Hari berganti hari, sudah seminggu kini Khanza menginap di kontrakan Aqila dan sudah seminggu juga Khanza mengabaikan panggilan dan pesan dari Abizar.
Siang hari Khanza Sedang Sendiri di kontrakannya, mengisi waktu dengan nonton drama Korea kesukaannya, sedangkan Aqilah pergi ke kantor.
Saking seriusnya dengan drama Korea yang di tontonnya, Khanza tak menyadari jika Abizar sudah duduk di dekatnya.
"Mengapa kau tak pernah mengangkat panggilanku dan membalas pesanku," ucap Abizar mengagetkan Khanza.
"Kak Abi, mengagetkan saja," ucap Khanza megang dadanya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Abizar memandang lekat pada sosok wanita yang sangat dirindukannya.
Seminggu tak melihat Khanza membuat Abizar menyadari jika ia benar-benar mencintai istrinya itu, setiap malam ia tak bisa tidur, membayangkan sosok Khanza.
Kehadiran Farah disampingnya tak bisa mengobati rasa rindunya pada sosok Khanza.
Sudah beberapa kali yang melakukan kewajibannya sebagai seorang suami kepada Farah, tapi entah mengapa ada rasa yang tak bisa ia ungkapkan, ini baru terjadi semenjak bertahun-tahun menjalani rumah tangga dengan Farah. Ia melakukannya bersama Farah, tetapi hati dan pikirannya tertuju pada Khanza, membuat ia tak menikmati apa yang sedang dilakukan.
Khanza tak menjawab dan langsung berdiri ingin meninggalkan Abizar, dengan sikap suaminya itu menahan nya.
Khanza terjatuh di pangkuan Abizar, tangan kekar Abizar melingkar di perut Khanza dan menggenggam salah satu lengannya agar tak kabur darinya.
"Apa kau sangat membenciku hingga satu pesan pun tak bisa kau jawab?" tanya Abizar di samping telinga Khanza membuatkannya benar-benar merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya.
Khanza tak bisa memungkiri jika tubuh dan hatinya saat merindukan sosok yang sekarang sedang memeluknya.
"Kak jangan seperti ini, tak enak dilihat orang," ucap Khanza mencoba turun dari pangkuan Abizar.
"Memangnya kenapa, kita ini suami istri. Kita bisa melakukan lebih dari ini," ucap Abizar menghirup aroma tubuh Khanza yang begitu di rindukannya.
Khanza bisa merasakan jika Nafas suaminya itu mulai tak beraturan.
"Tak bisakah aku memintanya, Aku sangat merindukanmu," bisik Abizar.
"Maaf kak! Aku benar-benar tidak bisa melakukannya, aku mohon jangan tambah derita ku, semua ini sangat menyakitiku, Kak," ucap Khanza terisak pelan. Hatinya selalu goyah saat berhadapan dengan Abizar.
"Khanza, mari kita mulai dari awal lagi, ya!" Mengusap lembut rambut Istrinya itu. " Aku memang bersalah telah merahasiakan semua ini darimu, bisakah kau memaafkanku, maafkan Farah dan kita mulai rumah tangga kita."
Khanza menatap dalam mata suaminya.
"Apa pernah ada rasa cinta di hati kakak untukku?" tanya Khanza dengan genangan air mata di matanya. Disaat seperti ini pun nama Farah masih berada di antara mereka.
Abizar mengusap lembut air mata yang jatuh menetes di pipi Khanza.
"Sejak pertama melihatmu di kampus waktu itu, aku sudah mencintaimu walau aku tak mengerti perasaan apa yang aku rasakan saat itu, perasaan itu semakin dalam saat kita bertemu kembali di kantor. Aku benar-benar mencintaimu hingga detik ini," jelas Abizar.
"Bagaimana mungkin Kakak mengatakan mencintaiku Sedangkan kakak memiliki Mbak Farah?"
Abizar terdiam, dia akui dia sendiri tak mengerti mengapa perasaan itu tumbuh di hatinya sementara ia yakin ada cinta Farah yang bertahta di sana.
"Apa sebenarnya tujuan Kakak menikahiku? Apa karena menginginkan anak dariku?" ucap Khanza tak bisa menutupi rasa penasarannya.
Abizar tersentak, ia tak menyangka jika Khanza akan mengatakan itu.
Lagi-lagi dia hanya bisa terdiam, karena memang itu salah satu tujuannya menikahi Khanza terlepas dari rasa cintanya.
"Jadi benar, Kakak menikahiku hanya ingin mendapatkan anak dariku?" tanya Khanza dengan suara bergetar.
"Aku benar-benar mencintaimu, jika kau meminta nyawaku untuk membuktikan cintaku, aku akan memberikannya. Aku akan melakukan apa saja agar kau bisa percaya jika aku benar-benar mencintaimu."
"Ceraikan Mbak Farah," ucapan itu tiba-tiba terlontar begitu saja dari mulut Khanza, ia sendiri tak menyangka akan mengatakan itu.
"Aku kan sudah mengatakannya, kalau kau boleh meminta apa saja kecuali memintaku menceraikan Farah."
Khanza yang merasa pelukan Abizar melonggar dengan cepat langsung turun dan berdiri menatap tajam Abizar.
