SAMPAI JUMPA

"Vin, bagaimana dengan perusahaan kita yang ada di Italia?" tanya Leon pada Alvin, asisten pribadinya.

"Semua baik dan masih terkontrol. Apa kamu berniat pergi ke sana?"

"Tidak, lagipula di sini lebih membutuhkan perhatian saat ini."

"Kamu benar."

"Lalu, bagaimana kerjasama dengan Mr. Jang? Apa kamu sudah mendapatkan kepastiannya?"

"Mr. Jang sudah kembali ke Korea. Aku juga sudah menghubungi asisten pribadinya. Mereka bilang akan mempelajari kembali proposal yang kita berikan dan akan memberikan kabar secepatnya."

"Baiklah. Kalau begitu aku mau pulang lebih awal. Hari ini Mommy mengadakan makan malam. Ikutlah, Vin," ajak Leon.

"Ishhh, tidak mau! Aku takut pada Mommymu itu. Miranda Sebastian ... mendengar namanya saja rasanya tubuhku ini bergetar," ucap Alvin bergidik ngeri, membuat Leon tertawa.

Leon tahu persis mengapa Alvin jarang sekali main ke rumahnya, apalagi kalau bukan sifat Mommynya yang selalu ingin menjodohkan setiap pria single yang datang ke rumah.

"Apa kali ini kamu akan kembali dijodohkan?" tanya Alvin.

"Tidak, tidak, bukan aku. Tapi Mikael."

"Whattt??? Mikael belum lulus kuliah, meski seharusnya sudah."

"Mikael memang masih suka bermain main, tapi sebenarnya ia anak yang cerdas. Ia suka menganggap semuanya akan berjalan sesuai rencananya. Ia tak ingin hidup dengan terbeban."

"Apa dia akan menerima perjodohan ini, Len (panggilan Leon diantara keluarga dan sahabat sahabatnya)?"

"Ntahlah, tapi tadi pagi ia terlihat sedikit gelisah, tidak seperti biasanya."

"Aku harap dia bisa melewati ujian ini," ucap Alvin sambil menangkupkan kedua tangan di depan wajahnya.

"Kamu benar tidak mau ikut? Mommy pasti akan senang sekali melihatmu," tanya Leon sekali lagi.

"Aku mulai curiga ... Apa jangan jangan kamu ingin menjadikanku tumbal jika Mikael menolak perjodohan ini?"

Leon tersenyum kecil dan Alvin tahu persis bahwa apa yang dia tanyakan adalah benar, "Dasar teman lucknut!! Aku juga mau pulang saja kalau begitu," Alvin langsung keluar dari ruangan Leon sambil membawa berkas yang telah ditanda tangani oleh atasan sekaligus sahabatnya itu.

*****

"Emil, apa kabar?" Miranda menyapa sahabat SMA nya Emily, sementara suaminya menyapa Danu Mahaprana, suami Emily.

"Wow, ini Leon?" tanya Emily sambil menghampiri Leon yang tengah berdiri untuk memberi salam pada sahabat orang tuanya itu. Sedangkan Mikael hanya duduk sambil mencebik dan melipat kedua tangan di depan dadanya.

"Mik! cepat beri salam pada Uncle Danu dan Aunty Emily," perintah Miranda.

Dengan kesal, Mikael melakukannya juga.

"Dan ini pasti Daniela," Miranda menghampiri Daniela yang terlihat cantik dengan balutan dress berwarna biru navy.

Mereka memulai acara makan malam mereka, sambil sedikit mengobrol tentang masa masa pertemanan mereka dulu.

"Jadi ... bagaimana Em, kamu setuju kan?" tanya Miranda.

"Aku sih setuju saja, tapi terserah pada mereka," jawab Emily.

"Mik, kamu ajak Ela keluar dulu sana. Kamu kan harus saling mengenal."

"Mom!!!" terlihat raut wajah yang kesal. Mikael sebenarnya tidak terlalu peduli dengan perjodohan ini, karena ia yakin bahwa dirinya akan berat jodoh. Tapi, sejak apa yang ia alami dengan Lydia, hatinya mulai bimbang.

Mikael akhirnya keluar bersama dengan Daniela menuju taman yang ada di halaman depan restoran tersebut.

"Eh kudanil! lo jangan kira gue setuju ya sama perjodohan ini. Gue cuma ngikutin keinginan nyokap gue aja. Jadi jangan ke GR an," Mikael memandang Daniela dengan tatapan sinis.

Awalnya Daniela tidak ingin membuat masalah, tapi melihat Mikael jadi membuatnya kesal, ia pun akhirnya merasa jengah, "Eh makarel! Lo kira gue mau apa? Males banget!!"

Tanpa banyak bicara, Daniela langsung meninggalkan Mikael yang melihatnya dengan keheranan. Sementara di dalam restoran,

"Nak Leon sudah punya kekasih?" tanya Emily.

