Maaf

Adrian sudah bersiap hendak pergi ke kantor. Namun ia lupa bahwa ponselnya masih ada di dalam kamar.

"Aaaarrrrghhhh, kenapa di sana!" Adrian mengusap wajahnya dengan kasar. Ia pun membuka pintu ruang kerjanya bermaksud hendak kembali ke kamar.

Namun ternyata, Erina sudah berdiri di depan pintu sambil membawakan ponselnya. "Ini pon,,"

Belum sempat Erina melengkapi kalimatnya, Adrian sudah keburu merampas ponsel dan pergi dari sana.

Setibanya ia di lantai bawah, terlihat ibunya menghampirinya. "Adrian, apa yang terjadi, tadi kata pelayan, kau menarik Erina dengan kasar!"

"Tanyakan saja padanya." Adrian menatap kesal.

Heni meneliti rambut Adrian yang basah. Ia langsung mengerti dan tersenyum tipis. "Kau akan kembali ke kantor, kan? Kalau begitu, pergilah."

Adrian mengangguk lalu pergi. Tak berselang lama, Erina pun datang. "Bu, dimana Arga?" tanyanya pelan.

Heni memerhatikan rambut Erina yang terlihat setengah basah. Sepertinya ia tidak menggunakan pengering rambut dengan benar. Heni kembali tersenyum tipis.

"Dia masih tidur ditemani pelayan. Sebaiknya kau istirahat saja. Jika dia bangun, ibu akan memberinya stok ASImu."

"Tidak, Bu, biar aku menunggunya saja."

"Kau pasti lelah habis bepergian, istirahatlah, jangan sampai aku menjadi mertua yang cerewet hanya karena menantuku terlalu susah disuruh istirahat." Tersenyum dibalik nada ancaman itu.

Erina mengangguk mengerti. Ia pun pergi ke kamarnya.

*****

Adrian telah sampai di kantornya. Terlihat Vicky sedang duduk santai di sofa ruangannya.

"Maaf, aku sedikit lama." Adrian langsung menduduki kursinya dan membuka laptop untuk memulai meeting.

Vicky melihat rambut Adrian yang setengah basah. Ia tertawa kecil, rupanya sahabatnya sudah melakukan apa yang ia sarankan sebelumnya.

"Aku mengerti, kau pasti sangat lelah bekerja keras siang ini."

"Ayo, kita mulai meetingnya." Adria berdiri, berjalan ke infokus di depannya.

"Sepertinya kau lupa mengancing resleting mu."

"Hah?" Adrian refleks menyentuh resleting celananya.

Vicky tergelak karena ia berhasil mengerjai Adrian.

"Hentikan tawa bodohmu itu."

"Adrian, baru kali ini aku bisa mengerjaimu. Ini adalah momen langka. Tunda dulu meetingnya. Aku lebih tertarik mendengar ceritamu tentang apa yang kalian lakukan tadi. Kau dan istri keduamu."

"Tutup mulutmu, itu bukan hal yang penting." Wajah Adrian sedikit memerah karena malu.

"Oh, jadi kau sudah menuntaskan hasratmu? Bagaimana? Enak bukan? Apa dia menyukainya?" Vicky terlihat penasaran.

Adrian menghembuskan nafas kasar. Ia pun duduk di samping Vicky. Orang sepertinya tidak akan berhenti mengoceh jika belum diberikan jawaban yang ia inginkan.

"Tadi aku sangat marah karena dia bermesraan dengan teman laki-lakinya. Aku menariknya paksa dan meminta hakku secara paksa."

"Jadi kau memperkosanya?" Vicky mengernyitkan dahinya.

"Perbaiki kalimat mu. Aku suaminya, bukan orang asing apalagi pemerkosa."

"Ya, ya, baiklah, terserah. Jadi, setelah itu, apa kau sudah meminta maaf?"

"Tentu saja tidak. Dia yang salah, harusnya dia yang meminta maaf."

"Apa dia sudah meminta maaf?"

"Sudah."

"Jadi kau tidak meminta maaf juga? Kau egois sekali."

"Hei, hentikan kalimat bodoh itu. Aku bukan pria seperti itu."

"Kalau begitu kau harus minta maaf. Kau sudah membuatnya takut dan terluka. Apa kau kira, mentang-mentang dia istrimu, kau bisa seenaknya padanya? Apa kau lupa bahwa dia juga punya perasaan?"

Adrian terdiam mendengar ucapan Vicky yang memang ada benarnya juga.

"Minta maaflah padanya, dan perbaiki sikapmu. Apa kau lupa, bahwa berkat dirinya, anakmu baik-baik saja sampai sekarang?"

Ucapan Vicky semakin membuat Adrian diam. Ia terus memikirkannya. Semua ucapan sahabatnya itu masuk akal. Dirinya lah yang membuat semua terlihat seolah Erina yang salah.

Jika diingat, tak pernah ia melihat sisi buruk Erina selama ini. Bahkan ia menyayangi Arga seperti anaknya sendiri. Menjaganya dengan sangat baik, dan tidak pernah meminta apapun. Padahal jika Erina mau, ia tentu dapat meminta apapun karena ibu mertuanya sangat menyayangi dirinya.

Sepulang dari kantor, Adrian menemui Erina yang sedang ada di kamar. Membaca buku tentang kesehatan ibu dan bayi.

Begitu melihat Adrian datang, Erina pun langsung berdiri. Menyambut Adrian dengan mencium punggung tangannya.

"Maaf."

Erina terkejut mendengar kata itu dari bibir Adrian. "Ha?"

"Maaf untuk tadi, aku tidak bermaksud menyakiti mu. Maafkan aku." Adrian menatap serius.

Erina tertegun. Ia juga menatap Adrian tanpa henti. Ia masih tidak percaya Adrian meminta maaf padanya.

"Hei, katakanlah sesuatu, jangan diam saja." Adrian membuat Erina terkesiap.

"Eh, iya, tidak apa-apa." Erina mengangguk mengerti.

Tiba-tiba terdengar suara Arga terbangun. Erina langsung mengangkatnya dari box bayi, lalu bermaksud pergi ke ruang menyusui. Namun perkataan Adrian langsung menghentikan langkahnya.

"Tidak perlu menyusui dia di sana, di sini saja, toh aku juga sudah melihatnya. Tidak hanya melihatnya, aku juga sudah merasakannya sampai beberapa tetes masuk ke tenggorokan ku. Rasanya manis dan,,,"

"Baik, baik, aku akan menyusuinya di sini. Tolong jangan dilanjutkan." Erina langsung duduk di tepi ranjang dan menyusui Arga.

Adrian pun pergi ke kamar mandi hendak membersihkan tubuhnya. Ia terus tersenyum melihat wajah Erina tadi semerah tomat sejak ia mengatakan hal tabu seperti tadi.

Terpopuler

Comments

istripak@min

istripak@min

adrian gk boleh dihisap lo apa lg ditelan,, krn itu darah

2024-02-15

1

Hera Puspita Sari

Hera Puspita Sari

Adrian sudah merasakan surga dunia 😁😁😁

2024-02-07

0

Nazwan Faiq

Nazwan Faiq

asin🤣🤣🤣

2022-10-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!