Dokter keluar dari ruangan setelah memeriksa Khanza lebih dari 1 jam dan menyatakan jika Khanza sedang hamil 10 minggu. Namun kondisi bayinya sangat kritis akibat benturan yang sepertinya telah terjadi di bagian perutnya.
"Ada perasaan senang di hati Abizar saat mengetahui jika ada janin didalam rahim istrinya, tetapi perasaan itu juga diliputi rasa khawatir saat mendengar kondisinya yang sedang dalam masa kritis dan semua itu akibat ulahnya.
Abizar terduduk di kursi ruang tunggu, menarik rambutnya merasa sangat frustasi.
"Jika terjadi sesuatu pada bayi itu aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri," ucapnya, walau tak ada air mata yang menetes dari matanya, Farah bisa melihat penyesalan dan kesedihan yang dirasakan suaminya.
Farah tidak bisa berkata apa-apa karena memang disini Abizar yang telah bersalah, Farah tak menyangka jika suaminya itu akan bermain tangan saat dalam emosi. Sudah lama mereka menikah tak sekalipun Ia melakukan kekasaran walau ia sedang sangat marah, suaminya itu memilih untuk diam atau pargi untuk menenangkan diri. Farah seperti melihat Abizar yang sangat berbeda dari biasanya lagi tadi.
"Aku sudah menyakiti orang yang aku cintai, ada apa dengan ku," ucap Abizar melihat telapak tangan yang dipakainya untuk memukul Khanza, istrinya.
Hatinya benar-benar sakit, tanpa sengaja ia telah menyakiti wanita yang ia cintai dan juga bayi yang tak berdosa yang ada di rahimnya.
"Pak, Bu. Kami sudah memindahkan pasien ke ruang perawatan, kalian bisa menjenguknya," ucap suster menghampiri mereka.
Farah yang masih kesal dengan Abizar langsung meninggalkan Abizar dan mengikuti suster ke tempat dimana Khanza sedang dirawat.
Abizar hanya melihat Farah berjalan semakin menjauh, dia merasa malu untuk bertemu dengan Khanza. Khanza benar, ia memang pengecut, bukan suami dan ayah yang baik. Seharusnya ialah yang melindungi mereka bukan sebaliknya justru Ia lah yang membuat mereka celaka.
"Apakah selama ini Khanza sangat menderita hidup denganku? Apa semarah itu dia padaku sampai harus merahasiakan kehadiran bayi kami."
"Aqila," ucap Abizar mengambil ponsel dan menelpon sahabat istrinya.
"Apa kau tahu jika Khanza sedang hamil?" tanyanya saat mendengar jawaban Aqila dari seberang sana.
"Iya, Pak! jawab Aqila singkat.
"Kapan? bagaimana kau bisa tahu?"
"Sewaktu Khanza menginap di kontrakan ku, Khanza cerita kalau dia sudah tahu dirinya sedang hamil dan ia juga menceritakan kejadian di restoran. Waktu itu dia ingin memberitahu kepada bapak, tapi katanya Bapak lebih dulu memberitahu kebenaran tentang Bapak dan... Maaf, Pak. Setelah menceritakan semua itu Khanza meminta saya untuk merahasiakan nya, saya tak berani mengatakannya pada bapak," jelas Aqila tak ingin di salah karena merahasiakan kehamilan Khanza.
Abizar langsung membanting ponselnya, sehingga membuat ponsel itu berserakan tak berwujud lagi.
"Jadi malam itu dia sengaja mengajakku ke restoran untuk mengatakan semua ini dan betapa bodohnya, aku malah menyakiti. Aku bahkan tak menyadari jika selama ini Khanza hamil, padahal malam itu aku sendiri mendengar dia sedang muntah, ia juga meletakkan tanganku di Perutnya. Mengapa aku tak peka," ucap abizar memaki dirinya sendiri.
Tak lama kemudian ibu datang menghampiri mereka ..
"Abizar bagaimana? Apa yang terjadi dengan Khanza, apa dia hamil?"
"Iya, Bu. Khansa hamil, tapi kondisi bayi kami sedang dalam masa kritis dan itu semua kesalahanku," ucap Abizar.
"Di mana dia sekarang?" tanya ibu warda.
Abizar kemudian berjalan bersama ibunya menuju ke ruang perawatan Khanza, Santi ikut berjalan di belakang mereka, entahlah ia harus senang atau takut kalau kehadiran bayi itu semakin menambah jarak antara Abizar dan Farah, selama ini mereka berdua sangat tergantung dengan Abizar.
Abizar masuk dan melihat Farah duduk di samping Khanza. Khanza masih dalam pengaruh obat dan belum sadar.
"Farah, bagaimana keadaannya?" tanya Warda menghampiri mereka.
"Khanza belum sadar, Bu!" ucap Farah yang membawa Ibu mertuanya itu untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan di kamar rawat itu. Sementara Abizar menggantikan Farah duduk di samping Khanza.
