AKU SUKA PADAMU

Duduk sendiri di dalam kamar tidurnya, Amelie kembali menerawang saat Lydia datang secara tak sengaja ke minimarket tempatnya bekerja. Ia menarik nafasnya dalam, seakan ia akan kehabisan oksigen.

Pelanggan?

Amelie tak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Lydia. Ia merasa tak pernah menyakiti ataupun menjelek jelekkan Lydia. Bahkan pertemuan mereka sebelumnya pun, Lydia masih terlihat biasa, sikapnya masih baik.

Sejak dulu, tak ada yang mengenal dekat siapa Amelie. Hanya Abigail saja yang tahu persis bahwa ia adalah anak dari Axelle Williams, salah satu pengusaha dan pemimpin Black Alpha.

Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, memandang langit langit kamarnya. Lama kelamaan, Amelie pun akhirnya tertidur karena mengantuk.

*****

"Mel!!" teriak Abigail saat ia sampai dan melihat sahabatnya itu.

"Aku merindukanmu, Bi," ucap Amelie sambil memeluk Abigail.

"Aku juga. Aku sangat merindukanmu."

"Sepertinya, wajahmu semakin berseri seri. Apa hubunganmu dengan Handy sudah memasuki tahapan yang lebih?" Amelie menaik turunkan alisnya, menggoda Abigail.

"Mel!"

"Jangan malu padaku, Bi. Kamu pantas mendapatkannya. Aku bahkan sangat senang jika kamu segera menikah," goda Amelie lagi.

"Kamu ini benar benar ya. Aku baru sampai sudah kamu goda."

Amelie terkekeh, "Ayo kita ke apartemenku."

Amelie pun membawa Abigail menuju apartemennya. Hari ini ia sudah mengambil cuti, dan Harlan bersedia untuk menggantikannya. Untung saja besok Hari Sabtu, sehingga Amelie tak perlu memikirkan waktu kerjanya.

"Aku suka dengan apartemenmu ini, Mel," ujar Abigail.

"Ya, aku juga. Tidak repot membersihkannya," Amelie dan Abigail langsung tertawa, karena apa yang dikatakan oleh Amelie persis sama seperti apa yang ada dalam pikiran Abigail.

Mereka bercanda dan bersenda gurau, "Bagaimana kabar Mia, Bi?"

"Baik, hanya saja aku merasa dia sedikit aneh."

"Aneh? Aneh bagaimana?" tanya Amelie menopang dagunya.

"Kamu tahu kan, Mia itu ceria, periang, bicaranya begitu polos dan manja. Tapi saat kemarin itu aku bertemu dengannya, ia benar benar berbeda, wajahnya selalu terlihat serius, meskipun ia selalu berusaha untuk tersenyum. Aku melihat matanya berkata lain."

"Apa kamu bertanya padanya?" Abigail mengangguk.

"Tapi ia selalu mengatakan tidak ada apa apa, tidak ada masalah."

"Mungkin ia hanya sedang sibuk dengan kuliahnya. Kamu tahu kan kedokteran itu .... rumit, harus berhadapan dengan buku buku yang tebal. Aku rasanya lebih baik pingsan saja," ucap Amelie terkekeh.

"Oya, Bi. Kamu masih ingat dengan Lydia kan?" lanjut Amelie.

"Lydia? Tentu saja aku masih ingat. Bagaimana aku bisa melupakan seseorang yang marah dan kesal hanya karena kita bertanya mengenai perasaannya pada Mikael. Kenapa kamu tiba tiba menanyakan tentangnya?" tanya Abigail.

"Aku bertemu dengannya."

"Bertemu? Di mana? Di sini?" tanya Abigail dengan suara sedikit meninggi.

"Ya, di sini," Amelie menghela nafasnya pelan.

"Apa ada sesuatu, Mel? Wajahmu mengatakan sesuatu tidak baik baik saja."

"Apa ia masih sahabat kita, Bi?"

"Mengapa kamu bertanya seperti itu? Tentu saja tidak!" ucap Abigail kesal. Ia tak suka dengan sikap Lydia yang dianggapnya terlalu kekanakan.

