Nadila masih berada di rumah Tama, hari ini dia menemani Issya menggambar.
Tama sedang bermain ponsel di sofa, sedangkan Nadila dan Issya berada di lantai yang beralaskan karpet.
Yuda sudah pulang ke rumah, karena dia juga mempersiapkan skripsi.
"Tante Dila."
"Kenapa sayang?"
"Tadi, Issya di sekolah disuruh gambar sama bu guru" — Issya
"Oh ya? Gambar apa?"
Issya membuka tas nya, lalu mengambil gambar yang ingin dia tunjukkan kepada Nadila
Nadila mengambil gambar itu dari tangan Issya, dan segera melihatnya.
Nadila melihat, isi gambar itu adalah satu orang laki laki dan satu perempuan tengah menggandeng seorang anak kecil yang berada di tengah tengah mereka. Dan gambarnya sangat terlihat bagus
"Wah bagus banget sih gambarnya, Tante Dila aja nggak bisa"
Nadila mengakui jika gambaran dari Issya sangat bagus untuk anak seusia Issya.
"Ini papa, terus yang digandeng ini Issya" — Issya
"Terus, Yang ini siapa?" Nadila bertanya sembari menunjuk gambar seorang perempuan dewasa tersebut
"Yang ini tante Dila" - Issya
"Ini Tante?" Nadila bertanya sekali lagi
"Iya, kata Bu guru tadi kan, Harus gambar orang tua yang sayang sama anaknya. Issya gambar Papa terus Tante Nadila aja, soalnya kan Tente Dila sebentar lagi jadi mama nya Issya"
Nadila yang mendengar hanya tersenyum
'Segitu pengennya ya Issya punya Ibu?'
"Issya mau kasih tahu ke temen temen, kalau Issya itu punya mama. Biar nggak diejek lagi sama mereka." - Issya.
"Emang Issya diejek apa sama temen temennya?"
"Mereka bilang, kalau Issya itu nggak punya mama, Terus katanya mama Issya meninggal gara gara Issya."
'What? Anak sekecil itu udah berani ngomong kayak gitu? '
"Tante, Emang mama meninggal gara gara Issya ya?" Issya bertanya sekali lagi
"Nggak lah, mamanya Issya itu meninggal karena emang udah waktunya, Jadi Issya jangan dengerin omongan temen temen ya?" Nadilala mencoba memberi pengertian
"Gitu ya tante? Berarti mama meninggal bukan gara gara Issya kan?"
"Nggak dong. Justru mama di sana seneng lihat Issya dari jauh."
Issya tersenyum, lalu segera memeluk Nadila "Issya sayang deh sama Tante Dila
"Tante Dila juga sayang sama Issya." Nadila berucap sembari mencium pipi Issya
"Tante, aku boleh panggil mama nggak?"
"Boleh, sekarang panggil tante Dila sebagai mama Dila."
Issya tersenyum senang, lalu memeluk Nadila kembali.
Tama yang melihat pemandangan itu, ikut tersenyum
Tama bahagia melihat anak semata wayangnya banyak tersenyum sejak Nadila berada di rumah ini.
'Semoga Nadila bisa menjadi istri dan juga ibu yang baik untuk saya dan juga Issya, walaupun saya belum mencintainya"
Skip (satu minggu kemudian)
Nadila tengah berada di kampus.
Hari ini adalah hari terakhir untuk melunasi pembayaran semester nya, namun Nadila belum bisa membayar itu karena Tama belum memberikan dia gaji dengan alasan belum genap satu bulan bekerja
Nadila sedang berjalan menuju ruang staff bagian pembayaran ukt untuk memberitahu jika dia baru bisa membayar paling lambat bulan depan.
"Om Tama tega banget sama gue, gue kan belum ada uang buat bayat ukt, malah dibiarin, pacar apaan kayak gitu" Nadila berjalan gontai
Nadila menatap lurus ke depan, dan dia melihat seseorang yang tidak asing di depan ruang staff
"Siapa tuh? Gue kayak pernah lihat.." Nadila memicingkan matanya.
"Hah?! Itukan Om Tama!"
Nadila berbalik badan, dia ingin berlari agar tidak ketahuan oleh Tama jika dia berada di sini
"Woy Zena!!" Namun, semesta sepertinya sedang tidak berpihak kepadanya.
Nadila memejamkan matanya dan menghela nafas dengan kasar
"Pasti si Juan ini yang panggil."
Mau tidak mau, Nadila membalik badan kembali, dan melihat Tama tengah menatap ke arahnya.
"Lo gue cariin dari tadi, ternyata di sini" Juan dengan santainya berjalan mendekat, lalu merangkul Nadila
"Kenapa?"
"Nanti lo ada acara nggak?"
"Kenapa emang?"
"Gue disuruh bang Mahen kasih tahu lo, katanya dia pengen ketemu lo di Galaxy malam ini" Juan berkata dengan suara yang terdengar kencang
Sudah pasti Tama bisa mendengar.
