Hubungan Handy dan Abigail semakin lengket, bahkan seisi kampus jadi mulai membicarakan. Pasalnya hubungan awal mereka bagaikan anjing dan kucing. Hal tersebut mungkin berita baik bagi Handy dan Abigail, tapi tidak bagi Amelie.
Ntah kabar dari mana, seluruh kampus jadi membicarakan tentang rumor sang penjaga jodoh. Mereka mulai mencari Amelie untuk membuktikan hal tersebut.
"Mel, sorry. Gue bener bener nggak tahu siapa yang nyebarin rumor itu," ucap Abigail sambil memegang tangan Amelie.
"Nggak apa apa, bi. Kan aku juga udah biasa, nggak terlalu aku pikirin. Aku udah happy lihat gimana hubungan kamu sama Handy sekarang," senyum Amelie.
"Aku sangat berterima kasih sama kamu, mel. Hubungan aku sama Handy bisa seperti sekarang ini."
Baru saja mereka berbicara, tiba tiba Mikael datang dengan senyum di wajahnya, "Mel! Kita putus!"
"Mik ...," wajah Amelie tiba tiba berubah. Ia memang tidak terlalu percaya mengenai dirinya sebagai seorang penjaga jodoh, tapi ia juga tidak memungkiri hal tersebut.
"Kamu kenapa, Mel? Mikael udah bilang putus loh sama kamu, artinya kamu bebas."
"B-bukan begitu, bi. T-tapi, ini belum 3 bulan, masih kurang 1 hari," ucap Amelie terbata, membuat Abigail akhirnya menutup mulutnya.
"Kacau!" ucap Abigail tiba tiba.
"Apa maksud kalian, gue nggak ngerti," tanya Mikael.
"Mik, ini belum 3 bulan. Jadi seharusnya lo belum ngomong kata keramat itu."
"Ah masa sih? udah 3 bulan pas. Bukannya gue jadian sama Amel pas Handy putus sama Amel?"
"Lo salah. Lo inget nggak, hari itu gue sama Amel langsung cabut karena gue berantem sama Handy. Trus lo sendiri ngomong, kalau mulai besok adalah giliran lo. Inget nggak?"
Mikael menepuk dahinya, "Trus ini gimana? pengaruhnya apa?"
Amelie tiba tiba berdiri dari duduknya, ia melangkah pergi meninggalkan Abigail dan Mikael.
"Mel!" panggil Mikael.
Abigail akhirnya ikut berlari mengikuti Amelie, "Nanti gue jelasin, Mik," Mikael pun akhirnya mengangguk.
*****
Amelie melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Hatinya saat ini sedang tidak karuan. Bukan karena Mikael yang tiba tiba memutuskan hubungan, tapi lebih kepada akibat setelahnya.
Amelie tak pernah menganggap serius hubungan kekasih dengan Mikael, tapi ia mengkhawatirkannya sebagai sahabat. Selama setahun belakangan ini, Mikael, Abigail, dan Handy, sudah menjadi sahabat terdekatnya. Kecemasan pun mendadak memenuhi hatinya. Ia ingin tak percaya apa yang akan terjadi, tapi jujur ia merasa takut.
"Kak Amel!" teriak Mia.
"Mi, kamu di sini?"
"Iya, Kak. Aku lagi kebagian kerja kelompok bareng Azka. Bukan sih, aku yang mengelompokkan diri," ucap Mia sambil tertawa.
"Kamu sendiri aja?"
"Tadi teman teman juga di sini, cuma udah pada pulang."
"Kamu sendiri nggak pulang?"
"Aku kangen sama Kak Amel, makanya aku nunggu dulu."
Sekalian aku bisa agak lamaan gitu di rumah Azka. Siapa tahu dia nggak marah marah lagi kalau sering ketemu, ya kan? - Mia.
"Kamu makan malam di sini aja kalau begitu," ajak Amelie.
"Bener? boleh kak?"
"Tentu saja boleh. Nanti pulang Kak Amel yang anterin."
"Ahhh mau mau mau. Tapi nanti pulangnya aku telepon Kak Abi aja."
Mereka pun berbincang dan bercanda di sofa ruang tamu, hingga waktunya makan malam.
"Lo belom pulang juga?" tanya Azka tiba tiba sewot.
"Diundang Kak Amel makan malam," Mia tersenyum sambil memeluk lengan Amelie.