Tiba tiba Amelie menangis di depan Abigail. Tak pernah sekalipun ia menangis, apapun masalahnya. Tapi ntah mengapa kali ini hatinya begitu hancur karena seseorang yang sudah ia anggap sahabat, bisa menganggapnya sebagai wanita yang tidak baik.

Abigail langsung memeluk Amelie, "Ada apa, Mel? Ceritakan padaku. Apa dia berbuat sesuatu yang menyakitimu? Katakan! Apa dia memukulmu, di mana?" Abigail langsung memeriksa tangan dan kaki Amelie.

"Di sini, Bi," tunjuk Amelie ke dadanya.

"Apa yang dia katakan?"

Amelie menceritakan semuanya tanpa ada yang ia tambahi ataupun kurangi, "Mulutnya perlu dicabein kayanya. Bener bener tuh mulut kayak nggak disekolahin."

"Sudah, Bi. Aku hanya tak menyangka ia bisa mengatakan hal seperti itu dan rasanya hatiku sakit sekali," ucap Amelie.

"Tapi ucapannya itu kasar, Mel. Aku yang bukan dirimu saja bisa marah seperti ini, aku yakin hatimu pasti sakit. Lalu, apa tanggapan temanmu itu?" tanya Abigail.

"Aku menyuruhnya pergi. Aku tak ingin dia banyak bertanya. Aku tidak tahu apa yang nanti dia pikirkan tentangku. Wanita murahan? Wanita malam? Wanita jalanggg? atau sebutan sebutan yang lainnya?"

"Sudah sudah, Mel. Jangan berbicara seperti itu. Bukankah kamu tidak peduli dengan perkataan orang?"

"Aku tidak peduli jika orang orang mengatakan aku berganti ganti pacar, tapi aku tidak suka kata 'pelanggan' yang keluar dari mulut Lydia."

"Apa aku harus menelepon Uncle Ax, agar membereskan wanita itu?" ungkap Abigail kesal.

"Jangan, Bi! Daddy tidak pernah tahu masalah ini. Aku tak mau membuatnya khawatir, kamu tahu kan apa yang Daddyku alami. Jika sampai hal ini sampai ke telinga Daddy dan berakibat buruk, aku pasti akan sangat menyesalinya."

"Tidak, Mel. Aku tidak akan mengatakannya. Kalau ada apa apa, ceritalah padaku. Jangan pernah kamu simpan sendiri. Jika nanti aku bertemu dengannya, aku sendiri yang akan menampar wajahnya, agar ia tak sembarangan berbicara."

Abigail memeluk Amelie erat. Ia merasa bahwa kedatangannya kali ini ke Italy adalah tepat, karena ternyata Amelie sedang sangat membutuhkannya.

*****

Weekend dihabiskan oleh Amelie dan Abigail dengan berjalan jalan bersama. Mereka makan, nonton, hingga bermain di pusat hiburan kota. Amelie sangat senang sekali, hingga dia bisa melupakan mengenai Lydia.

Hari Senin tiba, saatnya Amelie harus kembali bekerja. Semalam ia sudah mengantarkan Abigail ke bandara karena ia akan segera kembali ke Indonesia. Perusahaan Pranata tak bisa terlalu lama ditinggal.

"Aku pasti akan mengunjungimu lagi, Mel. Segera!" ucap Abigail saat mereka berpisah di bandara.

Amelie melakukan aktivitasnya seperti biasa. Ia sudah kembali menjadi Amelie yang biasa, keberadaan Abigail benar benar membantunya.

"Selamat pagi, anak anak," sapa Amelie saat ia memasuki kelas. Ia mengajari anak anak menggambar dan juga membuat kerajinan tangan. Anak anak begitu senang saat mereka membuat hiasan yang akan dijadikan gantungan kunci.

"Kalian bisa melanjutkannya di rumah ya, ajak Mommy dan Daddy kalian untuk ikut membuat. Lalu kalian bisa menggantungnya di tas kalian," ucap Amelie sambil mencontohkan.

Amelie segera melanjutkan aktivitasnya dengan mendatangi minimarket, "Hi, Kak!"

"Hi, Mel!" sapa Lilian.