"Ngapain sih? Kalau ada perlu kan bisa chat atau nggak telfon"
"Nomer dia kan lo blokir Nad, gimana sih"
Ah iya, Nadila melupakan itu
"Yaudah lah, lihat nanti aja" Ucap Nadila yang tidak sengaja menatap Tama yang masih berada di sana
'Duh, semoga Om Tama nggak denger'
"Lo mau kemana sih emang?" Juan bertanya
"Gue mau ketemu Pak Joan"
"Ngapain?"
"Kepo banget sih jadi orang." Nadila berbalik badan dan segera meninggalkan Juan
"NAD, GUE DISURUH SAMA SI JEPRI BUAT TITIP SALAM KE ELO"
"IYA WAALAIKUMSALAM"
Juan hanya menggelengkan kepalanya, lalu segera berlari untuk menyusul Nadila karena mereka memang satu kelas
Sementara itu, Tama masih belum beranjak menatap Nadila.
"Mahen masih berhubungan dengan Nadila?"
"Mari pak silahkan masuk."
Tama tersadar oleh panggilan seseorang, lalu segera ikut masuk.
"Mari pak duduk."
"Terimakasih" Tama duduk di depan seorang yang mungkin menjadi bagian staff kampus
"Mohon maaf sebelumnya, ada keperluan apa bapak ini datang ke kampus kita dan ingin bertemu saya?" Joan bertanya terlebih dahulu
"Ah iya, saya Tama dari Hutomo group."
Joan mengangguk "Iya saya tahu, siapa sih yang tidak kenal pak Pratama ini"
Tama tersenyum tipis
"Saya ingin tahu, berapa biaya uang kuliah yang Nadila tunggak untuk semester ini?"
"Nadila?"
Tama mengangguk "Dari fakultas ekonomi dan bisnis"
"Oalah, Nadila Zena anak manajemen ya maksud Pak Tama ini? Yang suka ganti ganti pacar?"
Tama mengangguk saja, karena dia juga baru tahu gosip Nadila yang mempunyai banyak kekasih.
"Boleh saya tahu? Berapa yang harus saya lunasi?" Tama mengalihkan pembicaraan
Joan terdiam sejenak "Jadi, Bapak Tama ini ingin melunasi biaya uang kuliah tunggal milik Nadila?"
"Iya, saya akan lunasi, jadi saya minta tagihan yang secara transparan saja"
Joan membuka laptop nya, dan mencari nama Nadila.
"Untuk Nadila sendiri, biaya uang kuliah tunggal belum terbayar dua semester pak"
Tama cukup terkejut dengan hal ini.
'Nadila belum membayar uang kuliah selama dua semester, tapi dia seperti tidak punya beban pikiran yang berat'
Pasti orang tua dari Nadila pun rutin membayarkan uang kuliahnya, karena yang Tama dengar, Nadila adalah anak orang yang cukup berada, papa nya pun keturunan dari luar negeri.
"Jangan kaget pak, Nadila memang suka menunda nunda membayar uang kuliah, karena yang saya dengar, Nadila ini suka sekali bermain di tempat hiburan malam"
Joan ini sangat pandai bergosip sepertinya.
"Yasudah, berapa yang harus saya bayar?"
"Bapak mau lunasi semuanya?"
"Iya."
Joan agak kebingungan.
"Maaf, kalau saya lancang bertanya, tapi bapak Tama ini siapanya Nadila ya? Apa pak Tama masih kerabat dari Nadila?"
Tama tersenyum tipis
"Saya calon suaminya Nadila"
.
.
.
Sekarang nadila sudah berada di ruangan staff yang bernama Joan itu. Dia ingin menjelaskan perihal uang semester yang belum bisa dia bayar sekarang
"Kenapa kamu mencari saya Nadila? Mau minta foto?"
Sepertinya Joan ini adalah orang yang terlalu percaya diri.
"Nggak pak, saya ke sini hanya ingin menjelaskan, kalau saya belum bisa membayar uang semester, jadi saya ingin meminta keringanan lagi selama satu bulan, karena saya sedang mengumpulkan uang"
Nadila berbicara sembari menundukkan kepalanya. Karena dia sudah pasrah jika Joan melakukan tindakam tegas atas dirinya, karena memang Nadila yang bersalah
Joan menatap Nadila yang menunduk.
"Nadila?"
"I-iya pak?"
"Memang kamu tidak diberi tahu ya?"
"Diberi tahu apa ya pak?"
"Kamu benar benar tidak tahu? Atau sengaja mempermainkan saya?"
"Saya nggak tahu apa apa pak, sumpah" Nadila membela diri
"Aduh kamu ini." Joan menggelengkan kepalanya
"Emang kenapa sih pak? Saya beneran nggak tahu"
"Semua biaya perkuliahan kamu, sudah lunas. Termasuk uang kuliah tunggal yang kamu tunggak dua semester itu."
"HAH?!" Nadila terkejut
"biasa aja nggak usah ngegas."
"Ya gimana nggak ngegas? Bapak jangan bercanda ya, saya aja nggak punya uang, gimana cara pelunasannya?!"
"Dila, lama lama mulut kamu saya ceples ya!" Joan terlihat gemas.
