12. Pertengkaran

Nadila terkejut ketika melihat Issya dan Tama yang sedang berada di sana.

Nadila bahkam berpikir, siapa yang memberitahu alamatnya?

Pasti Yuda!

"Ternyata abangnya Yuda itu Bang Tama dek? Kok nggak kasih tahu sih"

"Emang Kak Dani kenal?"

"Ya dulu kita satu kampus di NY"

'Wah, Jadi Om Tama lulusan NY?'

Nadila tercengang mendengarnya.

"Mama Dila kok baru pulang? Issya dari tadi ada di sini loh." - Issya berucap sembari mendekat ke arah Nadila yang masih terlihat bingung

"Nadila, kamu dari mana aja baru pulang jam segini?"

"Tadi habis ada urusan sama temen sebentar ma" — Nadila

"Urusan apa sampai malem kayak gini? Kamu ini mau skripsi kok kayak nggak ada beban pikiran" Mama Yuri masih mengomel

"Iya ma" Nadila hanya berucap apa adanya, karena mood dia hari ini naik turun

"Udah terimakasih belum sama Pak Tama? Dia yang lunasi uang kuliah kamu tuh" — Mama Yuri

"Lagian bisa bisanya nilep duit buat kuliah, untung papa nggak tahu" Dani menyaut

Nadila menjadi kesal karena merasa dipermalukan ibu dan kakaknya

"Ck! Marahin aja terus!" Setelah berucap, Nadila segera naik ke atas untuk ke kamar, tanpa mempedulikan Tama dan Issya, dia sedikit malu karena mama dan kakaknya memarahi di depan Tama.

"Maaf ya nak Tama, mood Nadila sepertinya sedang tidak baik, makanya kurang ramah" — Mama Yuri meminta maaf

"Tidak apa apa tante, mungkin Nadila sedang lelah"

"Nak Tama mau ngomong sama Nadila ya? Mau ngobrol di kamarnya aja?"

Tama terdiam sejenak.

"Memang boleh Tante?"

Mama Yuri mengangguk "Boleh dong, kamarnya ada di paling ujung dekat jendela atas, nanti di depan pintu ada namanya, nak Tama langsung ke sana aja"

Tama mengangguk mengerti "Saya permisi untuk ke kamar Nadila sebentar ya Tante? Saya titip Issya di sini"

Mama Yuri mengangguk.

"Ma, kok dibolehin masuk ke kamar Ila deh? Mama nggak takut?" — Dani

"Kenapa harus takut? Nak Tama lebih dewasa dari adik kamu, harusnya dia mengerti dan sudah paham batasan"

"Maksud mama?"

Mama Yuri menatap anak sulungnya

"Mama tahu kalau Ila sama Tama ada hubungan"

"Hah? Maksudnya mereka pacaran ma?"

Mama Yuri mengangguk

"Kalau nggak berhubungan, nggak mungkin Tama rela mengeluarkan uang sebanyak itu cuma buat lunasi uang kuliah adik kamu, pasti mereka ada sesuatu"

"...."

"Waktu itu mama juga nggak sengaja ketemu Nadila sama Tama di jalan, gandengan tangan gitu, apalagi kalau bukan mereka punya hubungan?"

Dani mengangguk mengerti

"Tapi ma, usianya Ila sama Bang Tama kayaknya jauh, emang mama kasih restu?"

"Kenapa nggak?"

"...."

"Selagi Tama mau bertanggung jawab, mama nggak masalah"

"Tanggung jawab gimana ma?" Dani tidak mengerti maksud dari sang mama.

"Tanya terus kamu, kalau mau tahu, bawa cewek kamu ke sini, biar nanti mama kasih paham" Setelah berucap seperti itu, Mama Yuri segera menuntun Issya untuk ke ruang tengah.

Sementara Dani masih terlihat bingung dengan kalimat terakhir yang dilontarkan sang mama.

"Tanggung jawab apaan yang dimaksud mama..."

.

.

.

Sementara itu, Nadila berada di kamar, dia sangat lelah hari ini, ingin segera tertidur

Tok tok!