Amelie langsung berganti pakaian dan membantu Lilian di meja kasir, "Mel, Jumat kemarin kamu izin? Apa ada masalah?"

"Tidak, Kak. Sahabatku datang, jadi aku harus menjemputnya di bandara."

"Oalahhh, aku kira ada apa. Tidak biasanya kamu meminta izin soalnya," ucap Lilian.

"Oya, Kak. Apa weekend ini aku bisa mengajak Sunny dan Elliot untuk pergi?"

"Tentu saja! Tapi, apa itu tidak merepotkanmu?"

"Tentu tidak, Kak. Mereka sudah besar dan mereka adalah anak anak yang baik. Aku ingin mengajak mereka ke taman kota dan menggambar di sana," jawab Amelie.

"Baiklah, aku akan memberitahu mereka nanti. Mereka pasti akan senang."

Pintu minimarket terbuka, dan di sana sudah berdiri Leon.

"Hi, Mel!"

"Hi, Leon!" Leon tersenyum melihat Amelie.

"Ada apa?" tanya Amelie pada Leon, "Kenapa kamu menatapku seperti itu?"

"Tidak boleh?"

"Tidak!" membuat Lilian yang melihatnya terkekeh.

Lilian pun masuk ke dalam untuk membantu Harlan menyusun barang di dalam rak.

"Apa kamu mau menemaniku makan malam?"

"Aku tidak bisa," jawab Amelie.

"Tentu saja kamu bisa. Titipkanlah minimarket sebentar pada rekan kerjamu."

"Tidak! Aku tidak bisa melakukan itu. Aku sudah biasa memesan online dan makan di sini," ucap Amelie.

"Ahhh, gagal lagi donk."

"Apanya yang gagal?"

"Mengajakmu makan malam," jawab Leon.

"Bagaimana kalau kita makan di sini saja bersama sama?" tanya Amelie, membuat Leon tersenyum dan mengangguk.

Semakin hari, hubungan antara Amelie dan Leon semakin dekat. Amelie sudah menganggap Leon sebagai sahabatnya, seperti Mikael dan juga Handy.

Suatu kali saat Leon menemani Amelie hingga jam tutup minimarket, "Mel, Aku suka padamu."

Amelie langsung menolehkan pandangannya ke arah Leon. Ia tak percaya dengan perkataan Leon. Saat ini mereka sedang menutup rolling door, benar benar tidak romantis sama sekali.

"Apa yang kamu katakan, Leon?" tanya Amelie sekali lagi.

"Aku suka padamu, Mel. Maukah kamu menjadi kekasihku?"

Dalam hati Amelie, kembali bergejolak perasaan antara menerima atau tidak. Jujur, ia merasa nyaman bersama dengan Leon. Perhatian yang diberikan Leon selalu membuatnya merasa nyaman. Tatapan matanya membuat jantung Amelie berdetak dengan cepat.

Apa aku juga menyukainya? - Amelie.

"A-aku?"

"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, Mel. Aku akan dengan setia menunggu," ucap Leon dengan tatapan yang benar benar membuat Amelie merasa berdebar debar.

Apa aku harus menerimanya? Aku ini hanya seorang penjaga jodoh. Jika aku menerimanya, setelah kami putus nanti ia akan menerima kebahagiaannya, cintanya. Tapi jika aku menolaknya, apa dia masih mau berteman denganku? wanita yang menolaknya ... dan apakah akan berdampak buruk untuknya? - Amelie.

Amelie tak ingin hal buruk terjadi pada Leon. Apalagi selama ini Leon begitu baik padanya. Sepertinya tidak ada salahnya jika ia menerima Leon menjadi kekasihnya, siapa tahu Leon bisa menemukan cinta sejatinya. Amelie tersenyum, sepertinya saat ini ia mulai percaya bahwa dirinya benar benar seorang penjaga jodoh, yang tak layak untuk mendapatkan cinta.

Terpopuler

Comments

sherly

sherly

ribet banget sih hidupmu.. terima aja si Leon KL emang dia ngk jdhmu ya sdhlah jd jompo lg... hahaha

2024-03-18

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!