Rival SMA

Rival SMA

1. Absen Baru Kelas XI IPS 1

Seperti pagi biasa di hari Jumat, Elina selalu datang lebih awal. Lari kecilnya cukup cepat, hanya beberapa langkah, hanya hitungan menit, dia sudah sampai di lobby sekolah.

Semua dilakukan Elina bukan tak beralasan. Dia berharap lebih dulu datang, lebih dulu masuk, dan tidak mau Arkana mendahului.

Arkana adalah murid tampan. Bintang sekolah, serta atlet olahraga yang diperhitungkan. Banyak mata di sulap terkesima, semua bibir berdecak, melihat aksi Arkana bermain basket.

Sayang, Arkana justru menjadi rival Elina. Sejak duduk di bangku SMA, keduanya saling menjadi lawan, tak mau kalah satu sama lain.

"Cepat cepat.. nanti keduluan si kupret itu datang," tutur Elina pelan memasuki ruangan.

Rambut Elina nampak belum sepenuhnya kering, dari keramas nya di pagi hari. Sedikit terurai dan menembus baju seragam nya.

Kulit Elina putih, terlihat sangat kontras dengan jam tangan biru tua. Kaos kaki putih yang menyamai warna kulit, serta tas selempang motif monokrom.

Kaki mengajak Elina masuk kedalam.

"Eh, loe dateng pagi pagi lagi??," kata Arkana.

Kata Arkana "Udahlah Li, selamanya gue juga tetap bakalan piket, ngehapus papan tulis".

Arkana terlihat menghapus papan tulis, tangan nya menyapu sisa tulisan tangan, contoh kolom yang dibuat Pak Firman, juga di bersihkan tak tersisa.

Elina melirik sinis ke Arkana, telinga nya tidak memperdulikan, kaki nya tetap berjalan, membiarkan ucapan laki-laki berhidung mancung tersebut.

Di ambil nya sapu, salah satu barang inventaris kelas. Dipojok ruangan, dekat dengan tempat duduk Arkana. Elina mulai menyapu ruangan, bangku demi bangku.

Perempuan cantik berambut panjang itu, begitu membenci Arkana. Dirinya merasa, karena sikap Arkana yang dirasa Elina begitu seenaknya sendiri.

"Pagi pagi habis keramas, emang loe habis sunah rosul?," tanya Arkana "sama siapa tadi malem??, " lanjutnya.

Pertanyaan Arkana, sama sekali tidak mendapati jawaban.

"Wahh iya ya.. tadi malem kan hari kamis malem jumat, aseek.. aseek..!!," ucap Arkana meledek.

"Sunah rosul ya akak?," kata Arkana. mengangguk- anggukkan kepala mengulangi ucapannya lagi.

Mendengar itu, Elina sebetulnya sudah lama gemas, sudah ingin membungkam mulut Arkana.

Julukan mulut neraka, yang diberikan Elina, sebab setiap hari, mengeluarkan kata panas penuh dosa, sangat ingin sekali di robek.

Sudah setahun lebih satu kelas, tapi selalu bermusuhan. Elina kesal, Elina benci, karena Arkana piketnya hanya menghapus papan tulis seumur hidup.

Kekesalannya semakin menjadi, rasa benci Elina bertambah mengakar dua kali, ketika dua teman perempuan Elina tidak ada yang menasehati Arkana.

Di jadwal piket, terdiri dari 3 perempuan dan 4 laki-laki. 2 perempuan itu, Naswa serta Dinda, begitu sangat menyukai Arkana. Sehingga hal apa saja, yang dilakukan Arkana seolah sah-sah saja.

Sudah bukan rahasia lagi, anak-anak disekolah mengelu-elukan murid tampan didalam kelas tersebut. Termasuk kelas IPS, dimana Arkana memilih jurusan.

Terlebih laki-laki blasteran Prancis Indonesia itu, paling famous se angkatan Elina. Lain dengan anak laki-laki, tidak menasehati, hanya berani dibelakang membicarakan Arkana.

"Piket loe tiap hari itu hapus papan tulis terus, kasihan sedikit napa sama anak-anak yang lain, bantuin bersihin atap kelas atau pel nih ruangan kan harusnya bisa, "  gerutu Elina.