Namun suara ketukan pintu membuat Nadila mengurungkan niatnya.

"Siapa sih" Nadila menghela nafas dengan kasar, lalu mendekat ke arah pintu.

Nadila membuka pintu kamarnya, dan dikejutkan dengan Tama yang sudah berada di depannya.

"Om Tama"

Tama segera masuk ke kamar Nadila, dan memeluk pinggang sang kekasih.

"Om Tama kok bisa masuk ke sini? Nanti kalau mama tahu gimana?"

"Mama kamu malah yang mengizinkan saya masuk"

Nadila terkejut, karena sebelumnya Mama Yuri tidak semudah itu menerima orang asing untuk masuk ke kamar anak anaknya, bahkan Yuda yang sahabatnya pun jarang diperbolehkan masuk.

Tama menatap sekelilingnya

"Rapi banget, seperti kamar saya"

"Cih, kamar om juga aku yang beresin, sebelumnya mana pernah rapi. Pasti kayak kapal pecah"

Tama terkekeh, lalu memeluk Nadila.

"Om, jangan gini, nanti digrebek kak Dani"

"Bagus digrebek, biar nanti dinikahin sekalian" Tama berucap sembari menciumi Nadila.

"Aku belum mandi om"

"Mandi bareng aja gimana?"

"Om Tama!"

Tama tertawa kecil, dia melepaskan pelukan, lalu menatap Nadila.

"Kenapa sih? Ngambek terus kerjaannya"

"Aku kesel deh sama mama sama kak Dani, masa mereka marahin aku di depan Om Tama sama Issya, kan aku malu"

"Nggak perlu malu, karena apa yang dibilang mama sama kakak kamu bener kan?"

"Iya tapi kan nggak perlu sampai ngomel di depan orang lain"

"Jadi menurut kamu, saya orang lain?"

"Ck! Om Tama sama aja"

Tama terkekeh.

"Saya ingin pamit pulang, tapi kamu malah langsung masuk kamar, makanya saya ke sini"

"Om Tama udah dari tadi ke rumah?"

Tama mengangguk "Tadi sempet main catur juga sama Dani, makan malam nya juga di sini"

"Padahal aku anaknya, tapi nggak ditungguin buat makan"

"Kamu lama sih, makanya ditinggal"

Nadila hanya cemberut saja

"Kayaknya mama tahu hubungan kita deh om"

"Oh ya?"

Nadila mengangguk "Nggak mungkinn mama kasih izin orang lain buat masuk ke kamar anaknya, apalagi ini laki laki"

"Hmm, sepertinya saya sudah mendapat restu"

"Restu apa?"

"Restu untuk menikahi kamu"

Mendengar itu, Nadila terdiam. Sepertinya sedang berpikir.

"Om Tama udah yakin mau nikahi aku?"

Tama terdiam

"Pikir baik baik, aku nggak mau om Tama merasa rugi"

"...."

"Kita masih terlalu jauh buat bahas pernikahan om"

"Terlalu jauh bagaimana?"

"..."

"Kamu hanya mau jika hubungan kita seperti ini saja, Nadila?"

"Om Tama"

"Kita sudah seperti ini, tapi kamu tidak mau menikah dengan saya? Hubungan kita berarti sia sia?"

"Nggak gitu maksud aku om"

"..."

"Kita baru aja pacaran, kita kenalnya juga baru aja sekitar satu bulan, apa nggak terlalu buru buru?"

Tama menatap Nadila.

"Apa kamu belum sepenuhnya percaya dengan saya?"

"..."

"Saya memang belum memastikan cinta saya ke kamu, tapi saya menyayangi kamu"

Giliran Nadila yang terdiam.

Tama menarik kembali pinggang sang kekasih, lalu segera menempelkan keningnya.

"Jangan menjauh dari saya"

Nadila hanya terdiam sembari memejamkan matanya, dia menghela nafas dengan berat.

