Hari telah berganti pagi, Nadila baru saja membuka mata setelah semalaman tertidur dengan pulas.
Nadila terlentang, lalu meregangkan badannya, karena dia merasakan lelah.
Setelah dirasa nyawanya terkumpul dengan sempurna, Nadila terduduk.
"Ini kamar siapa ya.." Nadila berguman sembari menggosok matanya.
Nadila membuka selimut, dan melihat jika dirinya hanya memakai pakaian minim dengan celana pendek.
Nadila terdiam, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam.
"Ya ampun!" Dan pada akhirnya Nadila tersadar jika dia sekarang ada di kamar Tama.
Nadila berdiri, dia segera mencari jaketnya untuk segera dipakai agar Tama atau Yuda tidak melihat.
"Bodoh lo Dila, bodoh!" sembari merutuk, Nadila mencari jaket miliknya yang entah ke mana.
Hingga tidak menyadari ada Tama di belakang yang membawa teh hangat untuknya.
Nadila masih mencari jaketnya, hingga akhirnya ketemu. Dia segera menggunakan jaket untuk keluar dari kamar.
Baru saja Nadila berbalik badan, tiba tiba dikejutkan dengan Tama yang tepat di hadapannya, hal itu membuat Nadila tidak sengaja menabrak badan Tama.
Tama segera mencegah Nadila agar tidak terjatuh dengan cara memeluknya.
"Kapan kamu bangun?"
Nadila terdiam sembari mengatur detak jantungnya.
"O-om Tama, kenapa aku bisa ada di sini?"
Tama melepaskan pelukannya
"Saya membuatkan teh hangat dan juga bubur untuk kamu"
"Om Tama"
Tama menyentuh wajah Nadila dengan lembut, lalu mengusapnya.
"Sepertinya sudah tidak demam, saya keluar dulu sebentar untuk mengantar Issya ke sekolah"
"Emang ini jam berapa?" Nadila bertanya.
Tama menunjuk jam yang berada di dinding kamarnya. "Jam delapan pagi"
Mendengar itu, Nadila lagi lagi terkejut
"Jam delapan?!"
Tama mengangguk
"Astaga om, kenapa nggak bangungin aku sih?!"
"..."
"Om Tama sama Issya sarapan apa? Terus Issya bukunya udah ditata belum?!" Nadila terlihat bingung karena dia belum mempersiapkan apa apa di rumah Tama.
"Nadila, semuanya sudah saya atasi"
"...."
"Saya tidak ingin mengganggu tidur kamu, karena semalam kamu demam tinggi"
"Duh om, semalem aku juga lupa buat kasih kabar orang rumah, pasti mereka cariin aku"
"Saya sudah telfon mama kamu semalam"
"Om Tama tahu dari mana nomer mama aku?!" Nadila merasa terkejut
"Yuda yang memberikan nomernya, jadi kamu sudah aman"
"Kenapa om sampai rela telfon mama aku?"
"Kamu bekerja dengan saya, saya tidak ingin dilibatkan dalam masalah nantinya."
"..."
"Lagian, saya juga ingin dekat dengan keluarga kamu, terutama mama dan papa kamu"
Ucapan Tama membuat Nadila sedikit paham dan teringat percakapan antara Tama dan Yuda kemarin.
"Nggak perlu berlebihan om, itu namanya Om Tama memaksakan kehendak"
"......"
"Kalau hati om aja masih ada nama orang lain, nggak perlu berusaha seperti itu, karena aku nggak mau disandingkan sama orang yang udah nggak ada di sini"
"Nadila—"
"Pasti kemarin aku ngomong sesuatu kan sama om? Aku minta lupain aja, anggap itu cuma angin lalu." Setelah berbicara seperti itu, Nadila meninggalkan Tama di kamar.
Tama hanya bisa terdiam, dia juga bingung harus berbuat apa sekarang.
