Yuda baru saja kembali ke rumah Tama, karena tadi dia menjemput Issya di sekolah.
Nadila masih berada di rumah ini, dia tidak ingin pulang padahal Yuda telah membujuknya.
"Om Yuda, Papa sama Tante Dila ke mana sih?"
"Om juga nggak tahu"
Biasanya, jam jam seperti ini, Nadila ada di dapur karena waktunya makan siang. Tapi entah sekarang ada di mana.
"Jangan jangan, papa sama tante Dila pergi om? Terus Issya nggak diajak" - Issya
"Nggak mungkin Issya, kan mobilnya papa kamu ada di garasi." - Yuda
"Terus ke mana dong om? Issya udah laper nih"
"Yaudah, Issya ke kamar dulu aja, biar om Yuda yang cari papa sama tante Dila."
"Iya om" akhirnya Issya masuk ke kamar.
Sementara Yuda melanjutkan pencariannya. Dia mencari Nadila dan juga Tama di ruang belakang.
Tetapi tidak ada siapa siapa di sana
"Ke mana mereka berdua?"
Yuda mencari ke kamar bawah, namun juga tidak ditemukan tanda tanda ada orang.
Yuda terdiam, dia berpikir sejenak.
Sampai akhirnya dia teringat sesuatu, dan langsung naik ke lantai atas
.
.
.
Sementara itu, Tama dan juga Nadila ternyata tengah membersihkan kamar yang berada di lantai atas.
Tama yang meminta Nadila untuk membersihkan, karena orang tuanya akan berkunjung dalam waktu dekat.
Namun, kali ini Nadila ditemani oleh Tama langsung.
Tapi jujur, dia menjadi kurang nyaman jika bersama Tama. Memang diakui jika Nadila menyukai Tama, namun dengan perlakuan Tama tadi pagi, membuat dia harus berpikir ulang.
Tuk!
Tiba tiba saja ada yang memukul pelan kepalanya menggunakan pensil.
Siapa lagi pelakunya kalau bukan Tama
"Sakit om"
"Sengaja, agar kamu tidak banyak melamun"
"Ck!" Nadila berdecak dan melanjutkan pekerjaannya.
Tama memiringkan kepalanya untuk menatap Nadila dari dekat
"Kamu hari ini menangis?"
Nadila menggelengkan kepala.
"Tapi saya melihat mata kamu sembab, apa karena—"
"Jangan ganggu om, aku mau kerja" Nadila berusaha menghindari Tama.
"Kamu mengabaikan saya sedari tadi"
"Kalau nggak mau diabaikan, lebih baik Om Tama pergi aja"
"Nadila."
Nadila berbalik badan, dia segera mengambil sapu untuk membersihkan kolong meja.
'Nadila, saya tidak suka diabaikan'
Tama mendekat ke arah Nadila, dia berniat ingin menjelaskan sesuatu.
"AAAAAAAAA"
"Dila!"
"OM ADA TIKUS."
Nadila berlari, dan secara tiba tiba memeluk Tama.
Tama langsung terdiam, dia merasakan darahnya berdesir hebat.
'Sialan, sepertinya saya benar benar jatuh cinta'
Setelah cukup lama menetralisir detak jantung, Tama tersadar dan berusaha tenang.
"Mana tikusnya?"
"Tadi di bawah meja om! Nggak tahu sekarang kabur ke mana." Nadila berucap sembari mengeratkan pelukannya, karena dia memang sangat phobia dengan tikus.
"Tidak perlu panik" Tama mencoba melepaskan pelukan, namun Nadila tambah mengeratkan pelukan itu
"Lepas dulu pelukannya"
"Nggak mau! Nanti om Tama malah tinggalin aku di sini"
Tama terdiam, jantungnya kembali berdetak, dia merasa tersengat sesuatu.
"Om Tama, ayo cari tikusnya"
"Ya jika seperti ini, bagaimana saya mencarinya?"
"Usirnya pakai sapu aja om"
"Ya kan sapunya harus diambil dulu."
"Yaudah ambil aja sana."
"Ya makanya ini pelukannya dilepasin dulu."
"Tapi nanti tikusnya kalau ke sini gimana?!"
"Tidak akan, kamu di sini, jadi saya yang akan—"
BRAK!!
Dan tiba tiba, Yuda membuka pintu dengan keras, dan segera mendekat.
Nadila yang melihat Yuda seperti menahan amarah, segera melepaskan pelukan
"Yud, gue yang peluk om Tama duluan!" Nadila menjelaskan terlebih dulu agar tidak terjadi salah paham
"Serius, tadi ada tikus. Terus gue reflek lari terus peluk Om Tama, lo kan tahu sendiri gue anti banget sama tikus"
Tama yang mendengar penjelasan Nadila, mengerutkan dahi, dia segera mendekat
"Kenapa kamu menjelaskan seperti itu?" — Tama
"Nggak papa, biar nggak ada salah paham"
"Salah paham bagaimana? Apa Yuda melarang kamu untuk dekat dengan saya Nadila?"