Skip ><

Nadila baru sampai rumah milik Tama pukul delapan pagi, dia memang sengaja menghindari Tama hari ini

Entah kenapa, sejak Tama menyatakan ingin memperistri Nadila dan mengeluarkan uang secara cuma cuma untuk membayar kuliahnya, Nadila merasa jika dia harus berpikir ulang untuk menetapkan hati

Walaupun sekarang Nadila dan Tama mempunyai hubungan sebagai sepasang kekasih, tapi Nadila tetap harus berhati hati, karena dia takut jika suatu saat akan terjadi hal yang tidak diinginkan, apalagi usia mereka cukup jauh.

Nadila menghela nafas

"Heh"

"Astaga Yuda! Lo kenapa sih kebiasaan banget bikin gue kaget?"

"Kalau gue lihat lihat nih ya, sekarang lo kayaknya sering banget banyak lamunan, ada apaan?" — Yuda

Nadila menghela nafas sekali lagi "Yuda, gue merasa nggak nyaman sama situasi gue yang sekarang"

"Situasi apa? Soal Mahen yang mau ajak lo balikan?"

Nadila menggelengkan kepalanya

"Bukan itu"

"Terus?"

"Gue, pengen resign aja dari pengasuhnya Issya"

"Heh! Kenapa tiba tiba?! Lo dihamilin sama abang gue apa gimana?"

PLAK!

Yuda langsung mendapat tamparan dari Nadila

"Bisa ya lo kayak gini, padahal gue lagi serius"

"Iya iya maaf." Yuda meminta maaf sembari mengelus pipinya

"Gue merasa nggak enak sama Om Tama, iyasih, sekarang gue sama dia pacaran. Tapi gue rasa Om Tama terlalu jauh kasih pembuktian buat gue, sampai dia lunasi semua biaya kuliah, itu terlalu berlebihan Yud"

Yuda yang mulai memahami situasi, menatap Nadila

"Lo masih sayang sama Mahen?" tanya Yuda

Nadila menghela nafas "Gue nggak tahu Yud, Masih bingung."

"Sebenernya, bang Tama akhir akhir ini sering cerita ke gue soal lo pernah utarain perasaannya pas malam itu, makanya Bang Tama juga mau berusaha buat balas perasaan lo, cuma dia juga sering lihat lo ketemu sama Mahen"

"Om Tama tahu kalau gue ketemuan sama kak Mahen? Dari mana?"

"Bang Tama koneksinya bagus La, nggak menutup kemungkinan sebenernya lo diawasi dari jauh"

"Gue sebenernya naksir sama Om Tama beneran, tapi kalau ketemu kak Mahen suka goyah"

"Yaudah, kalau gitu nggak usah ketemu dia lagi. Gampang kan?" - Yuda

"Masalahnya kak Mahen bakalan tungguin gue buat jawab pernyataannya" — Nadila

"Lo aneh deh La, lo kan sekarang pacaran sama abang gue, tapi lo malah kasih harapan sama Mahen, lo jangan maruk anjir"

"Gue nggak maruk! Gue cuma masih bingung. Lagian gue sama Om Tama kan masih pacaran, belum juga nikah"

Yuda hanya menggelengkan kepalanya, dia ikut bingung atas apa yang terjadi dengan sahabatnya ini.

***

Dan sekarang, Tama dan juga Mahen sedang bertemu. Kebetulan memang jam makan siang di kantor Tama telah dimulai

"Ada sesuatu yang membuat kamu ingin bertemu dengan saya, Mahendra?" Tama bertanya tanpa basa basi.

Mahendra berdehem, lalu menatap Tama "Apa Nadila masih bekerja di rumah pak Tama? Jika masih, sebenarnya apa posisi Nadila di rumah Bapak?"

"Apa itu penting untuk kamu?" — Tama

"Iya, penting sekali."

Tama menghela nafas, lalu menatap Mahendra

"Apa kamu masih mencintai Nadila, Mahendra?"

Mahendra mengangguk "Benar pak, saya masih mencintai Nadila"

Tama berdecih, menatap Mahendra kembali "Kamu sudah menyakiti dia sebegitu dalam, tapi masih berani untuk berkata seperti itu?"