****
Sekarang Nadila tengah berada di dapur, dia ingin membuatkan makan siang.
Sembari memasak, Nadila mencoba mengingat ingat, kalimat apa saja yang dia katakan kepada Tama semalam.
"Berpikir Nadila, lo harus inget hal memalukan apa yang lo lakuin ke bos lo sendiri"
Nadila masih sibuk dengan aktivitas sembari berpikir
"Aw!" dan secara tidak sengaja, jari telunjuknya terkena pisau
Nadila segera mencuci jari nya agar darah terhenti
"Perih banget sih, baru juga kemarin kena beling, sekarang malah kena pisau" Nadila menggerutu, lalu menyesap jarinya.
"Kenapa?"
Mendengar suara itu, Nadila segera melanjutkan aktivitasnya, menahan perih di jari telunjuknya. Dia memang sengaja ingin menghindari Tama.
"Nadila, saya berbicara dengan kamu"
"Nggak kenapa kenapa om. Udah Om Tama jangan ganggu"
Bukannya pergi, Tama malah mendekat dan segera menarik tangannya.
"Om!"
Tama melihat telunjuk Nadila yang mengeluarkan darah segar.
Tama menekan telunjuk Nadila, dan tanpa diduga, dia menyesap darah tersebut.
Nadila tersentak melihatnya
'Om Tama gila, kenapa selalu buat hati gue berantakan?'
Setelah selesai menyesap, Tama mengambil plester di atas lemari pendingin, dan segera membungkus jari Nadila.
"Sudah saya katakan, jangan ceroboh jika mengerjakan sesuatu" — Tama
Nadila terdiam sejenak.
"Terima kasih" Nadila berbalik badan, dia ingin melanjutkan aktivitasnya yaitu memasak.
Namun secara tiba tiba, Tama menarik kembali tangan Nadila agar berhadapan dengannya
"Saya ingin berbicara serius dengan kamu"
Nadila menatap Tama sejenak, lalu mencoba menarik tangannya. Namun lagi lagi Tama menahan
"Dengarkan saya sekali ini, karena saya hanya mengatakan satu kali saja"
Nadila menghela nafas dengan kasar.
Tama semakin mendekat
"Jika saya mengusahakan mencintai kamu, apa pemikiran kamu terhadap saya bisa berubah?"
Nadila terdiam sejenak, dia seperti mengingat sesuatu
'Aku cinta sama om'
Dan setelah ingat, dia membelalakkan mata dan menatap Tama.
'Mati gue.'
"Awalnya, saya memang ragu untuk menjadikan kamu sebagai istri. Tapi setelah saya pikirkan—"
"Om, lupain aja kata kata aku semalem, aku nggak serius, dan itu nggak penting"
"Tapi menurut saya itu penting." Tama berucap dengan tatapan dingin, dan itu membuat Nadila menjadi takut.
"Maaf jika kata kata saya menyakiti hati kamu, saya tidak bermaksud untuk itu"
"..."
"Hampir satu bulan kamu bekerja di rumah ini, saya juga memperhatikan kamu, saya memang tertarik dengan kamu dari awal bertemu, tapi saya memang belum bisa mencintai kamu, Nadila"
"Ya oke, kalau gitu nggak usah diterusin lagi om. Jangan suka mainin perasaan orang"
"Dengarkan saya dulu"
Nadila terdiam.
"Saya memang ragu untuk menjadikan kamu sebagai istri, tapi mulai dari sekarang, saya akan belajar mencintai kamu, bantu saya"
"Membantu dalam hal apa? Jatuh cinta itu harus berusaha om"
Tama menatap Nadila, lalu menghela nafas.
"Ayo kita menjalin hubungan"
Deg!
Jantung Nadila berpacu dengan sangat cepat, rasanya seperti mimpi.
"M-maksudnya?"
"Ya pacaran, seperti orang orang pada umumnya. Kamu menginginkan status yang jelas kan?"
