Semakin cantik

Sebulan telah berlalu. Sesuai janjinya, Erina pun mulai menggunakan produk kecantikan yang diberikan ibu mertuanya.

Perlahan, kulitnya terlihat semakin cerah, wajah glowing, dan rambut yang tertata rapi.

Pagi ini, mereka sedang berkumpul di ruang makan untuk sarapan.

"Erina, kau semakin cantik saja," puji Heni yang memang sengaja mengatakan itu di depan Adrian.

"Terima kasih, Bu." Erina mengangguk sembari tersenyum.

Adrian pun melihat Erina sekilas. Ternyata benar, saat ini Erina terlihat sangat cantik. Bahkan, lingkar matanya mulai terlihat samar. Wajahnya yang dulu kusam sekarang sangat cerah.

"Oh ya, Adrian, apa kau tidak berniat mengajak Erina jalan-jalan bersama Arga?"

"Tidak, Bu, jangan. Arga masih terlalu kecil. Tunggu saja sampai genap tiga bulan, baru boleh dibawa keluar." Erina langsung menyela.

"Ya ampun, kau sangat memerhatikan Arga, ya. Bahkan hal semacam itu pun sudah kau pikirkan. Benar-benar ibu yang sangat baik." Heni kembali memuji, berharap Adrian akan terpengaruh.

"Erina benar, Bu. Aku juga sangat sibuk untuk mengajaknya makan malam," tambah Adrian.

"Iya, ibu tahu. Sesekali, cobalah mengajak Erina pergi ke restoran untuk makan. Soal Arga, Ibu bisa menjaganya. Erina hanya perlu meninggalkan ASInya untuk stok Arga." Heni menyarankan.

"Tidak mungkin, Bu. Bagaimana kalau teman-teman dan rekan kerjaku tahu? Aku dan Erina hanya menikah sampai Arga tidak membutuhkannya lagi. Jadi, aku rasa itu tidak perlu."

Erina hanya diam saja. Sejenak ia merasa ada rasa nyeri di hatinya saat Adrian mengatakan hal itu.

"Ya sudah, jangan dibahas lagi." Heni yang tidak ingin Erina semakin disudutkan memilih mengakhiri pembahasan tentang kencan romantis.

"Bu, aku pergi dulu." Adrian berlalu meninggalkan mereka menuju kamar Cintya.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Adrian pada perawat Cintya.

"Kondisi nyonya masih sama, Tuan."

"Setidaknya tidak lebih buruk." Adrian menghampiri Cintya di atas ranjang. Ia mengusap kepala Cintya dengan pelan. "Maaf, tadi malam aku lupa mengucapkan selamat malam padamu. Kalau begitu, aku pergi dulu, ya." Mendaratkan kecupan di kening Cintya.

Setelahnya, Adrian pun pergi ke luar. Saat ia hendak mencapai pintu mobil, Erina memanggilnya. Ia menoleh dan bertanya, "ada apa?"

"Berikan tangan kananmu." Erina menadahkan tangan di hadapan Adrian.

"Apa uang yang aku beri kurang sehingga kau seperti ini?"

"Tidak, berikan saja tanganmu."

Adrian pun memberikan tangan kanannya. Erina langsung menarik tangan Adrian dan mencium punggung tangannya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Hanya berpamitan sebelum kau pergi bekerja."

Adrian mengernyitkan dahinya.

"Mungkin kau salah mengartikan sikap ku. Maaf, meskipun berusaha, hanya Cintya yang akan menjadi istriku."

"Aku cukup mengerti dengan itu sejak kau mengatakannya di malam pernikahan kita. Tapi tolong, jangan buat aku menjadi istri yang tidak berbakti."

"Ya, baiklah, tapi kau harus mengingat ini baik-baik. Aku hanya akan mencintai Cintya. Aku tidak akan membuka hatiku pada wanita lain." Adrian kembali mempertegas ucapannya.

"Aku mengerti." Erina tersenyum dan langsung kembali ke dalam rumah dengan rasa kecewanya. Harusnya ia tidak menuruti ucapan ibu mertuanya tadi. Tapi ini sudah terjadi, tak ada gunanya menyesal.