"Memang Pak Tama tidak menyakiti Nadila?"

Tama yang mendengar itu sedikit terkejut, dia meremat tangannya, karena ternyata Mahendra terlalu dalam ikut campur.

"Jika bapak ingin bersaing dengan saya, tidak masalah. Mari bersaing secara sehat untuk mendapatkan Nadila"

Tama menatap Mahendra sejenak, lalu membenarkan posisi duduknya. Sekarang Tama tengah menatap Mahendra.

"Mahendra, tanpa kita bersaing, saya yang akan menang"

"..."

"Ah kamu belum tahu sepertinya. Saya dan Nadila akan segera menikah"

Dan pernyataan Tama membuat Mahendra terkejut, dia memang tidak tahu jika Nadila dan Tama sejauh itu.

"Saya juga tahu jika akhir akhir ini kamu selalu memaksa Nadila agar mau kembali dengan kamu"

Mahendra cukup terkejut, Tama benar benar tidak bisa dilawan

Tama sedikit mendekatkan dirinya ke Mahendra

"Apa kamu pernah mendengar suara Nadila ketika bangun tidur, Mahen?"

"Pak Tama—"

"Bahkan saya sudah melihat semua yang Nadila punya, kamu sudah kalah jauh dari saya jika untuk bersaing"

Tama tersenyum sinis, lalu segera meninggalkan Mahendra yang tengah terdiam.

Skip <<

Tama baru saja pulang ke rumah pukul sembilan malam. Tidak biasanya Tama pulang selarut ini

"Om Tama" Nadila yang baru saja dari kamar Issya segera mendekat ke Tama

"Hm?"

"Om dari mana? Kenapa pulang kerjanya larut banget, Issya dari tadi rewel cariin om"

"Kamu bisa bilang jika saya bekerja kan? Kamu kan pengasuhnya, harusnya bisa menenangkan"

Nadila terdiam, lebih tepatnya terkejut karena jawaban Tama terdengar tidak enak di telinganya.

"Nggak gitu om, biasanya kan Om Tama nggak pernah selarut ini kalau pulang, emang om Tama ada urusan apa?"

"Urusan kerjaan, kamu nggak perlu tahu."

"Kenapa aku nggak perlu tahu?"

"Urusan pribadi, kamu tidak perlu tahu, Nadila"

"Urusan pribadi apa sampai bikin om Tama pulang jam segini?"

Tama menghela nafas dengan kasar, lalu menatap Nadila dengan dingin

"Nadila, saya capek. Tolong jangan banyak bertanya"

"Om Tama yang nggak mau jawab pertanyaan aku, Om Tama kan juga pacar aku, apa salahnya aku—"

"Kamu hanya pengasuh jika di rumah ini, jangan seolah olah kamu berhak tahu atas semua yang saya lakukan"

Nadila tambah terkejut dengan omongan Tama

"Lagipula, saya sudah membiayai semua urusan kuliah kamu kan? Apa itu masih kurang?"

"...."

"Apa kamu juga ingin saya membiayai hidup kamu Nadila?"

Ucapan Tama membuat Nadila sedikit tersinggung

"Maksud Om Tama apa?"

Tama mendekat ke arah Nadila

"Saya paham perempuan seperti kamu"

"..."

"Punya banyak laki laki, suka bermain di tempat yang tidak jelas, atau jangan jangan kamu juga pernah tidur dengan salah satu dari mereka?"

Dan pernyataan Tama kali ini membuat Nadila benar benar tersinggung.

"Jangan munafik, kamu tidak mau saya tiduri, tapi kamu mau ditiduri laki laki lain kan?"

"Om Tama!"

"Oh, apa kamu minta bayaran juga agar mau tidur dengan saya? Jika seperti itu—"

PLAK!!

Sudah cukup Nadila menerima hinaan seperti ini, dia segera menampar Tama dengan keras, bahkan sudut pipi Tama terlihat berdarah.

"Saya memang butuh uang, tapi saya tidak serendah itu, Pratama Hutomo"

"...."

