CCTV

"Pagi, cantik!" sapa Amelie pada seorang anak kecil.

"Pagi, Miss!"

"Bajumu bagus sekali, banyak sekali bunga bunganya."

"Mommy membelikannya untukku," senyumnya.

"Baiklah, sekarang kamu masuk ke kelas ya cantik. Miss akan segera menyusul," anak perempuan yang baru berusia 5 tahun itu berlari kecil untuk menemui teman temannya.

Amelie memandang ke sekeliling, sebuah gedung sekolah yang tidak terlalu besar dengan halaman yang luas. Ia tersenyum. Kini ia menjadi seorang guru sekolah taman kanak kanak di Kota X, Italy.

Hari harinya dipenuhi dengan senyum dan tawa anak anak kecil. Teriakan dan tangisan sudah sering ia dengar. Namun, justru hal itu sangat membahagiakan untuknya. Hidupnya terasa lebih berwarna, tidak membosankan seperti dulu, saat ia harus meladeni laki laki yang hanya menganggapnya sebagai seorang penjaga jodoh.

Selesai dari mengajar, ia akan bekerja di sebuah minimarket tak jauh dari apartemen sewanya.

"Halo, sayang."

"Mommy!!" teriak Amelie saat ia menerima panggilan VC dari Vanessa.

"Sepertinya kamu bahagia sekali?"

"Tentu saja, Mom. Di sini sangat menyenangkan, apalagi saat bertemu dengan anak anak di sekolah," Amelie tersenyum dengan sumringah.

"Kapan kamu akan kembali?"

"Ya ampun, Mom. Amel kan baru pergi setengah tahun, masa sudah harus kembali. Biarkan Amel menikmati hidup seperti ini dulu, Mom."

"Baiklah, sayang. Mommy hanya bercanda. Melihatmu bahagia seperti ini, rasanya Mommy tidak perlu menyesal dengan keputusan Mommy dulu."

"Terima kasih, Mom. Amel sangat menyayangi Mommy."

"Jadi ... Sayang Mommy saja, Daddy tidak?" Axelle yang ada di sana, tiba tiba memunculkan wajahnya dengan cemberut di layar ponsel.

"Tentu saja Amel menyayangi Daddy juga, muah ... muah ...," mereka tertawa bersama.

"Apa kabar Azka, Mom? Aku tidak pernah melihatnya setiap menelepon Mommy ataupun Daddy."

"Ntahlah, sayang. Mommy bingung dengan sikap Azka belakangan ini. Pulang kuliah, ia langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci dirinya. Apa ia tidak menceritakan apapun padamu?"

"Tidak, Mom. Tapi nanti aku akan coba menghubunginya."

"Baiklah, sayang. Kabari Mommy selalu. I love you," ucap Vanessa yang kemudian memutuskan sambungan VC tersebut.

*****

Seperti biasa, Amelie harus menaiki sebuah bus untuk menuju ke sekolah tempat ia mengajar. Ia mengambil earphone dan memasangnya di telinga, kemudian memilih lagu yang ada di dalam ponselnya. Perjalanannya menggunakan bus memakan waktu sekitar 20 menit.

Sambil mendengarkan lagu, ia membuka aplikasi chat. Amelie tersenyum setiap kali ia membuka group chat nya yang beranggotakan dirinya, Abigail, Handy, dan juga Mikael. Tak ada Lydia di sana, ya memang tidak ada, karena ia keluar sendiri dari group tersebut setelah perbincangan terakhir mereka di kantin. Amelie menghela nafasnya pelan ketika mengingat hal itu.

Dari dalam sebuah taksi, seorang pria memperhatikan Amelie yang sedang memainkan ponselnya. Ia bisa melihat apa yang Amelie lakukan, karena Amelie duduk persis di sebelah jendela.

* Flashback on *

"Aku sudah bilang, Mom! Aku tidak mau!" Leon kini sudah mulai meninggikan suaranya.

"Sayang, usia kamu itu sudah 28 tahun. Sudah tepat untuk berkeluarga."

"Stop, Mom!"

"Leon!" Larry membentak Leon karena sudah berteriak kepada Miranda.

"Kalau Mommy mau aku menikah, sebaiknya menunggu sampai aku menemukan wanita yang aku cintai. Jangan pernah memaksaku!"

"T-tapi Leon."

"Dulu sudah pernah kukatakan bahwa aku tak akan pernah menyetujui perjodohan apapun yang Mommy siapkan."

Larry juga tak bisa memaksa Leon, meskipun ia juga menginginkan putra sulungnya itu untuk segera menikah dan memiliki keluarga.

"Tapi adikmu, Mikael, saja bersedia."