"Ng-nggak om nggak gitu"
"Issya cariin lo, mendingan lo ke kamarnya" Yuda menyuruh Nadila agar menghampiri Issya
Nadila meletakkan kain di meja, lalu segera keluar dari kamar.
Sementara Yuda dan Tama hanya saling menatap.
Skip<<
Sekarang, Tama tengah bersama Yuda di ruang tengah. Sedangkan Nadila sedang menemani Issya makan siang.
Yuda telah menceritakan semuanya apa yang terjadi dengan Nadila hari ini ke Tama. Tama menjadi merasa bersalah.
"Jadi, lo serius atau nggak mau jadiin Nadila istri?" Yuda bertanya
"Belum tahu pasti"
"Jawaban sampah" — Yuda
Tama menatap Yuda "Gue masih bingung buat meyakinkan hati gue Yud, gue emang tertarik sama Nadila, tapi gue belum ke arah sana"
Yuda menghela nafas dengan kasar, plin plan sekali kakak sulungnya ini
"Lo jangan plin plan jadi cowok, lo bilang ke gue katanya bertekad buat Nadila jatuh cinta, tapi sekarang jawaban lo beda lagi. Nggak laki banget lo"
"Gue cuma takut Nadila sakit hati Yud"
"Maksud lo?"
"Setiap gue punya niat buat ungkapin perasaan gue, tapi kenapa gue selalu kepikiran Hana."
"..."
"Nadila mirip banget sama Hana Yud"
"Nggak" — Yuda
"Nadila sama Hana beda, mereka nggak mirip. Cuma karena senyuman Nadila mirip sama Hana, bukan berarti kelakuannya sama"
"Gue tahu, tapi gue yang masih ragu"
"Ragu kenapa sih bang? Lo tuh muter muter terus jawabannya, kalau nggak nggak, iya iya"
Tama terdiam
"Gue tanya sekali lagi, apa lo udah mulai ada rasa sayang ke Nadila?"
"Gue belum bisa bilang sayang, karena kita belum ada hubungan apapun, tapi setiap kali gue lihat Nadila, bayangan Hana selalu berputar di pikiran gue"
"Sekali lagi gue bilang, jangan bawa bawa Hana dan bandingin sama Nadila. Mereka beda kelakuan"
"Bukan gitu Yud—"
"Kalau lo ada niat buat jadiin Nadila istri, bilang secepatnya, tapi kalau nggak, berhenti. Gue bakalan ngomong ke Nadila juga buat jangan kerja lagi di rumah ini"
"Tapi kan—"
"Lo pengen tahu alasan Nadila sama Mahen putus?"
"Apa?"
"Mahen itu, sama kayak lo. Nggak bisa lepas dari bayangan masa lalunya"
"... "
"Sebelum pacaran sama Nadila, Mahen pernah punya pacar, dan pacarnya meninggal tepat di hari ulang tahun Mahen"
"Terus? Hubungannya sama Nadila?"
"Hubungannya adalah, karena Mahen selalu anggap Nadila sebagai bayangan mendiang ceweknya, Mahen nggak pernah lihat Nadila sebagai dirinya sendiri"
Tama terdiam
"Jangan kira, Nadila orangnya baik baik aja bang. Dia itu banyak sakitnya"
"...."
"Ada satu tahun dia bolak balik ke psikolog, gue serius"
Tama terkejut mendengar ucapan Yuda, karena dia tidak tahu bahwa Nadila pernah mengalami hal yang menyedihkan seperti itu.
"Jadi, kalau emang lo ada niat buat serius, gue saranin hati lo harus bener bener bersih."
"Gue takut nggak bisa Yud" Tama masih bersikeras
Yuda berdecih
"Lo itu takut karena emang belum bisa lupa sama Hana, lo terlalu tolol bang, Hana udah kasih lo kesakitan kayak gitu, masih lo cintai, gila sih lo, terlalu bucin jadinya bego"
"..."
"Lagian, lo sama mbak Hana udah beda alam, bahkan dari lahir, Issya nggak pernah lihat wajah Ibu kandungnya, lo nggak capek rawat Issya sendirian? Umur lo bakalan bertambah, Issya juga harus ada sosok Ibu bang. Pakai nurani lo"
Kali ini, Tama tidak bisa menjawab semua pernyataan dari Yuda, karena semua yang dikatakan adalah benar.
