Nadila terdiam sejenak
Sungguh, dia sangat terkejut dengan pemandangan ini, karena laki laki yang berada di hadapannya terlihat sangat tampan dan berwibawa
"Permisi, kamu baik baik saja?"
Mendengar ucapan laki laki tersebut, Nadila segera tersadar
"Ah iya, saya baik baik saja"
"Lalu? Ada keperluan apa kamu datang ke rumah ini? Apa kamu mengenal saya?"
'Kalau dia tanya kenapa lo ke rumahnya, Jawab aja kalau lo itu temennya gue'
Nadila kembali teringat kata kata Yuda
"Eh itu om, Saya temennya Nayuda, adeknya om."
Laki laki itu diam, seperti memikirkan sesuatu.
"Ohh, kamu yang sedang mencari pekerjaan itu bukan?"
"Nah iya! Bener banget om" Nadila menjawab dengan semangat
"Yasudah, masuk dulu." laki laki itu mempersilahkan Nadila masuk sembari menggendong sang anak.
Dan sekarang mereka berdua sedang duduk bersebalahan di ruang tamu.
'Kenapa gue grogi ya' Nadila mengumpat dalam hati
"Jadi? Apa keahlian kamu?"
Nadila terdiam, dia sama sekali belum mempunyai keahlian apapun, karena dia belum pernah merasakan dunia kerja.
"Kok nggak dijawab? Saya tanya loh, kamu bisa apa? Apa nggak bisa ngapa ngapain?"
"Eh bisa kok om bisa!"
"Yaiya, tapi bisa apa? Kan saya tanya kamu tadi."
Ternyata yang dibilang Yuda ada benarnya, jika sang kakak ini orangnya terlihat serius.
"Saya bisa semuanya kok om."
"Yakin?"
Nadila mengangguk.
"Kamu mahasiswa?"
"Iya om."
"Semester?"
"Semester akhir om. Sebentar lagi juga skripsi hehe."
Laki laki tersebut hanya mengangguk
Asli kaku banget ini om om
"Kamu sudah tahu pekerjaan kamu ini apa?"
"Belum sih om."
"Memang Yuda tidak memberi tahu kamu?"
Nadila menggelengkan kepalanya
"Saya sedang membutuhkan orang untuk mengurus rumah dan mengurus anak saya, kamu bersedia menjadi asisten rumah tangga saya?"
"Hah? Apa om?"
"Asisten rumah tangga, sekaligus menjaga anak saya ketika saya bekerja, kamu sanggup?"
Dan ternyata benar, Nadila akan menjadi seorang asisten sekaligus pengasuh di rumah seluar ini
"Kenapa melamun? Kamu tidak bersedia menjadi asisten rumah tangga saya?"
"Mau kok om."
Demi keperluan kuliah, mau tidak mau, Nadila harus menerima
"Yasudah, kapan bisa mulai kerja?"
"Sekarang juga bisa." — Nadila
"Tidak mengganggu jadwal kuliah kamu kan?"
"Nggak kok. Kebetulan saya cuma ada kelas pagi, Jadi udah pulang" - Nadila.
"Yasudah, kalau gitu sekarang kamu bisa kerja di rumah saya hari ini"
"Siap om!"
"Oh iya, nama kamu siapa?"
"Nadila om, panggil aja Dila."
Laki laki tersebut mengangguk mengerti
"Ah iya, saya belum tahu nama om, Masa iya asisten nggak tahu nama majikannya."
"Nama panggilan saya? Atau mau nama lengkap?"
'Aduhh ribet banget ini orang tua'
"Dua duanya juga boleh om."
"Nama lengkap saya, Pratama Hutomo, Kamu bisa panggil saya Tama"
"Ohhh om Tama, oke."
"Jangan panggil saya om."
"Eh? Ma-maaf om. Habisnya aku bingung mau panggil apa."
Tama menghela nafas "Terserah kamu saja."
Nadila tersenyum
"Oh iya. Kamu bisa masak kan?" Tama bertanya sekali lagi
"Kecil kalau masak mah."
Nadila memang jago dalam masak memasak, jadi itu pekerjaan yang sangat mudah menurutnya
"Hari ini kamu bisa masakin saya sama anak saya kan?" - Tama
"Eh? Tadi itu anaknya om??"
"Iya, Kenapa? Kaget kalau saya sudah punya anak?"
"Iya- Eh maksud saya nggak kok om. Biasa aja."
Tama tersenyum tipis
'Ya Allah, plis tabahkan hati'
Sepertinya Nadila tertarik pada pandangan pertama dengan Tama.
"Yasudah, dapurnya ada di sebelah kiri kamar tamu."
"Siap om, kalau gitu aku mau masak dulu." Nadila bergegas menuju ke dapur.
Nadila tahu jika Tama ini seorang duda, namun dia masih sedikit terkejut jika Tama duda yang mempunyai anak.
"Eh iya om."
"Kenapa?"
"Saya nggak disuruh cuci piring kan?" tanya Nadila.
"Kenapa emang? Kamu nggak bisa cuci piring?"
"Hehe, tangan saya licin om. Jadi saya kalau cuci piring takut pecah."
"Nanti saya yang bantu kamu buat cuci piring." setelah berbicara seperti itu, Tama segera meninggalkan Nadila
"Baik juga kakaknya si Yuda, Gue kira garang, Ah tapi kaku gitu" guman Nadila.
.
.
.
Nadila masih sibuk di dapur, karena ini pekerjaan pertamanya, jadi dia harus menyiapkan makanan yang sedikit istimewa, agar Tama memujinya.