"Ngapain sih kak dia diajak ajak. Lagian dia punya rumah sendiri, masa makan aja mesti nebeng. Malu maluin!"
"Az! Kakak yang ajak dia, lagian Kakak senang Mia ada di sini, dia temenin kakak ngobrol."
"Lain kali nggak usah diajak ajak deh, males banget sih!"
"Az!" Azka pun akhirnya masuk ke dalam kamar tidurnya lagi, ia malas melihat Mia yang selalu saja ada di sekitarnya. Di sekolah ia selalu merasa diperhatikan oleh Mia, bahkan saat jam istirahat, Mia selalu menghampirinya untuk sekedar mengajaknya ngobrol atau memberikannya sesuatu. Sepertinya gadis itu selalu ada di sekitarnya, membuat hatinya kesal.
Tinn ... tinnn ...
"Itu suara mobil Kak Abi," ucap Mia.
"Abi?"
"Mel!!" teriak Abigail dari arah luar. Abigail sangat mengkhawatirkan Amelie. Ia tahu pasti apa yang ada di pikiran sahabatnya itu.
Sambil terengah-engah, Abigail memasuki ruang tamu. Ia malah melihat Amelie bersama dengan Mia, adiknya. Wajah Amelie sudah tidak seperti tadi, saat meninggalkan dirinya secara tiba tiba di kampus.
"Mel, kamu baik baik?"
"Aku tidak apa apa, bi. Apa lagi ada Mia di sini, penghibur hati yang gundah," Abigail sedikit bernafas lega, meskipun ia masih yakin kalau Amelie belum sepenuhnya baik baik saja.
"Lha kamu, ngapain di sini?" tanya Abigail pada Mia.
"Aku? kerja kelompok," ucap Mia sambil menampilkan giginya.
"Kerja kelompok apaan? masa cuma sendirian."
"Udah selesai. Ini cuma nunggu makan malam aja," ujar Mia.
"Makan malam di rumah aja ya. Mami udah nyiapin makan malam kesukaan kamu," pinta Abigail.
Dengan berat hati, Mia akhirnya mengikuti langkah Abigail keluar dari rumah tersebut. Amelie akhirnya masuk ke dalam kamar dan segera membersihkan diri.
*****
"Sekarang ngomong, bi!"
"Ehmmm, Mik ... gini, seharusnya lo itu nggak boleh ngomong kata keramat itu sebelum 3 bulan. Makanya dari dulu siapapun yang jadi pacar Amel, pasti akan putusin dia minimal 3 bulan lebih 1 hari. Eh lo malah kurang sehari."
"Emang ngaruhnya apa?"
"Sebenarnya dulu sebelum Amel pacaran sama Anton, dia itu punya pacar, Bara namanya. Mereka itu bisa dibilang saling menyukai. Tapi entah apa penyebabya, baru menjalani sekitar 2 bulan lebih, Bara tiba tiba saja mutusin Amel dengan kata kata kasar."
"Terus?"
"Sejak saat itu, Bara nggak pernah bisa punya pacar, alias berat jodoh. Tiap kali dia mau pacaran, pasti aja ada masalah. Terakhir gue denger malah dia dijodohin sama orang tuanya, tapi pesta itu pun gagal karena calonnya kabur."
"Jadi gue?"
"Gue nggak pernah tahu kenapa Amelie selalu mematok hubungannya minimal 3 bulan. Tapi memang pas sama Anton, mereka baru putus setelah 3 bulan lebih 1 hari, dan itu aman aman aja buat Anton. Bahkan dia udah tunangan," Abigail menggelengkan kepalanya, meski Mikael tak bisa melihat.
"Jadi maksud lo, gue bakalan berat jodoh gitu?" tak ada suara kecewa dalam nada bicara Mikael.
"Ya, bisa dibilang seperti itu. Tapi gue sebenernya nggak terlalu percaya juga sih. Cuma kalau ngeliat raut wajah Amelie tadi, gue ngerasa dia nggak enak sama lo. Dia pasti keinget kejadian sama Bara."
"Tenang aja, bilang sama Amel, gue nggak masalah. Malahan ini satu keuntungan buat gue," Mikael terkekeh.
"Keuntungan?"
"Jadi gue bisa tenang meskipun bokap nyokap gue mau jodohin gue. Gue bakalan aman."
"Dasar gila!!! Dia malah Happy!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Bilal Muamar
berat jodoh koq malah Untung sih mik...😅😅
2023-01-04
0
bee
🤣🤣🤣
2022-12-26
0