Elina menyapu ruang kelas, mengembalikan posisi kursi, membanting keras ke lantai.

"Braak... Braaakkk..." (suara kursi kelas yang dikembalikan Elina)

"Banting banting kursi, bakat jadi tukang pande loe," jawab Arkana. sebelum mengambil tas, lalu meninggalkan Elina.

"Dasaaarr... kupret neraka yang lolos kedunia, mulut lemes kayak cewek," Elina meremas tangan kiri kanan.

Arkana bodo amat, siswa laki-laki berprestasi dibidang olahraga itu, memasang wajah cuek. Pergi ke kantin, dengan rangkulan tangan teman jurusan lain.

Perempuan cantik kelas XI IPS, Elina begitu membenci Arkana. Semua tau, mereka bermusuhan. Semua tau, mereka tidak pernah akur.

Yang menurut Arkana benar, dimata Elina dirinya selalu salah.

Dicap memiliki kebiasaan seenaknya sendiri, di tuduh kurang bijaksana sebagai ketua kelas, semua di alami Arkana.

Opini dari anak-anak yang kurang suka Arkana.

Arkana di bilang memanfaatkan, di bilang suka tebar pesona, jadi bintang sekolah cuma modal tampang, semua memupuk subur kebencian Elina.

**************************

Bel masuk jam pertama, sudah terdengar. gerombolan murid berebut pintu, semua anak-anak mendorong tak sabar, berlomba tidak mau ada dibarisan terakhir.

Anak-anak tadinya begitu asyik, menjadikan pelataran depan kelas sebagai tempat nongkrong. Mengibas sayap, kembali ke jurusan, amburadul hilang satu persatu.

Udara dingin dari pepohonan rindang, berusia puluhan tahun di lapangan, membuat suasana semakin sejuk.

Sekolah yang berkali-kali, mendapatkan penghargaan Adiwiyata. Mendominan warna hijau dedaunan, dimana-mana.

Tong pemisah non organik serta organik berdamping rapi, ribut angin dibuat riuh, dari pohon beringin besar pojok sekolah.

Tidak heran, jika predikat sekolah Go Green sebagai jargonnya. SMA N 28, adalah sekolah yang di lirik para murid berprestasi.

Pelajaran jam pertama, hari ini bahasa indonesia mapelnya. Bu Riana adalah wali kelas XI IPS 1, guru cantik yang juga sebagai pengajarnya.

Cantiknya sudah tergerus usia, perempuan paruh baya berkacamata, mengenakan atasan batik, masuk ke dalam kelas. coba tebak? ternyata itu, Bu Riana.

Ruang kelas terdengar gaduh, volume suara bising, teriakan maut anak-anak mulai terkendali. perlahan, semua mulai menjadi senyap, menjadi hening.

Langkah kaki Bu Riana masuk ke ruangan. Suara MP3 menggema keras, merubah ruang kelas, menjadi panggung orkes musik. Tiba-tiba sudah di mode diam oleh pemiliknya.

"Selamat pagi anak anak," sapa wali kelas ramah itu.

"Pagi bu....," jawab murid-murid serempak.

"Bu Riana mau mengumumkan, hari ini duduk kalian harus sesuai absen ya," ucapnya.

"Mengingat hal ini diberlakukan 2 bulan, sebagai uji coba sebelum UTS nanti berlangsung," lanjut Bu Riana.

"Iyaaa bu..," jawab kompak anak-anak.

Mereka para murid, sudah lebih dulu tahu, perubahan urutan UTS, mengajak otak pening, karena mencari patner baru. Untuk urusan contek-mencontek.

"Tetapi anak anak, tahun ini penghitungan absen tidak mengarah ke belakang, semuanya ke samping..!! kalian bisa mengubah tempat duduk, mulai dari sekarang," tutur Bu Riana.

Bu Riana menunujuk absen angka 1, di mulai dari depan meja guru, dilanjut menyamping, sesuai urutan absen.

"Dinda di sini..,"

"Naswa pindah sini..,"

"Arya kamu sini," ucap Bu Riana.