"Saya tidak pernah meminta anda untuk membiayai semua keperluan kuliah saya, tapi anda sendiri yang berinisiatif"

Wajah Nadila memerah, dia menahan tangis agar tidak terlihat lemah di depan Tama.

Nadila mendekat ke Tama

"Tapi itu ide yang bagus."

"..."

"Dengan saya menjadi jalang, tidak perlu bersusah payah bekerja di sini lagi kan?"

"Nadila, kamu!"

"Ayo kita selesai om"

"...."

"Uang kuliah secepatnya bakalan aku ganti, jangan takut. Kata om aku suka tidur sama laki laki di luar sana kan? Aku bakalan wujudin itu, aku bakalan keluar dari kerjaan ini!"

Nadila ingin keluar dari rumah, namun Tama segera menahannya.

"Lepas!"

Bukannya dilepas, tapi Tama malah menarik Nadila dan mencengkram kedua tangannya.

"Berani kamu keluar dari rumah ini, saya pastikan saya yang akan menjadi ayah dari anak kamu"

Ucapan Tama membuat Nadila tertohok, dia tidak habis pikir dengan pikiran Tama ini.

"Dasar brengsek!"

Tama tersenyum remeh "Saya memang brengsek dari dulu, kamu saja yang terburu buru jatuh hati dengan saya"

Nadila berusaha melepaskan cengkraman Tama, sepertinya dia akan sulit keluar dari hubungan dengan Tama.

"Mama, papa." Dan tanpa diduga, Issya terbangun dari tidurnya.

Nadila berhasil melepas tangan Tama.

"Mama sama Papa kok belum tidur? Papa baru pulang kerja ya?" Issya berucap sembari mendekat.

Ekspresi Tama segera berubah menjadi senyuman hangat.

"Iya sayang, papa baru pulang, soalnya sibuk banget"

"Mama mau pulang ke rumah ya?"

Nadila mengangguk "Iya, mama udah ditelfon sama nenek Yuri, jadi mama pulang dulu ya? Besok mama janji ke sini lagi"

Issya mengangguk "hati hati mama"

Nadila tersenyum, lalu mencium pipi Issya sejenak.

"Papa nggak dicium?"

Nadila terbelalak mendengar omongan Tama.

"Ayo cium papa, Ma. Biar papa nggak iri"

Nadila menghela nafas dengan kasar, dia menatap Tama yang tengah tersenyum miring penuh kemenangan.

"Ayo ma, cium aja papa. Biar papa bisa tidur juga."

Nadila berjinjit, lalu mencium pipi Tama.

"Secepatnya saya akan melamar kamu" Tama berbisik di telinga Nadila.

Mendengar pernyataan itu, Nadila segera berbalik badan dan segera keluar.

.

.

.

Nadila berjalan dengan kesal menjauhi rumah Tama.

"Gila banget Tama, gimana bisa punya pemikiran kayak gitu? Bikin sakit hati aja!"

Nadila masih berjalan dengan menggerutu, dia sangat sakit hati atas ucapan Tama tadi.

"Nyesel banget sumpah gue pacaran sama om om, nggak enak, mendingan sama brondong."

Tin tin!

Dan tiba tiba saja ada klakson yang berbunyi, Nadila terkejut.

"Siapa sih?!"

Seseorang membuka kaca mobilnya.

"Nadila"

"Kak Mahen?"

Mahendra tersenyum, lalu keluar dari mobil.

"Baru pulang kerja?" — Mahendra

Nadila mengangguk

"Mau aku antar pulang?"

"Nggak usah kak, aku mau pesen taksi aja"

"Emang jam segini ada taksi lewat?" — Mahendra

"Pasti ada"

"Daripada kamu buang uang, lebih baik aku—"

"Nadila pulang sama gue!"

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Aryanti S

Aryanti S

seru baca nya thor,,,,kalau saya sring baca itu ,pelakor sama penculikan ,,tp yang ini lain baca nya seru banget👍👍👍

2021-06-13

0

Cika🎀

Cika🎀

saingan...