"Jadi nyawa kakak tak ada artinya di banding rasa cinta Kakak pada mbak Farah, segitu cintanya 'kah hingga lebih memilih menyerahkan nyawa daripada menceraikannya?"
"Kakak pulanglah, aku masih ingin disini," ucap Khanza menahan emosinya.
"Tidak, sudah seminggu aku mengizinkanmu untuk tinggal di sini, itu sudah lebih dari cukup untukmu, kita akan pulang hari ini juga."
"Kakak tidak bisa memaksaku untuk pulang."
"Aku ini suamimu, kau harus menurut padaku."
Khanza tersenyum getir, "suami, suami yang membohongiku, suami yang menyakitiku? Apakah itu yang Kakak anggap suami!"
"Khanza cukup, Ayo kita pulang sekarang."
"Aku nggak mau pulang, aku akan tinggal disini selamanya, jika Kakak tak mau mencarikan mbak Farah, Kakak bisa menceraikan ku," ucap Khanza, untuk pertama kalinya ia meninggikan suaranya pada Abizar.
"Aku tak akan menceraikan siapa-siapa, ikut denganku pulang atau aku akan memecat Aqila dari kantor dan kupastikan dia tak akan mendapat pekerjaan dimanapun."
"Kak! Kenapa kau begitu egois," bentak Khanza. Ia tak menyangka jika suaminya itu akan mengancamnya dengan Aqila.
"Keputusan ada di tanganmu, kau ingin pulang atau melihat Aqila tak memiliki pekerjaan, bukan hanya di kota ini dimanapun aku akan memastikan tak ada perusahaan yang akan menerimanya," tegas Abizar
Khanza mengepal tangannya, Ingin rasanya ia meninju wajah suaminya itu. Namun, sayang wajahnya begitu tampan, semakin dipandangnya semakin tampan dan membuat hatinya semakin mencintainya.
"Ambil barang-barang mau, kita pulang sekarang," perintah Abizar.
Walau dengan kesal Khanza masuk ke kamar dan membereskan barang-barangnya, berjalan keluar meninggalkan Abizar yang masih berdiri di ruang tamu kontrakan Aqila menuju ke mobil Abizar.
Abizar mengambil laptop Khanza yang ada di depannya dan ikut berjalan menuju ke mobil.
Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam, Khanza menutupi perutnya dengan tas dan menyembunyikan tangan satunya yang terus mengusap perutnya.
Kehadiran bayi yang ada di rahimnya bisa membuatnya tenang dan mengurangi rasa sakit di hatinya.
"Aku tak ingin tidur di kamar utama, itu kamar Mbak Farah 'kan?"
"Farah sudah punya kamar sendiri, Kamu boleh tidur di sana."
"Aku ingin tidur di kamar tamu, aku tak ingin tidur di ranjang yang pernah ku tempati dengan nya," Ucap Khanza ketus..
Abizar menggenggam erat setir, mencoba menguasai emosinya. Sejak tadi Khanza terus saja berbicara dengan nada tinggi dengannya, semua itu tak pernah dilakukan Farah padanya membuat ia sedikit emosi, tapi ia harus menahan diri, Khanza sudah mau kembali itu sudah cukup saat ini.
"Baiklah, kalau kau ingin tidur di kamar tamu, itu tak masalah, aku akan memindahkan semua barang-barang mu, tapi tolong jangan lagi melakukan mogok makan."
Khanza hanya mengganggu.
Begitu mereka sampai Khanza langsung turun.
Khanza menghentikan langkahnya saat melihat dua wanita menatapnya dengan tatapan tajam, itu adalah Wanda dan Santi.
Abizar merangkul bahu Khanz, membawanya masuk ke rumah, "Jangan pedulikan mereka, Jangan dengarkan apa yang mereka ucapkan."
"Bagaimana mungkin aku tak mendengarkannya, mereka mengucapkannya dengan sangat lantang di telingaku,"
"Aku akan coba memberi pengertian pada mereka," ucap Abizar mengecup puncak kepala Khanza.
"Tak usah, biarkan saja mereka mengatakan apa yang ingin mereka katakan, itu lebih baik daripada mereka mengatakan yang dibelakangku," ucap Khanza melepas tangan Abizar di bahunya.
Mereka terus berbicara secara pelan sambil melewati dua wanita paruh baya yang menatap mereka masih dengan Tatapan yang sama.
Khanza langsung masuk ke kamar tamu yang ada di lantai bawah. Tak ingin berurusan dengan Mertuanya dan mertua suaminya.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏
Jangan lupa Like, Vote dan komennya 🙏
Salam dariku Author m anha ❤️
love you all 💕🤗🤗
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Ranny
hei Khanza kurang apa lagi suami dan madu mu kau terlalu naif banget kurang bersyukur 🙄
2024-02-18
0
Rina Aji Wibowo
q malah benci ma kanza udah di baikin udah enak malahan mau serakah dan orangnya kurang dewasa
2022-02-20
0
Hanipah Fitri
khanzah, serakah ingin nguasain Abi sendiri, tdk mikir dgn perasaan Farah, walaupun khanzah dibohongi tapi ia dibikin senang, justru aku kasihan dgn Farah yg selalu mengalah
2022-01-08
3