Arahan di berikan Bu Riana, anak-anak pusing mencari urutan, telunjuk tangan Bu Riana setia, merapikan tatanan absen.

Meski keluh kesah kebingungan mulai merayap keluar. Tapi anak-anak, mulai menemukan, di mana tempat duduk nya.

Pergantian urutan, perubahan baru tatanan kelas, mengombang-ambing anak-anak, atas konspirasi untuk mensukses'kan nilai mereka.

Sama seperti yang lain, Elina jalan santai menghitung nomer, 1, 2, 3, hingga absen 8 miliknya.

Setelah Aira, se usai Imelda, namanya Alishaa Elina Zahra terpampang.

Dua kaki Elina dipercepat, tubuhnya merebut bangku semula Nadhin, dia berlari ke deretan bangku nomor 2, di sebelah pintu masuk kelas.

"Eh Anggi.. kamu disitu, hey kita deketan hihihi...," Elina sangat senang.

"Mon.. ini jaket loe," suara Arkana.

Dia hendak melempar jaket Arya yang berada dibelakang Elina.

Bola mata Elina sontak terkejut. Kepalanya pening, kakinya linu, mendapati suara Arkana didepan bangku, satu deretan dengannya.

Bak dentuman neraka, memanggil para iblis, di kepung dajjal, semua didengar jelas Elina, saat Arkana memanggil Arya.

Alisnya tiba-tiba menyatu, bibir mungilnya maju 5cm, ingin mengadu pada Tuhan, atas ketidakadilan ini. Mengetahui Arkana berada di depan bangku Elina.

Sorot mata Elina terlihat menyimpan benci, bibir mungilnya, mulai digigit kedalam secara kesal.

"Heh kasih pakai dua tangan apa nggak bisa sih?? main lempar-lempar," kata Elina.

Dirinya mengambil jaket, memberikan kearah Arya.

"Udah kayak film SHIVA aja loe..!! sok jagoan, baperan amat. cowok mah wajar," Jawab Arkana.

Arkana kesal, lalu memajukan kursi duduknya, enggan tertempel meja Elina.

"Iya wajar, tapi kalo loe yang ngelakuin, jatuhnya malah kurang ajar," gerutu Elina.

Ternyata, Elina juga menarik kesal, mejanya jauh ke belakang.

"Sudah sudah, Elina dan Arkana. kalian ini kapan akurnya?? ada aja yang dipermasalahkan," tutur Bu Riana.

Bu Riana sudah hafal kebiasaan mereka.

Elina menggerutu kesal, hatinya dongkol besar, gara-gara perubahan penghitungan absen.

Tidak urut ke belakang, tidak asyik anak-anaknya, membuat kesal harus bertemu Arkana.

Bahkan suasana sunyi, tidak ada tegur sapa, tidak ada obrolan, dideretan Arkana Elina. Semua juga tidak mengubah, keinginan mereka untuk mengobrol seperti yang lain.

Jika banyak anak kembali melakukan pdkt, menjalin kerjasama, membuat teman baru untuk berbagi contekan.

Elina dan Arkana, justru sibuk dengan ponselnya masing-masing. Karena pelajaran, tidak kondusif.

Lelah memainkan ponsel, Arkana beranjak dari tempat duduknya. Dia pergi kearah teman laki-laki, yang bergerombol di belakang pojok kelas, membuat sebagai markas mereka.

"Naswa kamu pindah sini ya..!! aku yang disitu, nanti kalau Bu Riana sudah pergi," bisik Elina.

Elina menutupi wajah sampingnya, menggunakan modul, menghindari Bu Riana.

"Iya ya, bentar sabar kamu situ aja dulu," jawab Naswa bahagia.

"Maless tau ah.. deketan duduk sama Arkana," Elina melirik kebelakang.

Setelah mengemas buku, Bu riana pergi meninggalkan kelas. Sambil menunggu guru matematika, bernama Pak Wandi masuk kedalam kelas.

Elina berjalan mengambil arah ke tempat duduk Naswa. Sedangkan Arkana, dia hanya memandangi Elina. Dari kejauhan, berjalan pindah tanpa berkata apa-apa.