Abizar menggenggam erat tangan Khanza dan tangan satunya menyentuh perut Khanza yang masih rata.
"Maafkan Papa, seharusnya Papa menjagamu bukan malah nyakitin mu," batin Abizar. Ada perasaan sakit di hatinya melihat kondisi Khanza saat ini.
Tak lama kemudian Khanza tersadar ia mencoba melihat di mana ia berada. Pandangan yang masih buram, Khanza bisa melihat jika Abizar ada di depannya.
"Khanza kau sudah sadar," ucap Abizar mengusap lembut pipi Khanza.
Khanza tak menjawab, ia langsung mengelus perutnya, air matanya mengalir. "Bayiku," ucap dengan bibir bergetar menatap pada Abizar.
"Bayi kita tak apa-apa, kamu jangan khawatir ini."
"Ini bukan bayimu, ini hanya bayiku. Kau menyakiti bayiku," ucap Khanza memukul-mukul Abizar yang duduk di dekatnya.
"Tenanglah bayi kita dalam kondisi kritis, jangan terlalu banyak bergerak, itu akan menyakitinya," ucap Abizar saat Khanza terus memberontak.
Mendengar itu Khanza langsung dia dan memeluk perutnya, membuang wajah tak ingin melihat suaminya. Sesekali ia mengusap air matanya.
"Aku minta maaf, aku tidak sengaja menyakiti kalian," ucap Abizar tertunduk.
"Aku ingin kembali ke kampung," ucap Khanza.
"Iya, aku akan mengantarmu ke kampung, tapi setelah kondisi kalian membaik."
"Apa kata-kata kakak bisa ditepati. Apa Kakak akan mengantarku," ucap Khanza, menatap mata suaminya mencoba mencari kejujuran.
Jika dokter mengatakan jika kau bisa melakukan perjalanan jauh, Kakak janji akan mengantarmu. Sekarang kondisi bayi kita sedang kritis jadi Jangan pikirkan apa-apa dulu," ucap Abizar mengelus perut istrinya.
Tak lama kemudian dokter masuk dan kembali memeriksa kondisi Khanza.
Dokter mengatakan jika bayi mereka sudah keluar dari masa kritis dan selama 2 minggu kedepan di harus benar-benar beristirahat kondisinya masih sangat rentan.
Mendengar apa yang dikatakan dokter mau tak mau Khanza harus kembali ke rumah itu dan menerima perawatan demi bayinya. Khanza tidak mau mengambil resiko yang bisa menyebabkan ia Kehilangan buah hatinya.
Sepulang dari rumah sakit Abizar dan Farah benar-benar memanjakan Khanza bukan cuman Abidzar yang bahagia mendengar kehamilan Khanza, tapi juga dengan Farah.
Demi mengurus Khanza dan bayinya Abizar selalu pulang cepat dari kantor.
Pagi hari di kediaman Abizar.
Saat Khanza bangun, ia sudah di disambut ucapan selamat pagi dari Abizar.
"Selamat pagi," ucap Abizar menatap lekat mata Khanza.
Khanza yang masih marah terus mendiamkannya.
"Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Abizar yang mengerti jika ibu hamil biasanya ingin memakan berbagai macam makanan.
"Aku ingin makan bubur ayam yang ada di depan kantor! Apakah kamu bisa membelikannya?" tanya Khanza memandang pada wajah suaminya, ia ingin tahu akankah ia akan membelikan keinginannya atau tidak.
"Tentu saja, aku akan pergi sekarang. Jaraknya cukup jauh, jadi mungkin agak lama," ucap Abizar langsung mengambil kunci mobil dan keluar dari sana.
Benar saja walau dengan masih memakai pakaian tidurnya, Abizar seorang CEO dari perusahaan Itu kini berada ada di warung pinggir jalan depan perusahaannya, membeli bubur ayam pesanan istrinya yang sedang hamil.
Beberapa karyawan yang sudah datang memperhatikan penampilan Bosnya itu, sangat berbeda dari biasanya. Namun lebih tampan.
Abizar hanya menggunakan celana jeans dan kaos biasa, rambutnya juga masih acak-acakan dan tentu saja Ia juga belum mandi.
"Terima kasih, Pak!" ucapnya saat pedagang tersebut memberikan 2 bungkus bubur ayam.
Abizar dengan cepat melajukan mobilnya kembali ke rumah, tak mempedulikan bisik-bisik karyawannya.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏💖
Like, vote dan komennya 🙏
salam dariku Author m anha ❤️
love you all 💕🤗🙏
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Ranny
nah begitu kalau anteng kan bagus hati jadi adem tenteram 😊
2024-02-18
0
Na Gi Rah
Aku hadir
2022-03-30
0
auliasiamatir
ahhh author.. gak bisa di ajak kompromi nih..., seharusnya Khanza keguguran aja biar abizar nyesell tujuh turunan tujuh tanjakan...
2021-12-13
10