Menggunakan mobil pinjaman Miss Nilna, Arkana megendarai mobil dengan begitu handal. Lajunya kencang, menyalip kendaraan.
Biasa nya laki-laki berambut lurus tersebut, memang sering menggunakan mobil ke sekolah, akhir-akhir ini.
Suasana jalan, sangat terasa lenggang dari mobil pribadi. Biasanya lebih cepat mengular di jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo.
Terik panas matahari, luar biasa terlihat dari kaca mobil, yang tidak sanggup di tembus sinarnya. Semua terbakar, membakar seluruh gedung-gedung besar.
Arkana melihati Elina, daritadi perempuan itu, hanya menyandarkan tubuh pada jok mobil. Pangkuan tas Elina tetap berada di atas paha.
Dengan tangan kiri, Elina menyandarkan diri. Mungkin karena masih pusing , sebab sama sekali meminum obat.
"Arkana, gue pengen muntah," ucap Elina.
"Ja-jangan sekarang dong Li, ini mobilnya Miss Nilna, bisa gawat nanti."
"Perut gue kembung Arkana, dari tadi pengen muntah, tapi nggak bisa."
"Ta-tahan ya Li, ini mobil Miss Nilna soalnya, kalau ini mobil gue, loe juga tetep nggak boleh muntah di dalam mobil."
"Jahat banget loe, awas aja kalau besok gue jadi dokter,"
"Pas loe sekarat.. gue gak bakal nolongin loe," gerutu Elina memukul lengan kiri Arkana.
"Seharusnya Li, loe koreksi dulu cita-cita loe itu, kalau ada dokter semacam loe, kelihatannya rumah sakit bakalan sepi, hahaha."
"Seumur-umur dari gue kecil, semua dokter itu pasti ramah-ramah. kecuali pegawai puskesmas, emang biasanya judes, Masyaallah," jawab Arkana.
Dirinya menggelengkan kepala.
"Istighfar loe aja, udah kayak cucunya Habib Syeikh."
"Gue bakalan nerima praktik, kecuali nama pasien bernama Arkana Herald Bathara Ardani," bibir Elina manyun mengatakan.
"Gue kira loe nggak hafal nama gue hahaha," ucapnya. "ternyata gue salah, loe perhatian juga ya Li," lanjut Elina.
"Gitu udah loe bilang perhatian, emang dasar loe haus perhatian, padahal banyak cewek yang perhatian sama loe."
"Tapi jarang jarang, ada perempuan jutek kayak loe, yang tau nama gue.. dan sedikit cantik sih,"
"Ingat ya, loe cuma sedikit cantik," Arkana memberanikan diri memuji Elina.
"Biasa aja," ucap Elina.
"Emang dasar, arek wedok, gak iso di puji sitik ae..(emang dasar ,anak perempuan, gak bisa di puji,sedikit aja.)"
Logat bahasa Surabaya Arkana keluar.
Arkana tadinya fokus menyetir mobil, memandang sebentar, ke arah Elina. Perempuan cantik tersebut, menyandarkan kepala di pintu mobil, memejamkan kedua matanya.
Benar sangat, panggilan Arkana tidak di hiraukan karena Elina ter tidur. Apalagi alunan music sengaja di putar Arkana. Mengantar Elina bermimpi.
Alunan musik, dari maestro handal, Fiersa Besari - Waktu Yang Salah. Keluar memenuhi, suasana di dalam mobil.
Perasaan Arkana melanda hebat lagi, nyali laki-laki yang di miliki, ingin sekali mengungkapkan jika dirinya, memendam rasa pada Elina.
Mobil warna abu-abu keren, belok memasuki gerbang pintu utama Perumahan Absolute Palace. memberi senyum pada satpam penjaga, perumahan itu.
Mata Arkana mengarah, pada rumah besar berpagar putih. Rumah itu sempat di beritahukan Elina, sebelum ia terlelap di dalam mobil.
Mesin mobil, kini sudah tidak terdengar. Arkana mematikan, mobil matic yang di kendarainya. kontak mobil, sudah masuk di saku baju Arkana.