Tama sangat mencintai mendiang istrinya, bahkan dia rela melakukan apapun agar istrinya tetap bersamanya.
Tapi itu dulu, sebelum Tama mengetahui rahasia besar yang membuatnya semakin hilang rasa dengan Hana. Mungkin rasa cinta itu masih ada, tapi tidak seperti dulu.
Di sisi lain, Nadila yang selesai menemani Issya makan, ingin memanggil Tama dan juga Yuda untuk makan siang bersama.
Tapi niat itu diurungkan, karena Nadila mendengar sesuatu yang menyakitkan hatinya.
Ya, Nadila mendengar semua yang dibicarakan oleh Tama dan Yuda. Nadila juga mendengar bahwa Tama masih ragu untuk menjadikannya sebagai istri.
"Jadi, Om Tama bener bener masih cinta sama mendiang istrinya.."
Nadila tersenyum miris "Harusnya gue udah bisa tebak dari awal kan?"
Nadila menghela nafas, berusaha menetralisir hatinya, lalu segera pergi meninggalkan ruang tengah
Dia benar benar sakit hati.
****
Malam ini, Nadila akan pulang lebih awal. Karena dia ingin sendiri.
Nadila ingin pergi sendirian untuk menenangkan pikirannya
"Tante Dila mau ke mana?" tanya Issya yang baru saja selesai makan malam
"Tante mau pulang sayang." Dila menjawab sembari merapikan baju Issya
"Tante Dila kenapa nggak tinggal di sini aja sih? Temani Issya main."
Nadila tersenyum "Nggak bisa sayang. Tante hari ini ada janji sama temennya tante. Maaf ya?" Nadila meminta maaf
"Yaudah, Issya ikut tante aja ya?" Issya terlihat memohin
"Nggak bisa sayang, ini kan acaranya buat orang dewasa. Issya masih kecil, Jadi di rumah aja ya? Lagian kan ini udah malem waktunya Issya bobok " terang Nadila sembari menarik pipi Issya dengan lembut
"Mau kemana lo?" Yuda mendekat secara tiba tiba
"Gue ada janji sama temen"
"Siapa?"
"Lo nggak perlu tahu kan?"
Dan ucapan Nadila membuat Yuda sedikit paham, bahwa Nadila tidak dalam mood baik.
"Gue ikut"
"Nggak bisa Yud, gue pengen sendiri. Lagian lo nggak akan kenal temen temen gue yang ini"
"Lo mau ke galaxy kan?"
Dan ucapan Yuda membuat Nadila terdiam.
"Galaxy itu apa ya om?" Issya yang tidak tahu, bertanya
"Issya, kamu masuk kamar dulu ya? Nanti Om Yuda susul"
Issya mengangguk, lalu segera beranjak ke kamar
Sekarang hanya menyisakan Yuda dan juga Nadila.
"Lo denger pembicaraan gue sama Bang Tama?"
Nadila menggelengkan kepalanya "Emang kalian bicarain apa?"
"Nggak usah bohong"
"Gue nggak bohong, gue nggak denger apapun obrolan kalian. Sekalipun denger juga gue nggak ada hak buat ikut campur kan?"
Yuda terdiam.
"Gue pergi dulu, bilang sama abang lo kalau besok gue nggak ke sini"
Nadila baru saja melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah.
Namun ternyata Tama baru saja datang dari luar dengan pakaian rapi.
"Kamu mau ke mana?" Tama bertanya
"Pulang"
"Ini baru jam berapa? Jam kerja kamu sampai Issya tidur kan?"
"Ada Yuda di sini, jadi Issya sama dia, aku ada urusan"
Nadila melanjutkan langkahnya, dia ingin segera keluar dari rumah ini.
Namun belum sempat Nadila keluar, Tama menahannya.
"Ada sesuatu?"
"..."
"Kamu mengabaikan saya sejak tadi pagi, jika saya ada salah, tolong beritahu. Saya tidak mau kamu diamkan seperti ini, Nadila." — Tama
"Nggak ada sesuatu yang penting om"
"...."
"Lagian aku di sini juga kerja, aku bukan siapa siapanya Om Tama, jadi aku juga nggak ada hak apapun buat cerita"
"Nadila."
"...."
"Masalah tadi pagi?"
Nadila menggelengkan kepalanya, lalu melepas tangan Tama.
"Om Tama, mulai sekarang, kita jangan kayak gini"
"..."
"Jangan terlalu berlebihan, apalagi soal perasaan, jangan banyak mengumbar kata kata manis kalau hati dan pikiran belum sejalan, itu buat sakit Om"
Setelah berbicara seperti itu, Nadila meninggalkan Tama yang masih terlihat kebingungan.
'Apa Nadila mendengar obrolan tadi siang?'
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments