"Bang Dani, apa kabar?" ternyata Dani yang berada di tempat itu.
Dani tidak menjawab, dia berjalan cepat
"Dek, ayo pulang." Dani menarik tangan sang adik agar menjauh dari Mahendra
"Kak Dani kok bisa ada di sini?" Nadila merasa heran, karena dia tidak mengatakan kepada Dani agar dijemput.
Bukannya menjawab, Dani menatap Mahendra dengan tajam "Kenapa lo masih ganggu adik gue, brengsek?"
"Sorry bang, gue cuma pengen anterin Nadila pulang aja" — Mahendra
"Alasan!"
"Beneran gue mau anterin Nadila pulang, gue juga mau ngobrol berdua, karena gue masih sayang sama dia" — Mahendra
Mendengar kata itu, rahang Dani mengeras, dia melepas genggaman tangannya, dan segera mencengkeram kemeja Mahendra
"Sampah kayak lo, nggak pantes bilang kayak gitu. Ke mana selama lo masih ada hubungan sama Nadila? Kenapa baru sekarang lo bersuara?" Dani berucap sembari mengeratkan cengkeramannya
"Kak Dani, udah" Nadila berusaha mencegah sang kakak agar tidak semakin emosi.
"Bang, gue bisa jelasin semuanya, ada salah paham"
"DENGERIN APA LAGI?! Nggak ada kapoknya lo gue lihat lihat, dulu lo yang tinggalin, sekarang lo malah yang ngejar, mau lo apa, bajingan!" — Dani
"Bang Dani, gue emang sempat berpikiran kalau Nadila itu bayangan masa lalu gue, tapi untuk sekarang, gue janji bakalan anggap Nadila sebagai orang yang gue sayang, gue—"
"Bacot!"
Bugh!
Satu pukulan mendarat di rahang Mahendra
"KAK DANI!" Nadila sangat terkejut karena sang kakak melakukan kekerasan kepada Mahendra.
"Kenapa? Mau bela dia? Masih belum sadar kamu?"
"Nggak kak, Ila nggak bela dia, tapi ini udah malem dan di pinggir jalan, ayo kita pulang aja" Nadila menenangkan sang kakak
Dani menghela nafas dengan kasar, lalu menatap Tajam Mahendra yang tengah terduduk
"Kalau sampai gue tahu lo paksa adik gue lagi, beneran mati di tangan gue lo!"
Dani segera membawa Nadila masuk ke dalam mobilnya
Mahendra menatap kepergian mobil Dani, dia mengepalkan tangannya dengan erat.
"Kalau Nadila nggak bisa jadi milik gue, orang lain pun nggak akan bisa.." Mahendra semakin mengeratkan kepalannya.
Sepertinya dia akan berbuat sesuatu yang buruk.
***
Dani dan juga Nadila telah sampai rumah. Mereka memang tinggal sendirian, karena sang Ibu tangah menyusul sang ayah yang sedang berada di luar negeri karena pekerjaan
"Kenapa kamu masih mau ketemuan sama dia? Kamu masih cinta?" Dani mengintrogasi sang adik
"Tadi nggak sengaja ketemu kak, Kak Mahen sendiri yang dateng" Nadila menjawab dengan sedikit takut
Dani menghela nafas dengan kasar "Mulai besok, kamu kakak antar jemput!"
"Kak kok-"
"Nggak ada bantahan! Kamu pilih kakak yang antar jemput, atau kakak bilang ke Bang Tama sekalian?"
Nadila terdiam, dia tidak ingin Tama tahu soal tadi, karena pasti akan tambah panas
"Kamu ada hubungan apa sama abangnya Yuda?" Dani bertanya tiba tiba.
"Nggak ada hubungan apa apa."
"Kamu pikir kakak ini bodoh apa?"
"...."
"Kamu pikir kakak nggak tahu apa yang kalian lakuin di kamar waktu itu?"
Ucapan Dani membuat Nadila menatap dengan terkejut.
"Kamu nggak ada laki laki lain dek?" Dani bertanya namun kali ini lebih lembut.
"Kak Dani nggak setuju kalau aku pacaran sama Om Tama?"
Dani menghela nafas "Bukan nggak setuju, tapi abangnya Yuda kan udah punya anak. Kamu emang sanggup ikut rawat Issya nanti?"
"...."
"Rumor Bang Tama pacaran sama kamu udah kesebar loh, apalagi kamu masih muda, kakak takut kamu nanti malah yang kena sama media" — Dani
"Kenapa Sampai ke media?"
"Pratama Hutomo itu pebisnis besar dek, mau berita apapun, pasti media cepet temuinnya"
Nadila menghela nafas
"Nadila sayang sama Om Tama kak"
"Sayang karena kalian udah terikat?"
Nadila menggelengkan kepalanya "Ila sama Om Tama nggak pernah melakukan sampai tahap kayak gitu kak, Ila berani sumpah"
"Terus waktu di kamar kamu?"
"Cuma melakukan hal kecil"
Dani menghela nafas kembali "Pikir baik baik lagi, kakak nggak mau kamu salah ambil langkah, lagian papa juga belum tentu setuju kalau kamu pacaran sama orang yang usianya jauh di atas kamu"
Nadila hanya mengangguk, dia mencengkeram tasnya dengan kuat
'Apa gue harus bener bener putus sama Om Tama?'
