yang tidak berada paling belakang.

"Arkana, kok loe bisa jadi 2 sih?," kata Elina merubah suasana.

"Apa'an sih? gue ya cuma satu Li," Arkana memandang aneh Elina

"Bruuuuuuukkkkkk.." (Elina terjatuh)

Tangan lemasnya menggenggam lengan Arkana, sebelum akhirnya Elina terkapar di lantai.

Bocah laki-laki, yang sudah dari tadi khawatir, terhadap Elina. Memuncak kembali, kekhawatiran Arkana.

"Li, bangun Li," Arkana mengerak-gerakkan kepala Elina.

"Dia pingsan beneran ini,"

Tangan Arkana mengecek nafas Elina.

Tanpa banyak bicara, Arkana membopong Elina masuk ke dalam ruang UKS.

Kakinya lari, hanya beberapa langkah, menjangkau ruang UKS.

Sama sekali, tidak ada teman kelas Arkana, yang melewati lapangan, setelah berganti baju.

Bahkan Kia, Anggi juga tidak mencari, atau menanyakan sahabatnya hari itu.

Arkana masuk ke dalam ruang UKS, membaringkan tubuh Elina, di atas kasur berada di UKS.

Tangan Arkana, mengambil minyak kayu putih, membantu Elina, membuat sadar dari pingsan.

Mata perempuan cantik itu, masih tertutup rapat.

"Li, Elina, bangun Li,"

Arkana menggosokkan, minyak kayu putih, di pelipis mata Elina.

"Li, sadar dong,"

Tangan Arkana, menyapu hidung Elina, di lumuri, cairan minyak kayu putih.

Beberapa bagian tubuh Elina, di hangatkan Arkana, dengan minyak gosok.

Ternyata masih saja, tidak berhasil menyadarkan. Arkana semakin gugup, mendapati nafas Elina, kadang hilang dan timbul.

"Aduh.. gue harus lakuin apa ini..?," gumamnya.

Arkana menggosok tangan Elina, namun tidak ada perubahan.

"Li, loe bangun dong, sumpah bercanda loe nggak lucu," ucap Arkana.

Dia mengecek kembali, nafas Elina masih pelan, masih kadang tidak ada.

Bingung apa yang harus di lakukan, tanpa pikir panjang, Arkana menutup hidung Elina.

Di tangan kanan, Arkana memeluk Elina khawatir. Tangan kirinya, menutup lubang hidung, murid cantik tersebut.

Arkana mem bungkuk kan tubuh, memberikan nafas buatan, ke arah Elina.

Elina sedang terkapar lemas, bibir lembut Arkana, mulai menyentuh bibir Elina. Sangat lembut, saling menyatu.

Tiba-tiba, Arkana membayangkan, Elina bangun. Menampar dirinya, seperti di film sinetron, biasa di tonton papa Arkana.

"Mmmb....,"

Bibir Arkana, memberi nafas buatan.

Elina tetap tidak bangun, semua membuat Arkana bingung, ingin lari dari kepanikan.

Dirinya kembali, memberikan bantuan, meniup nafas buatan, di bibir lembut Elina.

"Mmmbbb....,"

Bibir Elina, berkali-kali di cucup agar segera sadar. Arkana lelah, dan mendudukkan diri.

"Li, meskipun loe anaknya cuek, ngeselin, entahlah kadang gue ngerasa pengen selalu ngelindungin loe,"

"Cuma kadang loe berubah kayak tanos, jadinya gue takut?" gumam Arkana.

"Sebenernya apa sih Li, yang ngebuat loe, benci banget sama gue?, kalau cuma gara-gara gue suka piket ngehapus papan tulis aja,"

"gue siap kok piket ngepel, atau bantu anak-anak," ucap Arkana keluar dari mulut

"Itu kan Li, yang sering loe permasalahin selama ini? Ahh entahlah Li, gue bingung nga depin loe?? pake cara gimana?," suara Arkana.

Nafas Arkana memburu cepat, dia sendirian di UKS, mengajak bernostalgia. Mengeluarkan semua isi hatinya.

"Papa sama mama loe aja peka, gue cocok jadi mantu idaman,"

"tapi sayang, anaknya tingkat kepekaan nya nol persen," gumamnya.

Arkana menyesali, Elina tidak pernah sadar. dirinya mencintai Elina, tidak ada kepekaan, juga tidak ada respon.

Suasana hening UKS, membuat alasan timming'nya pas untuk Arkana. mengeluarkan uneg-uneg, membagi perasaannya.

Dia hanya berani, hanya mampu di lontarkan, saat Elina pingsan. Sesekali tangan Arkana, mencoba lagi menyadarkan Elina.

Di lihati perempuan cantik, dahinya masih menyisakan keringat, tangannya terkulai lemas.

Arkana kembali mengingat lagi, bagaimana manjanya Elina, bagaimana Elina memeluknya, saat di Perpus maupun di Lorong sekolah.

Semua tergambar, saat Arkana memandangi wajah Elina.

"Pokoknya gue harus berhasil, jangan sampai Pak Firman yang ngasih nafas buatan ke Elina," gumamnya berbicara sendiri.

Arkana mencoba lagi, memberikan ciuman lebih tulus, dan nafas buatan yang kuat.

"Mmmmpph..." suara bibir Arkana.

Bibir Elina masih sama, terasa lembut, terasa sedikit kering. Hanya kecemasan Arkana, mulai memenuhi pikiran.

Bunyi jarum jam, menjadi teman, menjadi saksi. yang melihati Arkana, memberi nafas buatan.

"Uhukkk.. Uhhuuukk.."

Elina menyadarkan diri.

Arkana justru langsung berlari, meninggalkan Elina, pergi ke ruang kelas memanggil Anggi.

Kia ataupun Anggi, mereka salah satu teman terdekat Elina. Tubuhnya lari, secepat kilat, mencari Kia.

Sampai sekarang, seragam Arkana belum di ganti.

"Kia..., Elina pingsan, dia ada di UKS," ucap Arkana menghampiri.

"Seriusan loe Arkana?? pantes aja, dia gue tungguin, nggak muncul-muncul," kata Kia.

Kia takut, menjadi korban kejahilan Arkana.

"Tapi, beneran kan Arkana?," ucapnya memastikan.

"Gue serius..,"

"Mending loe samperin, dia udah sadar kok, tadi gue udah bawa dia ke UKS, waktu pingsan," jawab Arkana.

Laki-laki itu, baru mau mengambil seragam gantinya.

"Ya udah, makasih Arkana,"

"Anggi... ayo temenin gue ke UKS" Kia mengajak Anggi ke UKS.

"Iya iya.., haduh kasihan rek si Elina," ucap Anggi.

Kia dan Anggi berlari keluar, mencari jalan ke arah UKS.

Sementara Nadhine, mendengar itu semua, memandang tidak suka, jika Arkana membantu Elina.

Nadhine berencana, memberi tahu Giska. Dimana dia yakin, Giska belum mengetahui kejadian tersebut.

Terpopuler

Comments

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

next

2020-09-25

0

Ana safriana Tarmizi

Ana safriana Tarmizi

⚘⚘⚘⚘

2020-06-10

0

Bintun Arief

Bintun Arief

Singkatan unik heheh... hay, aku datang bawa like disini dan disana 🤗

2020-06-03

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!