Dr. Dani

Pagi itu, entah ada angin apa, tiba-tiba saja Nick mendatangi Erina yang sedang berjemur bersama Arga.

"Ada apa, Nick?" tanya Erina heran. Jika Nick mendatanginya, artinya ada sesuatu yang sangat penting.

"Aktifkan kembali ponsel Nona agar pria yang bernama Dani tidak menelepon saya apalagi Tuan Adrian."

Erina terkejut mendengar ucapan Nick. "Apa yang dia katakan?"

"Dia akan datang ke sini jika tidak mendapatkan kabar dari Nona. Dan itu tidak terlihat baik untuk Tuan Adrian."

"Baiklah, terima kasih."

Nick membungkukkan tubuhnya, lalu pergi meninggalkan Erina yang terlihat sangat bingung.

Setelah merasa cukup berjemur, ia pun membawa Arga ke dalam kamar.

Siang harinya, Ia pun mengambil ponsel yang sudah lama ia simpan dan pergi ke ruangan lain agar tidak menggangu Arga yang sedang tidur.

Saat ia sudah mengaktifkan ponselnya, terdengar banyak sekali dentingan notifikasi hanya dari Dani saja. Ada sekitar enam puluh delapan pesan di aplikasi hijau yang isinya hampir sama, menanyakan keberadaan Erina.

Dan tak berselang lama, Dani pun meneleponnya. Sepertinya centang biru telah membuatnya sadar bahwa Erina sudah membaca pesannya.

"Halo."

"Erina, syukurlah akhirnya aku bisa menghubungi mu."

"Maaf, Dan, aku mengalami beberapa minggu yang berat, tapi sudah teratasi."

"Teratasi? Apa ini mengenai hutang almarhum suamimu? Lalu, dimana kau sekarang?"

"Maaf, Dan, sepertinya mulai sekarang kau tidak perlu mengkhawatirkan aku."

"Apa maksud mu? Kau adalah tanggung jawab ku. Suamimu menitipkan kau padaku. Aku tidak mungkin diam saja saat kau tidak ada kabar sampai berminggu-minggu."

Adrian yang sudah pulang langsung menemui Nick dan menanyakan perihal keadaan rumah selama ia bekerja.

"Pagi hari Nona Erina dan Tuan Muda Arga berjemur seperti biasanya."

"Sepertinya kau belum menceritakan semuanya." Adrian memerhatikan wajah Nick.

"Sejak kemarin nomor seorang dokter rumah sakit menelepon saya. Dia terus menanyakan keberadaan Nona Erina karena mengira bahwa saya sudah menculik Nona Muda."

"Laki-laki, atau perempuan?"

"Perempuan, Tuan."

"Apa dia terdengar khawatir?"

"Dia bahkan terdengar sangat panik dan saya juga mendengar nada ancaman darinya."

"Apa kau menyampaikan ini pada Erina?"

"Ya, Tuan."

"Lain kali, jika ada pria mencarinya, jangan pernah mengatakan padanya."

Setelah mengatakan hal itu, Adrian langsung pergi ke dalam kamar. Ia melihat Arga yang masih tertidur di dalam boxnya.

Ia pun berjalan menuju balkon kamar saat mendengar samar-samar suara Erina.

Ia pun membuka pintu dan menguping.

"Aku sudah tidak apa-apa. Aku mengerti kau khawatir padaku. Tapi aku mohon, jangan mencoba mencariku."

"Tidak, Er, aku harus bertemu denganmu untuk memastikan kau baik-baik saja."

"Dan, aku baik-baik saja."

"Tidak, aku tetap tidak percaya."

"Lalu, aku harus apa?"

"Datanglah ke kafe Mawar besok jam sepuluh pagi. Aku tidak ada pasien. Kalau kau tidak datang, aku akan menelepon orang itu lagi."

"Tapi, Dan,,,"

Tuttt, telepon pun mati. Erina terlihat sangat bimbang. Ia berjalan mondar-mandir memikirkan ucapan Dani.

Adrian kembali menutup pintu dan berpura-pura duduk di sofa memainkan ponselnya.

"Adrian, kau sudah pulang?" tanya Erina yang masih berdiri di ambang pintu.

"Ya, perkejaan hari ini selesai dengan cepat. Apa yang kau lakukan di balkon?" tanya Adrian tanpa menoleh. Ia masih fokus memainkan ponselnya.

"Maaf, aku tadi habis menelepon seseorang."

"Siapa?"

"Temanku, seorang dokter di rumah sakit."

"Oh."

"Bolehkah aku,,,,,"

"Tidak, kau tidak boleh menemuinya."

Erina mengernyitkan dahinya. Ia heran kenapa Adrian seperti tahu apa yang akan ia katakan.

"Maksud ku, pasti temanmu menelepon untuk menanyakan kabarmu kan? Mana mungkin dia tidak mengajak mu bertemu." Adrian mencoba menutupi rasa gugupnya.

"Tapi hanya untuk satu hari saja. Aku hanya ingin dia tahu kalau aku baik-baik saja. Dengan begitu, dia tidak perlu mencariku sampai ke sini. Aku berjanji dia tidak akan tahu kalau aku menikah denganmu. Aku akan bilang bahwa aku bekerja di sini."

"Apa laki-laki itu sudah punya istri?"

"Sudah, istrinya juga temanku."

Adrian merasa sedikit lega. Setidaknya Pria yang bernama Dani itu tidak akan mendekati Erina.

"Baiklah, tapi kau hanya punya waktu dua jam."

"Terima kasih." Erina mengangguk dan tersenyum.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan Arga.

Erina langsung mencampakkan ponselnya ke ranjang dan buru-buru mengangkat Arga dari boxnya.

"Sudah bangun? Anak Bunda sudah bangun?" Erina tersenyum melihat Arga yang sudah lebih tenang.

"Sejak kapan aku mengizinkan mu membiasakan dia memanggil mu Bunda?"

"Maaf, tapi,,,,"

"Oh ya, pasti Ibu yang menyuruh mu. Sudahlah lupakan. Aku akan ke ruang kerjaku. Kau susui dia di sini saja."

Adrian langsung pergi ke ruang kerjanya. Erina menatap kepergiannya sambil berkata lirih, "sejak aku melahirkan, aku selalu ingin dipanggil begitu oleh anakku."

Terpopuler

Comments

shandy

shandy

bunda corla hheeee
canda thor semangat sehat trrus dan selalu menghasilkan karya" yg bagus ya fhiting!!!

2023-05-05

4

Ardian sudah ada tanda"

2022-10-12

0

Ayas Waty

Ayas Waty

mulai tumbuh bibit kecambah

2022-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!