"Maaf Aunty, Leon belum punya dan belum berpikir ke arah sana. Saat ini Leon lebih mengutamakan karir."

"Apa kamu tidak berniat menjodohkan Leon, Mir?" tanya Emily.

Miranda melirik sedikit ke arah Leon dan langsung mendapatkan tatapan tajam. Miranda tahu bahwa Leon tak akan segan segan pergi meninggalkan keluarga Sebastian jika ia melakukan hal itu. Ntah mengapa Miranda sangat takut kehilangan Leon, seperti dulu Leon melarikan diri ke luar negeri.

"Tidak Em. Kalau untuk Leon, aku akan memberikan kebebasan padanya. Lagipula, ia harus menggantikan Larry untuk mengurus perusahaan. Aku lebih khawatir pada Mikael, anak itu lebih susah diatur," ucap Miranda kesal.

"Mom, kita pulang yuk!" ajak Daniela tiba tiba.

"Ada apa, sayang? Apa kamu ada masalah dengan Mikael?"

Tak ingin dianggap mengadu, Daniela pun membuat alasan lain, "Perutku sakit, Mom."

"Kamu sakit? Mir, aku ajak Ela pulang dulu ya," Emily dan Danu pun akhirnya pamit. Mikael yang baru masuk kembali pun menyadari bahwa Keluarga Mahaprana sudah tidak berada di sana.

Wah mereka sudah pulang. Setidaknya pembicaraan perjodohan terhenti. Emang gue beneran berat jodoh. Makasih Amel. - Mikael.

*****

Keesokan harinya,

"Kak, mau ke mana?"

"Ke Taman Kota. Mau ikut?"

"Males ah. Mau rebahan aja di rumah," jawab Mikael sambil memasukkan kripik ke dalam mulutnya sambil menonton televisi.

"Kakak pergi dulu ya," dengan menenteng sebuah tas, Leon berjalan ke luar rumah, masuk ke dalam mobil, dan pergi.

Di Taman Kota, seorang gadis sedang duduk dengan sebuah kanvas di hadapannya, papan cat air di tangan kirinya, dan sebuah kuas di tangan kanannya. Ia sesekali menolehkan wajahnya, mengintip dari balik kanvas untuk melihat apa yang ada di hadapannya.

Amelie memang sering duduk sendiri, mencari tempat untuk dirinya mencurahkan goresan tangannya dalam sebuah kanvas. Kali ini, langkahnya terhenti ketika ia melewati Taman Kota. Ia memperhatikan orang lalu lalang, kemudian menggoreskan kembali cat air pada kanvas miliknya.

cekrekk .... cekrekk .... cekrekkk ....

Tanpa Amelie sadari, sebuah kamera menangkap aktivitasnya saat ini. Sebuah senyuman yang muncul di balik kamera terus terbentuk melihat gadis itu menorehkan kuasnya ke atas kanvas.

Ia berjalan mendekati Anelie yang tengah duduk sendiri di atas ambalan batu yang mengelilingi sebuah pohon besar.

"Hai," sapa Leon.

"Hai," sapa Amelie kembali.

"Boleh aku duduk di sini?"

"Tentu saja, silakan."

"Kamu seorang pelukis?" tanya Leon.

"Ooo tidak, ini hanya sekedar hobby saja," jawab Amelie.

"Tapi lukisanmu bagus."

"Terima kasih."

"Bolehkah aku mengambil gambarmu?" Leon mulai mengarahkan kamera miliknya ke arah Amelie.

"Apa kamu seorang fotografer?"

"Ooo tidak, ini hanya sekedar hobby saja," jawab Leon yang membuat Amelie tertawa, karena ia tahu laki laki itu sedang membalikkan perkataannya.

"Kenalkan, namaku Leon," Leon menyodorkan tangannya pada Amelie.

"Amelie."

"Nama yang cantik, secantik orangnya."

"Terima kasih," Amelie tak pernah mengindahkan pujian orang lain pada dirinya. Amelie tahu pasti apa yang diinginkan oleh seorang pria jika berada dekat dengan seorang wanita, karena itulah ia tak ingin terlalu dekat.

"Apa kamu sering kemari?"

"Tidak, aku hanya mengikuti kemana kakiku melangkah untuk mencari tempat di mana aku bisa melukis."

"Aku tahu suatu tempat yang bagus. Lain kali aku akan mengajakmu ke sana jika kamu mau."

"Tidak perlu. Mungkin aku akan jarang jarang pergi setelah ini, karena harus menyelesaikan tugas akhirku," Amelie membereskan peralatan melukisnya, karena langit terlihat mulai menggelap.

"Aku akan membantumu," ucap Leon sambil membereskan kanvas dan tripodnya.

"Terima kasih, tapi aku akan membawanya sendiri. Mobilku tidak jauh dari sini. Aku pamit, sampai jumpa," Amelie pun meninggalkan Leon yang kini hanya bisa menatap kepergian Amelie.

Sampai jumpa, dan kita pasti akan bertemu lagi. - Leon.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!