Nadila sedang berada di dalam ambulan.
Karena memang Nadila yang mengalami kecelakaan, Nadila menjadi korban tabrak lari di depan Tama.
Nadila samar samar masih tersadar, pandangannya kabur, namun dia masih bisa melihat Tama yang tengah berada di sampingnya sembari menggenggam tangannya.
"Tolong bertahan, Nadila."
Nadila mendengar jika Tama memohon agar dia tetap bertahan.
Nadila sedikit merespon dengan mengeratkan genggamannya.
"Tahan sebentar ya sayang?" Tama masih berbicara kepada Nadila, agar Nadila tidak memejamkan matanya.
Karena Tama sangat takut.
.
.
.
Tama berlari ikut mendorong brankar milik Nadila, tidak peduli darah yang berada di seluruh bajunya karena tadi dia segera memeluk Nadila setelah kecelakaan itu terjadi
'Jangan tinggalkan saya Nadila, saya mohon'
Nadila sampai di Instalasi Gawat Darurat, dia harus segera mendapatkan pertolongan, karena lukanya cukup parah di bagian kepala dan bahu
"Bapak harap tunggu di luar dahulu, karena pasien akan ditangani" Salah satu tenaga medis melarang Tama ikut masuk ke dalam IGD
Tama menghela nafas dengan kasar, dia mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang
"Ada yang bisa dibantu Pak Tama?"
"Cari tahu mobil sialan yang menabrak calon istri saya, mobil dan plat nomer akan saya kirim"
"Baik pak"
Tama mematikan ponselnya, lalu segera mengirim foto mobil dan plat nomer tersebut ke salah satu anak buahnya.
Tama terduduk dan mengacak rambutnya kasar.
****
Nadila telah dipindah ke kamar inap, karena tadi dia harus menjalani operasi di bagian bahu karena mengalami cedera
Nadila diberikan kamar inap VIP, karena Tama yang meminta, Calon istrinya harus benar benar istirahat total.
Nadila belum sadarkan diri, karena obat bius yang diberikan masih berjalan.
Tama dengan setia menemani sang pujaan hati, padahal dia belum berganti pakaian sama sekali, bahkan noda darahnya sampai mengering
"Bang" Tak berselang lama, Yuda datang.
Yuda diberitahu oleh Dani perihal Nadila yang kecelakaan, Dani belum bisa datang karena masih ada di luar kota.
Tama menatap Yuda sekilas, lalu segera kembali menatap sang kekasih.
"Nadila belum sadar?"
Tama menggelengkan kepalanya
"Kok bisa gini sih bang?" — Yuda
"Tabrak lari"
"Udah ketemu siapa yang nabrak?" — Yuda
"Sebentar lagi"
Yuda menghela nafas, menatap Nadila yang masih memejamkan mata, lalu menatap Tama yang sedang menggenggam tangan dan mengelus kepala Nadila.
Bahkan kemeja Tama yang berwarna putih, kini bercampur merah darah.
"Bang. Pulang dulu sana, baju lo sampai kering tuh darahnya"
"Biar Nadila bangun dulu"
"Ck! Bulol"
Tama masih terdiam sembari menatap Nadila.
Drrrt
Ponsel Tama bergetar, dia segera mengambilnya dari saku, dan mengangkatnya
"Bagaimana?"
"Saya sudah menemukan pelaku penabrak mobil Ibu Nadila pak"
Mendengar hal itu, Tama berdiri.
"Kirim alamat bajingan itu, saya ke sana"
"Baik pak"
Bip!
Tama menyimpan ponselnya kembali, lalu ingin keluar dari kamar inap.
"Lo mau ke mana?" namun Yuda mencegah
"Gue ada urusan, titip nadila sebentar" Tama ingin keluar, namun lagi lagi Yuda menahannya
"Jangan kayak orang gila lo"
"..."
"Sekarang Nadila lebih penting, stop berbuat konyol kayak gitu bang"
Tama menatap Yuda "Gue nggak suka milik gue tersentuh"
"...."
"Kalau lo nggak bisa bantu, cukup jaga Nadila di sini"
"Bang Tama, berhenti"
"Gue bilang jangan ikut campur!"
"Lo jangan gila, brengsek!"
"..."
"Kalau lo masih bebal buat keluar, gue bakalan kasih tahu Nadila soal kelakuan lo yang ini"
Tama dan Yuda saling menatap sengit.
Hingga tak menyadari jika Nadila membuka matanya.
Nadila menggerakkan jarinya
"Ma.. Ma.." Nadila terdengar memanggil sang ibu.
Nadila mengatur nafasnya "Ma... Ma.."
Dan mendengar suara, Tama dan juga Yuda menoleh
"Nadila." Tama yang tahu Nadila terbangun, berlari kecil, disusul oleh Yuda
Yuda menekan tombol yang berada di atas tempat tidur Nadila, untuk memanggil dokter.
Nadila menoleh ke arah Tama dan Yuda.
"Om Tama.."
Tama mengelus kepala Nadila "Saya di sini"
"Mama mana.."