"Kalau begitu, nikahkan saja Mikael. Aku tidak masalah jika Mikael menikah lebih dulu. Sebaiknya aku pergi saja dari sini."

"Leon ...," Miranda berusaha memanggil Leon yang pergi ke kamarnya.

*****

"Vin, siapkan segera keberangkatanku ke Italy!"

"Apa di sana ada masalah?"

"Kerjakan saja! Aku sedang tidak ingin berdebat!"

Leon mematikan sambungan ponselnya dan menghela nafas dalam. Ia mengira Mommynya tak akan pernah memaksa dirinya lagi untuk menikah.

Keesokan harinya,

"Kamu mau kemana, sayang?" tanya Miranda saat melihat Leon menyeret kopernya.

"Aku akan pergi."

"Leon!! Tidak bisakah kamu menuruti keinginan Mommymu?" tanya Larry tiba tiba saat datang menuju ruang tengah. Ia sangat mencintai Miranda, sehingga ia tidak ingin Miranda bersedih.

"Sudah kukatakan aku tidak bisa. Apa Daddy mau menikah dengan orang yang tidak Daddy cintai?" tanya Leon.

"Daddy akan melakukan apapun untuk membuat Grandma bahagia."

"Saat ini Daddy bisa berkata seperti itu, karena sedari awal Daddy sudah mencintai Mommy dan Grandma menyetujui hal itu."

Leon kembali menarik kopernya untuk keluar dari kediaman keluarga Sebastian.

"Kali ini, jika kamu tetap memutuskan pergi, maka Daddy tidak akan menganggapmu sebagai putra Daddy lagi," ancam Larry.

"Baiklah jika Daddy berkata seperti itu. Aku rasa tidak ada yang perlu kukatakan dan kulakukan lagi di sini," Leon tetap memilih pergi dengan menarik kopernya. Suara deru mobil pun menghilang seiring kepergian Leon dari rumah keluarga Sebastian.

"Dad! kamu ini bagaimana?!" Miranda memukul bahu Larry, meskipun tidak akan terasa sakit.

"Bagaimana apanya?"

"Siapa yang menyuruhmu mengancamnya?"

"Aku kan hanya ingin dia mengikuti keinginanmu, sayang," Larry berjalan mendekat ke arah Miranda dan mulai menggodanya.

"Tapi kamu lihat, Leon benar benar pergi!"

"Dia pasti akan kembali. Mana mungkin dia bisa hidup di luar sana tanpa uang."

"Maksudmu?" Miranda menoleh ke arah Larry seakan bertanya.

"Aku akan memblokir semua kartu miliknya. Ia pasti akan segera kembali."

Plakkk ....

"Aduhhh, sayang. Sakitt ...," ucap Larry manja.

"Kamu mau membuat putraku sengsara ya di luar sana?"

"B-bukan begitu. Aku hanya ingin ia tahu bahwa mengikuti keinginanmu bukanlah sesuatu hal yang salah. Bukankah setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya."

Miranda akhirnya memutar tubuhnya, meninggalkan Larry, "Aku itu hanya bercanda padanya. Sekarang malah ia benar benar pergi. Hari ini kamu tidur di luar."

"Loh loh! Kok jadi aku yang salah sih, sayang? Kamu kenapa pakai bercanda segala? Kenapa aktingmu semakin lama semakin terlihat begitu nyata, hingga aku tak bisa membedakan mana akting mana tidak."

"Aku kan mengatakan itu nothing to lose, siapa tahu saat dijodohkan tiba tiba Leon mengiyakan, bukankah itu jackpot? Jadi kalau dia memang tidak mau, ya sudah."

"Lalu kenapa tadi kamu tidak menghalangi saat ia mau pergi dan mengatakan bahwa itu semua hanya bercanda?"

"Karena aku ingin melihat, kamu membelaku atau menentang keinginanku," Miranda kini terkekeh melihat Larry yang mulai mengacak acak rambutnya kesal.

"Kamu benar benar mengerjaiku! Lihat saja, aku akan membuatmu berteriak di bawahku! Tak akan kubiarkan kamu mengerjaiku lagi."

"Eh eh eh .... lalu bagaimana putraku?"

"Itu urusan nanti. Sekarang aku harus membuat perhitungan dengan Mommy anak itu dulu," Larry langsung menggendong Miranda ala bridal style dan membawanya ke kamar, kemudian mengunci pintu.

Setelah merebahkan Miranda di atas tempat tidur, ia kembali menuju pintu dan memasang sebuah pesan pada handle pintu yang berbunyi 'Yang mengganggu, melihat, mendengar, akan dipotong gaji. Tertanda, CCTV.'

* Flashback off *

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

ada² aja si papa larry 🤦‍♀️🤦‍♀️🤣🤣🤣🤣🤣

2024-04-28

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!