Nadila sedang merutuki dirinya sendiri, Bisa bisanya dia berbicara seperti itu ke Tama? Pasti dia sangat malu.
Tapi, tidak bisa dipungkiri, Nadila memang tertarik dengan majikannya itu
Menurut Nadila, Tama adalah definisi suami idaman.
Tampan, berwibawa, kaya raya dan sangat menyayangi anaknya.
Perempuan mana yang bisa menolak pesona seorang Tama Hutomo?
"Hachii!!!" Dan Nadila bersin untuk kesekian kalinya
"Duhh ini hidung gatel banget." Nadila menggosok gosok hidungnya menggunakan tangan
"Nadila." tak berselang lama, Tama memanggil
"Kenapa om?" Nadila menjawab sembari mengalihkan pandangan, dia tidak ingin menatap Tama
"Saya ada di sini Nadila, bukan di bawah. Tidak sopan kamu kepada majikan"
"Duh om, aku itu lagi masak. Om Tama kan lihat sendiri kalau aku potongin sayur, nanti kalau kena tangan gimana?"
Sepertinya hanya Nadila yang berani dengan orang seperti Tama.
Taeil mendekat ke Nadila
"Usia kamu berapa?" tiba tiba saja Tama bertanya usia Nadila.
"Kenapa emang om?"
"Kamu cukup menjawab saja Nadila, jangan kembali bertanya" Tama agak memaksa
"Umur aku baru 22 om"
Tama mengangguk paham.
"Usia saya di atas kamu"
"Ya Terus?" - Nadila
"Kalau dihitung hitung itu, jarak usia saya dengan usia kamu tidak terlalu jauh, mungkin sekitar sepuluh tahunan"
'Ini orang kenapa sih, dari tadi pembicaraannya tuh agak lain'
"Sepuluh tahun itu ya jauh banget sih om, ibarat saya keponakan, om nya itu paman"
"Hmm, tapi jika itu sudah menyangkut hati, bukannya tidak perlu memandang semua itu?"
Nadila semakin tidak mengerti apa yang dibicarakan Tama. Dia meletakkan pisaunya, lalu menatap Tama.
"Ya terus kenapa om? Om tanya gitu emang mau nikah lagi?"
"Mungkin seperti itu"
"Terus? Om suruh aku cari calon istri buat om gitu?" - Nadila masih belum peka ternyata
"Tidak, saya tidak akan menyuruh kamu untuk mencarikan saya istri, karena saya sudah menemukannya" Tama berucap sembari menatap Nadila yang berharap peka.
'Hm, kayaknya gue harus mundur'
"Kamu kenapa?"
"Hah? Emang aku kenapa?"
"Kamu ditanya malah tanya balik."
Nadila menyengir.
"Ah iya, saya ingin tanya sesuatu."
"Tanya apa om?"
"Apa Kamu masih belum bisa melupakan Mahen?" tanya Tama tanpa basa basi
"Ya perlahan lahan udah bisa lupa kok om, Lagian buat apa juga inget inget masa lalu, Mantan mah mantan aja." Nadila berbicara sembari mengupas bawang
"Tapi yang saya dengar, Kamu berhubungan dengan Mahen dalam waktu yang lama?"
"Ya sekalipun itu lama kalau bukan jodohnya buat apa sih om dipertahankan. Ya kan?"
Tama menatap Nadila
"Nadila?"
"Iya om, Kenapa?"
Tama meletakkan pisau Nadila kembali, dan segera menarik Nadila ke hadapannya
"Saya tertarik dengan kamu."
DEG!
Dan seketika jantung Nadila seperti berhenti berdetak, karena ini sangat tiba tiba
"Om?"
"Akhir akhir ini, saya memikirkan kamu terus menerus, Nadila"
"Hah?"
"Seperti yang Issya bicarakan tadi pagi, itu memang benar. Issya ingin kamu menjadi ibu sambungnya"
"...."
"Tapi saya tidak ingin terburu buru mengambil keputusan, harus ada tahapannya"
"Om aku—"
"Jika boleh, saya ingin mengenal kamu lebih jauh sebagai calon ibunya Issya, bukan sebagai pengasuhnya"
Nadila terdiam, dia sangat terkejut dengan hal ini. Nadila bingung harus merespon seperti apa.
*****
Setelah selesai memasak dan mempersiapkan makan siang, Nadila kembali ke dapur untuk bersih bersih.
Sekarang Nadila sedang mencuci piring dan juga wadah lain.
Tapi sedari tadi, Nadila melamun. Nadila masih tidak menyangka dengan apa yang dibicarakan Tama, yang mengajak dirinya menikah
Bahkan Nadila belum satu bulan bekerja di tempat ini.
Nadila berbalik, dia berniat ingin meletakkan tempat tempat yang sudah dicuci tersebut ke asalnya
Pyar!
Namun tiba tiba salah satu piring yang ada di tangannya pecah.
Karena ketika Nadila membalik badannya, Tama berada tepat di belakang, dan itu membuat Nadila terkejut.
"Astaga maaf om nggak sengaja. Aku kaget om Tama ada di depan aku." Nadila berjongkok, lalu segera memunguti pecahan tersebut agar tidak mengenai Tama.