Dia mencoba membangunkan Elina, yang masih berseragam olahraga. sedangkan Arkana, sudah sempat ganti seragam biasa, berwarna putih abu-abu.
"Elina, kita sudah sampai."
"Li.., Elina," ucap Arkana berbisik.
Dirinya berbisik, pada telinga kanan perempuan itu. Tetapi sayang, semua kurang berhasil, membuat Arkana turun keluar mobil.
Dirinya berlari, menuju pintu yang di sandari Elina. Perlahan tapi pasti, Arkana sangat berhati-hati saat membuka pintu. Yeee.. dan akhirnya Elina terbangun.
Tubuh lemas Elina, masih belum kembali sepenuhnya. Apalagi ia sempat ketiduran, di dalam mobil. Membuat perempuan berkuncir rambut itu, masih setengah tidak sadarkan diri.
"Gue gendong aja ya."
"Huum..," jawab Elina tak sadar.
"Leher dan tangan loe panas banget Li"
Arkana merasakan, tangan yang melingkar di lehernya, seperti bara panas.
Elina banyak diam, mungkin karena tubuh yang sudah tidak fit lagi. Siang itu, kemudian Arkana membopong masuk, Elina ke dalam rumah.
"Assalamualaikum tante, om," Arkana berteriak di depan pintu pagar
"Tante.. Om ... Assalamualaikum,"
"Kok nggak ada suara yang nyahut," gumamnya sendiri.
Arkana mengangkat kepala tinggi-tinggi, di atas pagar tidak ada tanda-tanda manusia hidup. Aktivitas di rumah Elina juga terlihat kosong.
"Kuncinya di dalam kotak, mama papa belum pulang Arkana," suara pelan Elina memberi jawaban.
"Ouh gitu ya, oke deh.. gue ambil,"
"Mana ini, bolongan gemboknya? susah amat," dia merasa kesulitan.
Laki-laki itu merasa kesusahan, karena Elina berada di gendongan tubuh. Memaksa satu tangan Arkana membuka gembok, tanpa bantuan.
Setelah berhasil, membuka pintu pagar. Ia kemudian jalan, melepas sepatu olahraga miliknya. Pintu rumah tidak terkunci, semakin mempermudah Arkana untuk masuk.
Terlihat banyak lukisan mewah, di ruang tamu rumah Elina. Itu karena hobby papa Elina, mengkoleksi lukisan-lukisan berumur tua. Serta barang antik yang di miliki.
"Li, rumah loe sepi banget."
"Papa loe kerja, kalau mama loe dimana?,"
"Ini yaa.. kamar loe," Arkana memasuki kamar, bernuansa biru abu-abu di dalam ruangan.
"Kepala gue pusing banget Arka, hik.. hik.," rintih Elina, saat di tidurkan ke ranjang.
"Ya ya bentar.. gue ambilin air minum ya.. biar panas loe mereda," ucap Arkana.
"Air hangat aja Arkana, biar cepat sembuh."
"Iya, tunggu sebentar ya Li."
Arkana berjalan mencari dapur, Di rumah yang baru saja, sekali dia datang ke sini. Tidak terlalu susah mencari dapur dirumah itu, semua sudah terlihat.
Mini bar kecil, menghadap taman belakang rumah Elina. terletak dispenser, lengkap dengan galon air. Kitchen shet di rumah Elina, juga terbilang cukup besar.
Arkana mengambil segelas air hangat, semua permintaan Elina. Kadang saat ia lupa, Arkana menyentuh gelas bagian air hangat. Terasa tangannya kesakitan.
"Elina, ini airnya..," Arkana masuk ke dalam kamar.
"Li, ini airnya," ucapnya mengulangi.
"Elina.....," Arkana berbisik pelan di telinganya lagi.
Perempuan cantik, sedang memiringkan tubuh, membelakangi Arkana berdiri. menyisakan rambut hitam, yang hanya bisa di pandang.