"Eh m-maaf pak, saya tuh kaget banget pak. Kan pak Joan tahu sendiri saya—"
"Stop! Capek kuping saya dengerin kamu ngomong."
"...."
"Apa yang saya bicarakan itu tidak mengada ngada, uang kuliah kamu memang sudah ada yang melunasi."
"Serius pak?"
"Iya Nadila Zena Askadina"
"Nggak percaya saya" - Nadila masih tidak percaya
"Yasudah kalau nggak percaya, tahu gini saya kasih tahu aja uang kuliah kamu nggak usah dilunasi, biar kamu jadi mahasiswa abadi di sini! Terlalu baik itu yang bayarin." - Joan
"...."
"Sudah lah, Saya hanya ingin memberi tahu soal itu. Kalau uang kuliah kamu udah lunas semua." — Pak Joan
"Kalau boleh tahu, siapa yang melunasi pak?"
"Calon suami kamu katanya. Ya walaupun saya nggak percaya juga."
"Calon suami? Pak Joan jangan bercanda plis"
"Siapa juga yang bercanda sih Nadila? Saya serius ini. Dia sendiri yang bilang kalau kamu ini calon istrinya." - Pak Joan
"Namanya siapa pak?"
"Nama nya Tama, Dia pewaris Hutomo group yang cabangnya di mana mana itu. Beruntung banget kamu dapet spek pengusaha kaya raya kayak Pratama Hutomo"
"OM TAMA!"
.
.
.
Nadila sehabis dari toilet, dia merasa terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Tama, membayar semua kekurangan uang kuliahnya, dan ditambah Tama mengaku sebagai calon suaminya.
"Gila aja, gue diaku aku sebagai calon istri Pratama Hutomo, iya sih kalau kita pacaran. Tapi terlalu cepat buat mengakui kalau kita bakalan nikah."
Setelah mencuci tangannya, Nadila keluar dari toilet. Setelah keluar, Nadila dikejutkan dengan seorang laki laki yang tengah dihadapannya.
"Astaga, Jeffery!" Dan ternyata Jeffery orangnya.
"Alay, gitu aja kaget."
"Ya emang kaget!"
"Lagian ngapain sih lo ngomong sendiri di sini? Sawan baru tahu rasa."
"Siapa juga yang ngomong sendiri."
"Loh? Berarti tadi lo ngomong sama penghuni kamar mandi dong?"
"Gue pukul juga ya lo!"
Jeffery tertawa kecil, lalu segera mengikuti Nadila
"Lo ngapain ngikutin gue?" — Nadila
"Gue nggak ngikutin, kita kan satu kelas, ya wajar kalau arahnya bareng"
"Nadila, Jeffery." belum juga Nadila menjawab, sudah ada yang memanggil
"Pak Joan."
Nadila melihat Joan dan seseorang yang berada di belakangnya.
'Om Tama kenapa masih ada di sini?'
"Kalian berdua ngapain di sini? Mojok ya?"
"Eh kok bapak tau sih?" Jeffery berucap sembari tersenyum
"Dasar gila." Nadila berguman mengumpat
"Masuk kelas sana!"
"Kita kan nggak ada kelas lagi pak, kenapa disuruh masuk kelas lagi?" — Nadila
"Ada seminar dari para pengusaha, kalian kan akan segera lulus, jadi wajib ikut"
'Oh, om Tama pasti salah satu pengusaha buat adain seminar'
"Udah sana masuk! Tunggu apa lagi?"
"Iya pak iya, yaudah yuk by, kita masuk."
"By by. Lo kata gue babi a—ih Jeffry!" Nadila memberontak ketika ditarik oleh Jeffery
Karena sedari tadi, Nadila ditatap oleh Tama dengan selidik, mungkin saja Tama cemburu.
"Dasar anak muda jaman sekarang. Maaf ya Pak Tama, dua orang itu memang mahasiswa yang paling bandel"
Taeil hanya mengangguk
'Laki laki tadi siapa?'
Skip ><
Nadila baru sampai rumah jam delapan malam.
Sebenarnya, Nadila sempat ingin mampir ke rumah Tama, namun Yuda berkata jika Tama pergi dengan Issya, dan akhirnya dia langsung pulang saja setelah seharian bermain.
Setelah memarkirkan motor matic pink nya, Nadila ke arah depan rumah. Namun dia menemukan sebuah mobil yang tidak asing terlihat parkir di rumahnya.
"Mobil siapa nih? Kayak pernah lihat." Nadila berpikir sembari berjalan memasuki rumah
"Mama, Dila pulang"
"Kemana aja ya jam segini baru pulang? Keluyuran terus" Dani yang sedang di rumah mendekat ke Nadila
"Suka suka aku lah mau ke mana."
"Mama Dilaa!" dan tiba tiba saja ada suara seorang anak kecil yang memanggil.
Nadila menoleh ke sumber suara
"Om Tama! Issya!"
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Aralyn_88
🤣🤣🤣🤣🤣
2020-12-18
0
Weda Astuti
🤣🤣🤣🤣🤣🤣😂😂😂😂😂
2020-08-16
0