"Saya yang harusnya minta maaf. Biar saya yang mengurus ini, lanjutkan pekerjaan kamu"
"Nggak papa om, biar aku aja, nanti- aw!" Dan belum selesai berbicara, telunjuk Nadila tergores pecahan piring tersebut.
"Saya sudah bilang akan mengurus ini, tapi kamu kenapa terlihat ngeyel sih?" Dan Tama terlihat kesal dengan sifat Nadila yang keras kepala.
"Ma-maaf om, Ini kan udah jadi tugas aku."
"Kamu tunggu di ruang tengah"
"Tapi kan om-"
"Tunggu di ruang tengah, Nadila"
Dan akhirnya, mau tidak mau Nadila beranjak dari tempatnya dan meninggalkan Tama
.
.
.
.
Sekarang Tama dan Nadila tengah berada di ruang tengah, Tama ingin mengobati jari Nadila yang terkena serpihan piring.
"Mana tangan kamu."
"Om, biar aku aja yang obatin tangan aku."
"Tangan kamu mana?"
Mau tidak mau, Nadila menunjukkan jarinya yang terkena serpihan tersebut.
Tama melihat luka pada jari Nadila yang masih mengeluarkan darah.
Tama membersihkan jari Nadila, lalu segera memakaikan plester agar tidak infeksi
"Lain kali hati hati, jangan ceroboh lagi." — Tama
"Ya kan gara gara situ, saya jadi kayak gini" guman Nadila lirih, tetapi Tama mendengar
"Jangan terlalu banyak membatin"
"Iya om maaf." - Nadila
Tama tersenyum tipis.
"Yaudah aku mau ngelanjutin kerja dulu." Nadila berdiri, dia ingin kembali ke dapur
Tapi tiba tiba tangan Tama menahannya
"Om, lepasin tangannya, ini aku mau ke dapur dulu. Mau lanjut masak"
Tama berdiri dengan posisi menahan tangan Nadila, dan dengan segera dia memeluk perempuan yang kini tengah membingungkan hatinya.
"Om!"
"Sudah lama saya tidak merasakan pelukan hangat seperti ini.." Lirih Tana
"......"
"Kamu perempuan kedua yang membuat saya nyaman, setelah ibu saya"
'Ibu? Apa Om Tama nggak pernah merasa nyaman sama istrinya?'
"Om?"
"Hm?"
"Apa om Tama kira aku ini mirip mendiang istrinya Om?"
Tama terdiam sejenak, dia bingung untuk menjawab apa.
"Kalau om Tama mau jadiin aku ibu sambungnya Issya karena hal itu, maaf aku nggak mau"
Tama melepaskan pelukannya perlahan, lalu menatap Nadila.
"Nadila—"
"Aku nggak mau Om Tama lihat aku sebagai orang lain, karena aku sama istrinya om beda."
Tama masih menatap Nadila, lalu menyentuh kedua bahunya.
"Jika saya melupakan Hana, apa pandangan kamu berubah?"
"Om Tama—"
Tepat setelah itu, Tama menarik Nadila dan memberikan ciuman di bibir.
Nadila terperanjat, dia terkejut dengan apa yang dilakukan Tama.
Tama yang melihat Nadila tidak merespon apa apa, melumat bibirnya dengan lembut. Entah apa yang dia lakukan saat ini.
Nadila masih terdiam, dia tidak tahu harus berbuat apa, semuanya secara tiba tiba.
'Nggak bisa kayak gini, ini udah salah'
Nadila yang sadar ini salah, segera melepas paksa bibirnya dari bibir Tama.
Nadila tidak berbicara apapun, dia ingin meninggalkan Tama.
Namun Tama menahannya.
"Tolong bantu saya untuk belajar mencintai kamu."
Nadila hanya menatap Tama, lalu menepis tangan Tama dan segera pergi.
Tama menghela nafas dengan kasar, sepertinya cara yang dia lakukan adalah salah.
Sementara itu, Nadila terduduk di teras depan, Dia menghela nafas dengan berat.
Dan diam diam, Nadila menangis.
'Bukan ini yang gue mau'
Nadila sesenggukan, dia merasa kehilangan jati diri sekarang. Dia merasa bahwa Tama telah mempermainkannya.
Nadila masih menangis, Dan tak berselang lama ada sebuah tangan yang memberikan tisu
Nadila mendongakkan kepalanya.
"Nggak usah nangis, gue nggak suka lihat lo nangis" Dan ternyata orang itu adalah Yuda.
Nadila segera mengusap air matanya, dan mengambil tisu dari tangan Yuda.
"Lo balik aja ke rumah, nggak usah kerja di sini lagi mulai sekarang"
"...."
"Maaf kalau abang gue buat lo sakit"
Nadila hanya terdiam, dia masih menetralisir perasaannya.
"Gue anter pulang" Yuda menawarkan diri untuk mengantar Nadila pulang
Nadila menggelengkan kepalanya "Kerjaan gue belum selesai, gue nggak papa"
"Lo pilih pulang atau lo lihat gue hajar Bang Tama?" — Yuda
"Yuda"
"Jangan jatuh cinta sama Tama, dia itu bajingan Dil."
Nadila hanya terdiam, entah dia harus berbuat apa sekarang.
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yuni Setyawan
AQ ma suami 16 tahun malah🤣🤣🤣
2024-08-02
0