*****

Dani menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia terlihat begitu pusing dan frustrasi.

"Sayang, kenapa?" Istrinya menghampiri dan merangkul bahunya.

"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit pusing," sahut Dani berbohong.

"Kalau begitu, cuti saja hari ini."

"Tidak bisa, ada pasien yang harus aku tangani pagi ini. Aku pergi dulu." Dani pun langsung pergi keluar. Ia bahkan lupa untuk memberikan kecupan selamat pagi yang sejak beberapa bulan tidak ia berikan pada istrinya.

Dani yang sudah sampai di rumah sakit, langsung menangani pasiennya. Namun, beberapa kali ia hampir melakukan kesalahan karena tidak fokus.

Hingga saat jam istirahat, ia terlihat menatap ponselnya dengan serius. Sesekali ia melakukan panggilan yang tak kunjung tersambung.

"Kenapa, Dan?" tanya Aldi, yang merupakan dokter spesialis jantung sekaligus teman Dani.

"Aku tidak bisa menghubungi Erina selama beberapa bulan ini. Dia seperti ditelan bumi, bahkan rumahnya pun ditinggalkan bersama barang-barangnya."

"Erina?" Aldi mencoba mengingat. "Ah, aku ingat, yang bayinya meninggal setelah dilahirkan, kan?"

Dani mengangguk lemah.

"Aku lupa mengatakan ini padamu. Sebenarnya, setelah dia pulang, ada seorang pria berpakaian rapi mendatangi rumah sakit ini dan meminta data Erina."

"Apa? Apa kau tahu alamatnya?" tanya Dani antusias.

"Aku tidak tahu, tapi yang aku lihat, dia itu adalah asisten Tuan Adrian Sanjaya."

"Adrian Sanjaya? Oh ya, aku baru ingat, Adrian Sanjaya adalah bos perusahaan tempat almarhum suami Erina berhutang. Aku yakin, pasti dialah yang telah membawa Erina. Aku perlu mendatanginya."

"Jangan gegabah, dia itu orang penting. Rumah sakit ini saja bisa tutup jika dia membatalkan kontrak kerjasama."

Dani tampak berpikir sejenak. "Lalu, bagaimana caraku menghubunginya?"

"Sebenarnya, asistennya itu meninggalkan kartu nama serta nomor ponselnya. Kalau kau mau aku bisa,,,,,,"

"Ya, berikan padaku, sekarang. Carilah." Dani terlihat tidak sabaran. Ia bahkan kini menarik paksa Aldi ke ruangan tempat dimana kartu nama itu berada.

"Sabar, Dan, perlu aku ingatkan, kau tidak bisa sembarangan berbicara padanya. Hati-hati, jika salah sedikit saja, maka dia akan menghancurkan mu sampai ke akarnya. Asistennya ini lebih mengerikan daripada bosnya sendiri."

"Iya, aku mengerti, aku akan berbicara sesopan mungkin. Sekarang berikan kartu namanya." Dani kembali menarik paksa Aldi.

Setelah mendapatkan kartu nama itu, Dani tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih.

"Aku heran, dia adalah sahabat mu, tapi kau mengkhawatirkan nya melebihi rasa khawatir mu pada istrimu sendiri." Aldi menatap heran.

"Sudahlah, aku kan hanya ingin dia baik-baik saja. Di dunia ini, hanya aku yang dia punya. Aku sudah berjanji pada almarhum suaminya untuk menjaga Erina, istriku pun tahu akan hal itu."

"Ya sudah, terserah padamu, yang penting, jadilah dokter yang hanya mencintai dan mempunyai satu istri." Aldi menepuk bahu Dani.

Dani mengangguk dan tersenyum. Bukan karena nasihat dari Aldi, melainkan karena kini ia sudah menemukan petunjuk mengenai keberadaan Erina.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

apakah Dani ada perasaan terhadap Erina

2024-02-19

1

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

bisa bahaya dengan kata² Adrian

2024-02-19

0

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

kok hampir sama ceritanya sm istri bayangan

2022-12-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!