"Mama kamu sedang di perjalanan, kamu bersama saya dulu ya?"
Nadila menatap langit langit, dia mencoba mengingat sesuatu.
"Jangan kepikiran apa apa dulu sayang"
Nadila hanya terdiam, sepertinya dia masih trauma dengan apa yang terjadi.
.
.
.
Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, Nadila dalam kondisi stabil.
Sekarang Nadila sedang bersama Tama, karena Yuda telah izin pulang untuk mengambil pakaian Tama
"Om Tama nggak papa kan?" Nadila bertanya
Tama tersenyum "Jangan memikirkan saya, pikirkan kamu, lihat sekarang"
"..."
"Jangan diulangi lagi, saya takut kehilangan kamu"
"Maaf, aku tuh niatnya mau kasih surprise ke Om Tama, padahal aku juga udah hati hati, dan aku nggak tahu kalau ada mobil dari belakang"
Tama hanya tersenyum, dia mengecup tangan Nadila.
"Jangan diingat lagi, saya sudah memastikan jika pelaku yang menabrak kamu sudah mendapat balasan yang setimpal" — Tama
Nadila hanya mengangguk
"Mama sama kak Dani udah ke sini om?" — Nadila
"Tadi waktu kamu operasi, Dani sempat ke sini, kalau mama kamu kan masih belum pulang dari luar negeri"
"Terus Issya gimana om?"
"Jangan banyak tanya dulu sayang, kamu belum sembuh, harus banyak diem"
"Aku kangen Issya om"
"Makanya sembuh dulu, kalau udah sembuh baru boleh ketemu Issya"
Nadila hanya cemberut saja
"Om Tama?"
"Hm"
"Om udah tahu siapa yang tabrak aku ya?" — Nadila
Tama terdiam sejenak
'Tidak mungkin saya mengatakan kepada Nadila, saya tidak ingin Nadila tahu'
Tama menggelengkan kepalanya "Belum, saya masih berusaha mencarinya"
"Terus kalau udah ketemu, Om mau apain?"
"Ya saya tidak akan memaafkan bajingan itu"
Nadila tersenyum, lalu mengusap pipi Tama dengan lembut
'Gue kayak pernah lihat plat mobil itu, tapi di mana ya..'
Skip <<
Tama baru saja sampai rumah menjelang malam, dia menjaga Nadila seharian hingga Dani dan Mama Yuri datang untuk bergantian menjaga
Tama akan istirahat semalam, dan besok pagi dia akan kembali ke rumah sakit untuk menemani calon istri
Tama baru saja keluar dari mobil, dan segera berjalan ke arah rumahnya, karena dia cukup lelah.
Namun belum sempat dia masuk ke dalam, Tama melihat ada seorang laki laki berdiri di teras rumah miliknya.
Orang itu Mahendra.
Tama yang seharian menahan amarah, segera mendekat ke arah Mahendra
"Untuk apa kamu datang ke rumah saya?" Tama tidak basa basi
Mahendra berbalik badan
"Saya ingin mengunjungi Nadila ke rumah sakit, jadi saya minta alamatnya"
"Untuk apa kamu tahu?" — Tama
"Saya ingin tahu keadaan Nadila, bukan hanya Pak Tama saja kan?"
Tama menatap Mahendra dengan intimidasi, lalu tersenyum miring.
"Kenapa kamu bisa tahu jika Nadila tengah dirawat sekarang?"
"Menurut pak Tama?" Mahendra seolah menantang
Tama semakin mendekat, dan langsung mencengkram kemeja milik Mahendra
"Gue tahu, lo bajingan itu."
"..."
"Beraninya lo sentuh milik gue, Mahendra Atmaja" Tama yang sudah emosi, semakin menarik kemeja Mahendra.
Mahendra yang tahu Tama sangat marah, merasa bahagia, karena itu yang dia inginkan
"Ini yang gue tunggu dari lo, Pratama Hutomo"
"..."
"Di depan semua orang menjadi laki laki yang terlihat baik dan berwibawa, tapi nyatanya?"
"..."
"Kita ini sama, sama sama penjahat dalam kehidupan Nadila"
Tama semakin mencengkeram kemeja milik Mahendra "Brengsek"
"Saya juga bisa membunuh tanpa menyentuh, seperti yang Pak Tama sering lakukan"
Rahang Tama semakin mengeras, wajahnya merah padam karena semakin emosi.
Namun dia tidak ingin gegabah, jika dia terpancing, maka Mahendra akan semakin senang, karena itu yang dia inginkan.
"Lo dengar baik baik, pecundang" — Tama
"..."
"Kalau sampai terjadi apa apa sama calon istri gue, lo mati di tangan gue sendiri, inget itu" Tama berucap sembari menghempaskan Mahendra dengan kuat, setelah itu segera masuk ke dalam rumah.
Mahendra menatap Tama dengan senyuman kemenangan.
"Pratama Hutomo, mari sama sama berada di jalan neraka"
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Fitri Endang Murya
gila minhyun, obsesi bkn cimta
2020-08-16
4
Dewi
si minyun terobsesi
2020-07-28
3