"Si Elina mau ngapain lagi sih ? Kelakuannya selalu aja ngebuat kesel," Arkana membatin.

Naswa begitu sumringah, dirinya bahagia, dengan tempat duduk yang dibagi Elina. Bisa dekat, bisa lebih intens mengobrol bersama Arkana.

Kemudian tidak berselang lama, Pak Wandi masuk kedalam kelas. Perintahnya didengar anak-anak, membuka modul, mengerjakan buku matematika halaman 32.

Hari ini suasana kelas terlihat kondusif, tidak ada bisik-bisik para siswa, semua begitu tenang, mengerjakan tugas matematika dibangku mereka masing-masing.

Arkana juga fokus mengerjakan modul, tetapi dia mulai kesal, rasanya fikiran tidak fokus, mendengar Naswa yang sedaritadi memanggil namanya.

"Arkana.. hey.. Arkana"

"Arkana...," panggil Naswa.

Tanpa henti, tanpa permisi, jemari tangan Naswa menjahili laki-laki tampan tersebut. Ditambah kaki Naswa, sering mendorong-dorong kursi Arkana dari belakang.

"Apa sih Wa..??," Arkana kesal.

kursi Arkan didorong Naswa berkali-kali.

"Nggak.. kamu nanti mau ke kantin bareng nggak?," tanya Naswa.

"Eehh.. atau kalau nggak gitu, ayo kita keluar beli makanan disebelah sekolah..!," ajak Naswa tak mendapati jawaban.

"Arkana.......," panggilnya lagi.

Arkana diam seribu bahasa, tak menjawab ajakan Naswa. Kekesalannya semakin merujuk pada Elina, kenapa memindahkan diri tidak sesuai absen.

"Ngapain sih, Elina pindah segala," batin Arkana.

Kekesalan Arkana sampai memukuli meja berkali-kali.

"Pak Wandi," panggilnya.

"Iya Arka, ada apa?," Pak Wandi berjalan ke arah Arkana.

"Saya mau tanya pak, kira-kira apakah yang dinamakan tanggung jawab?," tanya Arkana memancing perhatian anak-anak kelas.

"Memangnya kenapa Arkana?? kamu belum waktunya bertanggung jawab menghidupi anak orang lo..," jawab Pak Wandi.

Jawaban Pak Wandi justru memantik tawa anak-anak. Elina terlihat ikut tertawa dengan anak-anak.

"Hih malu malu'in.. pelajaran apa yang ditanyain apa??," batin Elina.

"Bukan gitu Pak, masalahnya Elina nggak punya tanggung jawab, harusnya dia yang tempat dibelakang saya tapi malah diganti Naswa," tutur Arkana dengan tidak senang.

Semula wajah yang tersungging senyum, berubah berganti menjadi terdiam malu.

Elina malu sekali, murid-murid memandang kearahnya. Semua tidak terkecuali, hingga Elina menutupi wajah dengan telapak tangan.

"Ouh.. kamu bilang saja ke Elina, jangan jauh-jauh dari kamu lah.. karena kamu nggak sanggup, dan ndak akan kuat," goda Pak Wandi.

Semua beruubah menjadi suasana tawa.

"Hahaha.. cieee.. ciiieeee..," anak-anak serempak menyoraki Elina dan Arkana.

Arkana sebenarnya malu, Elinapun juga begitu. Sialnya, hal tersebut mengharuskan Elina kembali kebangkunya semula lagi.

Tangan kiri dan kanan Elina memboyong tas, beberapa modul, dan kotak pensil, yang telah dikeluarkan saat pelajaran Pak Wandi.

Arkana pura-pura tidak tahu. Berdiam diri, seolah sedang tidak melakukan apa-apa.

Naswa juga nampak kesal, wajahnya ditekuk, dia memboyong malu, karena apa yang dilakukan oleh bintang SMA N 28 tersebut.

Terpopuler

Comments

Hafsah Bayhaqi

Hafsah Bayhaqi

sadiss

2020-11-19

0

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

Nyimak thor semangat 💪💪💪

2020-09-22

0

Sept September

Sept September

semangat kakakkkk

2020-08-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!