"..."
"Saya ingin memperjelas hubungan kita, saya ingin menjadikan kamu istri, jadi ayo menjalin hubungan lebih dulu sebagai kekasih"
Nadila masih terdiam, dia tidak tahu harus berbuat apa, tubuhnya seperti terbang di atas awan.
'Ini beneran gue pacaran sama om om?'
***
Nadila masih berada di dapur, setelah selesai memasak, dia bersih bersih terlebih dulu agar nanti tidak berantakan.
Tak berselang lama, Tama datang kembali mendekat ke Nadila.
"Besok kamu ada jadwal ke kampus kan?" Tama langsung bertanya
Nadila hanya mengangguk.
"UKT belum dibayar ya?"
Mendengar kata kata itu, Nadila langsung teringat bahwa pembayaran uang kuliah tunggalnya mendekati hari terakhir
"Astaga, besok hari terakhir pembayaran om!" Nadila panik
"Dasar ceroboh." ucap Tama sembari menarik pipi Nadila dengan gemas.
"Ya kan aku lupa om."
"Gimana mau jadi ibu rumah tangga kalau hal sepenting ini saja kamu lupa. Jangan jangan nanti kamu lupa kalau saya ini suami kamu"
Ada semburat merah di wajahnya Nadila, sepertinya dia salah tingkah.
Tuk!
"Aw!" Tama dengan sengaja menyentil jidat Nadila
"Baperan banget kamu jadi perempuan"
"Dih, siapa juga yang baper? Sini gaji aku!" Nadila berucap sembari mengadahkan tangannya
"Gaji apa?"
"Ck! Gaji aku selama kerja di sini. Aku mau pakai buat bayar ukt besok."
Tama tertohok dengan ucapan Nadila.
"Kamu sadar ngomong gitu? Kamu itu kerja belum ada satu bulan. Udah minta gaji?" Tama tidak habis pikir.
"Ya gimana lagi, Aku udah kepepet banget om. Kalau nggak disuruh mama kerja, Aku juga nggak bakalan ada di sini." - Nadila
"Kalau seperti itu, saya ingin mengucapkan terimakasih sama mama kamu."
"Terimakasih buat apa?"
"Terimakasih sudah menyuruh anaknya cari uang sendiri."
Nadila berdecak
"Pokoknya aku minta gaji aku sekarang. Seenggaknya om kasih setengahnya aja"
"Kalau gajinya waktu kita sudah sah saja bagaimana? Nanti malah setiap bulan kamu mendapat nafkah dari saya."
"Om, Aku serius. Jangan bercanda."
"Saya juga serius"
Nadila berdecak sekali lagi
"Om Tamaaa, aku serius tahu, kalau aku nggak bisa bayar ukt, nanti aku juga nggak bisa lanjut bikin skripsi" Nadila berucap sembari merangkul tangan Tama.
"Makanya, jadi orang jangan suka buang uang, kalau seperti ini, kamu kan yang merasa rugi?"
"Om Tama jangan ceramah dulu deh, ini nasib aku gimana?"
Tama hanya terdiam sembari menatap Nadila yang terlihat bergelayut manja
'Jadi seperti ini rasanya punya kekasih?'
"Om Tamaaaa" Nadila masih merayu Tama dengan tatapan imutnya.
"Lanjutin kerja dulu, besok dibahas lagi"
Nadila mengerucutkan bibirnya
"Dasar pacar jahat! Kita putus!" setelah berbicara seperti itu, Nadila pergi meninggalkan Tama, karena dia sangat kesal.
"Putus? Bahkan kita baru dua jam pacaran, sudah minta putus?"
Tama tidak habis pikir dengan calon istrinya ini
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Leni Ani
😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊
2021-05-28
0
Lasma Tarida
😂😂🤣🤣
2020-08-30
0
Fitri Endang Murya
lucuuu 😀😀
2020-08-15
0