Skip<<
Nadila telah sampai rumah Tama, dan dia benar benar diantar oleh Dani.
"Inget ya, nanti kalau mau pulang telfon kakak, atau suruh anter Yuda. Awas kamu kalau ketemu si brengsek itu lagi." Dani memperingatkan
"Iya kak Dani" Nadila segera keluar dari mobil Dani
"Mama Dila!" Dan ternyata Issya tengah menunggu di teras depan bersama Tama.
"Selamat pagi kesayangan mama!" Nadila mendekat, lalu segera memeluk Issya
"Mama Dila hari ini antar Om Dani ya?"
Nadila mengangguk "Iya. Hari ini mama diantar Om Dani."
Nadila melirik Tama sejenak
"Pagi om" Nadila terlihat menyapa, namun tidak seperti biasanya. Terkesan datar
"Dila, saya ingin—"
"Issya udah sarapan belum?" Nadila bertanya.
"Belum, Issya mau tungguin mama aja biar bisa sarapan bareng"
"Yaudah, sekarang mama buatin sarapan ayo, nanti kita makan bareng"
Nadila segera menuntun Issya agar masuk ke rumah, meninggalkan Tama yang sedari tadi hanya terdiam karena diabaikan oleh Nadila.
Tama menghela nafas, lalu mengacak rambutnya, dia benar benar menyesal telah mengatakan hal yang buruk seperti itu kepada Nadila.
.
.
.
Setelah membuat sarapan, Nadila tengah menyuapi Issya. Issya memang sedikit manja jika dengan Nadila. Mungkin dia merasakan disayang oleh ibu.
Dan tak lama kemudian, Tama datang
"Dila, kamu siapkan baju untuk Issya bawa"
"Emang issya mau ke mana?" Nadila bertanya
"Hari ini Issya akan menginap di rumah orang tua saya"
Nadila hanya mengangguk, lalu segera ke kamar Issya untuk menyiapkan keperluannya.
"Papa, Mama Dila ikut ke rumah oma kan?"
"Nggak sayang, Mama Dila di sini sama papa, kan mama kerja"
"Kalau gitu Issya nggak mau ke rumahnya Oma. Issya mau di sini aja sama mama Dila"
Setelah selesai memakai kaos, Tama mengangkat badan Issya.
"Katanya Issya pengen Mama Dila tinggal satu rumah sama papa kan?"
Issya mengangguk
"Papa harus ngobrol dulu sama Mama Dila berdua, jadi Issya sementara di rumahnya Oma, oke?"
Mendengar itu, Issya kembali antusias, dia mengangguk menuruti perintah sang ayah.
Tak berselang lama, Nadila datang membawa tas punya Issya.
"Om Tama yang antar Issya?"
"Yuda yang menjemput"
Nadila mengangguk, lalu segera memberikan tas Issya kepada Tama.
***
Yuda telah menjemput Issya untuk dibawa ke rumah orang tuanya. Dan sekarang, Nadila hanya berdua di rumah ini bersama Tama
Walaupun memang sering berdua, tapi untuk kali ini terlihat berbeda, karena semalam Tama dan juga Nadila ada pertengkaran, jadi Nadila sedikit malas.
Sekarang Nadila sedang membersihkan kamar milik Issya, dia ingin menghindari Tama.
Namun sepertinya Tama yang terlihat mengejar Nadila sekarang.
"Kamu nggak ada kegiatan di kampus?" Tama basa basi
"Nggak." Nadila menjawab dengan singkat.
Tama mengehela nafas, lalu mendekat ke Nadila dan langsung memeluknya dari belakang.
"Aku mau kerja. Nggak usah ganggu." Nadila berusaha melepaskan pelukan dari Tama, namun tenaga Tama lebih kuat.
"Maunya om Tama itu apa sebenernya?"
"......"
"Om ngga inget kata katanya om semalem? Aku kan di sini hanya sebatas pengasuh Issya, jadi om nggak usah ganggu kerjaan aku"
"Maafkan saya. Saya tidak bermaksud seperti itu"
"Minta maaf aja terus, Om Tama sadar nggak sih setiap Om buat kesalahan, selalu minta maaf dan ujung ujungnya diulangi, Om Tama kayak anak kecil tahu nggak!" Nadila mengomel
"...."
"Padahal aku tanya baik baik, tapi malah om Tama jawab kayak gitu, Om pikir aku nggak sakit hati apa"
Tama terdiam, dia membiarkan Nadila menumpahkan kekesalannya
"Om Tama ngatain aku kayak gitu seenaknya, pasti om Tama percaya sama omongan orang orang di kampus aku" Nadila mulai terisak, karena sejujurnya dia merasakan sakit hati atas sikap dan perkataan Tama kemarin.
"Aku punya banyak temen laki laki, tapi bukan berarti aku kayak gitu" Nadila semakin menangis.
Tama semakin merasa bersalah, dia membalik badan Nadila, lalu segera memeluknya kembali.
"Nadila, saya mencintai kamu. "
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Fitri Endang Murya
bego, udah sakitin baru ngomong cinta
2020-08-15
3