2020-08-06

0

Dewi

Dewi

duel2 deh situ

2020-07-27

2

lihat semua
Episodes
1 01. Awal Bertemu
2 02. Mulai saling mengenal
3 03. Permintaan sang Tuan
4 04. Mulai tertarik?
5 05. Keinginan Anak
6 06. Mulai terang terangan
7 07. Jatuh cinta itu sakit
8 08. Terdengar sakit
9 09. Isi hati Nadila
10 10. Memperjelas hubungan
11 11. Effort
12 12. Pertengkaran
13 13. Akhirnya
14 14. Nadila sakit
15 15. Mulai berani
16 16. Rumit
17 17. Berkenalan dengan adik ipar
18 18. Tabrak lari
19 19. Kemarahan Pratama
20 20. Pertengkaran (Lagi)
21 21. Kebersamaan
22 22. Insiden
23 23. Kemarahan Tama
24 24. Finally
25 25. Terhalang Restu
26 26. Syarat yang cukup berat
27 27. SAH
28 28. Kenyataan yang baru terungkap
29 29. Cinta pertama Pratama
30 30. Mulai ada konflik
31 31. Hamil?
32 32. Tama Ngidam
33 33. Gejolak Batin
34 34. Sakit hatinya seorang anak
35 35. Mahendra berulah
36 36. Nadila Melahirkan
37 37. Luka yang terbuka
38 38. Keinginan seorang suami
39 39. Kebahagiaan yang sesungguhnya
40 40. Insecure
41 41. Curahan Hati Nadila dan Pertengkaran
42 42. Jalan Tengah
43 43. Jalan hidup Issya
44 44. Sisi lain seorang Pratama
45 45. Titik terang
46 46. Rahasia Pratama
47 47. Nadila tahu
48 48. Merasa kecewa
49 49. Tama kelimpungan
50 50. Kesalahan berpikir
51 51. Mimpi apa?
52 52. Setelah sekian lama
53 53
54 54
55 55
56 56
57 57
58 58
59 59
60 60
61 61
62 62
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67
68 68
69 69
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 77
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90 [Last Chapter]
Episodes

Updated 90 Episodes

1
01. Awal Bertemu
2
02. Mulai saling mengenal
3
03. Permintaan sang Tuan
4
04. Mulai tertarik?
5
05. Keinginan Anak
6
06. Mulai terang terangan
7
07. Jatuh cinta itu sakit
8
08. Terdengar sakit
9
09. Isi hati Nadila
10
10. Memperjelas hubungan
11
11. Effort
12
12. Pertengkaran
13
13. Akhirnya
14
14. Nadila sakit
15
15. Mulai berani
16
16. Rumit
17
17. Berkenalan dengan adik ipar
18
18. Tabrak lari
19
19. Kemarahan Pratama
20
20. Pertengkaran (Lagi)
21
21. Kebersamaan
22
22. Insiden
23
23. Kemarahan Tama
24
24. Finally
25
25. Terhalang Restu
26
26. Syarat yang cukup berat
27
27. SAH
28
28. Kenyataan yang baru terungkap
29
29. Cinta pertama Pratama
30
30. Mulai ada konflik
31
31. Hamil?
32
32. Tama Ngidam
33
33. Gejolak Batin
34
34. Sakit hatinya seorang anak
35
35. Mahendra berulah
36
36. Nadila Melahirkan
37
37. Luka yang terbuka
38
38. Keinginan seorang suami
39
39. Kebahagiaan yang sesungguhnya
40
40. Insecure
41
41. Curahan Hati Nadila dan Pertengkaran
42
42. Jalan Tengah
43
43. Jalan hidup Issya
44
44. Sisi lain seorang Pratama
45
45. Titik terang
46
46. Rahasia Pratama
47
47. Nadila tahu
48
48. Merasa kecewa
49
49. Tama kelimpungan
50
50. Kesalahan berpikir
51
51. Mimpi apa?
52
52. Setelah sekian lama
53
53
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90 [Last Chapter]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!