Tangan Arkana, mengarahkan gelas air hangat di atas meja, sebelah lampu tidur di ranjang kamar. Tatanan ruangan pada kamar, perempuan cantik sekelas Arkana, sangat rapi dipandang.
Lemari panjang di sebelah kaca jendela kamar, serta set TV gantung, berada di depan ranjang kamar Elina. AC yang berada di atas kusen jendela kamar, tidak luput dari pandangan Arkana.
"Elina, minum air hangatnya dulu biar mendingan," bisik Arkana di telinga lagi.
"Li, Elina....,"
"Dia bener-bener nggak bangun," Arkana berjalan ke arah ranjang.
Laki-laki masih menggunakan seragam SMA, lengkap dengan dasi melingkari leher, membisik lagi ke arah Elina.
Wajah Elina tertidur pulas, berani memegang dahi Elina. Ia merasa, ternyata suhu tubuh Elina, masih panas.
"Elinaa.. itu air hangatnya,"
"Elina he Elina..," kata Arkana tengkurap di samping Elina.
Gagal membangunkan Elina, tubuh Arkana tengkurang, di sebelah Elina. Sangat terasa lega, saat menumpang rebahan diatas ranjang. Sembari memandang Elina tertidur lelap.
"Elina, loe itu cantik banget ya ternyata, kalau nggak ngomel-ngomel. wajah loe cantik, mirip kayak mama loe."
Arkana membatin, sembari memandangi perempuan, ada di sampingnya. Lelap nya tubuh Elina, semakin mempercantik wajahnya, tanpa mulutnya yang cerewet.
Bibir lembutnya menyatu atas dan bawah. Bulu mata yang di miliki Elina, terbalik cantik.
"Mama.., badan Elina sakit mahh.."
"Ha??," Arkana terkejut.
Dia melihat Elina, mengigau memanggil mamanya. Perempuan cantik tersebut, terdengar sering merintih, di barengi igau'an pada bibirnya. Suhu tubuh hangatnya terasa hingga tubuh Arkana.
Tiba-tiba, Elina memeluk erat Arkana tanpa sadar. Tangannya melingkar di leher Arkana, jarak antara hidung mereka hanya sekitar 2cm saja. Wajah Arkana tertegun, mendapati kejadian tidak sengaja yang di lakukan Elina
Nafas yang keluar dari hidung Elina, meniup pori-pori hidung laki-laki tampan yang tengkurap di sebelah Elina pas. Semakin lama, hidung Elina menyentuh pipi Arkana, namun tidak untuk bibirnya.
Sedangkan Arkana, kepalanya yang terkunci miring. Memandang cantiknya Elina, tidak lagi bisa memutar gerakan, karena pelukan Elina.
Peluh keringat di wajah Elina sudah kering, karena udara AC keluar, dari arah jendela. Matanya tetap memejam.
Lagi-lagi, Elina semakin memeluk erat, kepalanya di sandingkan pada wajah Arkana, yang dikira adalah Mama Elina. Kejadian dirumah Elina, membuat dag dig dug perasaan Arkana.
Bagaimana nanti jika om dan tante, mengetahui Arkana serta Elina di dalam kamar. Arkana membatin ketakutan. Padahal awalnya, dia hanya berencana membangunkan Elina.
"Peluk Elina mah.., Elina sakit," gumamnya manja.
"Aduuuhh.. manja banget anak ini," Arkana membuang nafas kesal.
"Mamaaa....," rengek Elina semakin mempererat pelukan.
Arkana mencoba berani, melingkarkan tangan kanan, diatas pinggang Elina. Tenyata, pelukan Arkana, masih terasa tidak puas di wajah Elina. Ia semakin lagi dan lagi, Elina memepetkan tubuhnya ke arah Arkana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Ms. Kepo
gimana klu elina sadar thor?
2020-07-20
0
Epron Putra
crita nya seru bngt
2020-06-02
0
🗼࿈ᴸᵒᶠ⃟Bɪᴇ
haii kaka
2020-06-02
0