Sedang fokusnya memasak, ponsel Nadila bergetar
"Adu, siapa sih?" Nadila mengambil ponselnya yang berada di apron.
Mama💞 is calling...
"Hallo ma?"
"Nadila, kamu ke mana? Kenapa jam segini belum pulang?"
"Dila lagi kerja ma, Kan mama sendiri yang suruh adek buat cari kerja, Masa mama lupa sih?"
"Emang ada yang mau terima kamu? Orang nggak bisa apa apa gitu."
"Buktinya ini adek kerja, berarti ya ada dong yang mau terima"
"Kamu kerja apa? Kayaknya kok berisik banget, kerja di resto?"
Nadila terdiam, dia tidak ingin memberi tahu sang ibu soal ini.
"Ma, udah dulu ya, Dila lagi masak, takut gosong, assalamualaikum"
BIP!
Nadila segera mematikan telfon nya secara sepihak
"Dasar, punya orang tua kok cerewetnya minta ampun"
Baru saja dia ingin kembali fokus, tiba tiba ada yang menarik bajunya.
Nadila melihat ke arah bawah
Dan ternyata gadis kecil yang tadi membukakan pintu untuknya
"Hai tante." Ucap anak itu sembari tersenyum cerah.
Nadila membalas senyumannya "Hai juga cantik "
Nadila memang sangat menyukai anak kecil, karena katanya menggemaskan
"Aku boleh ikut bantuin tante masak nggak?"
Nadila mensejajarkan dirinya.
"Kamu tunggu di ruang makan aja ya sama papa kamu, Biar tante yang masak." ucap Nadila sembari menarik hidungnya pelan.
"Nama tante siapa?"
"Nama tante Nadila, kamu bisa Panggil tante Dila. Kalau nama kamu, Siapa?" Nadila bertanya kembali
"Nama aku—"
"Issya? Kamu ngapain di situ?"
Belum juga mendapat jawaban, namun sudah ada suara yang menyebut nama gadis kecil itu.
"Issya lagi kenalan sama tante Dila pa."
'Ohh. Jadi nama anaknya Issya? Cakep juga ini bocah, Pasti dulu ibu nya juga cakep.'
"Tante Dila lagi sibuk sayang, Issya tunggu di depan aja ya." ucap Tama sembari mengelus kepala anaknya pelan.
Dila yang melihat tersenyum.
Bolehkan aku berada di antara kalian?
"Maaf jika Issya mengganggu pekerjaan kamu." - Tama kembali bersuara.
"Nggak ganggu kok om, Beneran. Ini aku juga udah selesai."
Tama melihat ke arah meja makan, dan kembali menatap ke arah Nadila
"Itu Kamu semua yang masak?" Tama bertanya
"Iya lah om, kan yang di sini cuma saya." ucap Nadila dengan senyum yang cerah.
Dan Tama tidak sengaja melihat senyuman itu
'Senyuman itu...'
Tama menatap Nadila dalam diam
"Om? Om nggak papa kan?" dan Nadila menyadarkan lamunan Tama
"I-iya saya nggak papa."
"Yakin? Kok lihatin aku gitu sih? Ada yang salah ya om sama aku?" - Nadila
Tama menggelengkan kepalanya "Saya hanya mengingat seseorang jika melihat kamu tersenyum" Setelah berbicara seperti itu, Tama segera meninggalkan Nadila
Nadila menatap Tama hingga benar benar hilang dari pandangan
"Jadi tadi, om Tama lihat senyuman gue?" guman nadila, seketika langsung tersenyum kembali
Sepertinya Nadila benar benar tertarik dengan Tama
***
Setelah selesai makan siang, Nadila sedang berada di dapur kembali untuk membereskan makanan, kali ini dia benar benar dibantu oleh Tama dalam hal mencuci piring
"Kamu bisa masak. Tapi kenapa tidak bisa mencuci piring" Tama bertanya
"Bukan nggak bisa sih om, tapi saya males terus takut kalau piringnya pecah. Karena saya ini agak ceroboh"
"Kamu itu perempuan, calon ibu rumah tangga. Masa cuci piring saja tidak bisa. Kalah sama saya." - Tama
"Kan nikahnya masih lama om." — Nadila
"Memang kamu bisa melawan takdir? Jika besok kamu dilamar orang, memang kamu tahu?" - Tama
"Nggak juga sih. Cuma aku nggak kepikiran buat urusin hal hal semacam itu."
"Tapi kalau om yang lamar, Mau besok ajak nikah pun aku iyain"
"Kamu satu kampus dengan Yuda?" Tama bertanya kembali
"Iya om, satu fakultas malah."
"Yuda itu adik bungsu saya" - Tama
"Emang om Tama punya saudara berapa?"
"Dua."
"Loh? Jadi Yuda punya kakak lagi?" - Nadila
"Iya, kakaknya perempuan. Hanya saja, memang tidak di indonesia."
Nadila hanya mengangguk.
Pantes jika Yuda tidak pernah cerita, karena memang kakak nya yang kedua tidak berada di negara ini.
"Om, Nama anaknya bagus."
Tama tersenyum tipis.
"Namanya Alissya Askadina Putri."
"Wahh, nama tengahnya sama kayak nama saya tuh." — Nadila
"Sepertinya Issya suka dengan kamu." - Tama
"Oh ya?"
Tama mengangguk "Sebelumnya, Issya tidak pernah suka jika ada asisten di rumah. Makanya selama ini saya sendiri yang ngurus Issya."
"Emang ibunya kemana om?" tanya Nadila yang tidak tahu apa apa.
Dan mendengar pertanyaan itu, wajah Tama berubah menjadi sendu.
"Istri saya meninggal ketika Issya lahir."
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments