Terkejut, tubuh Bening sampai membatu beberapa saat karena saking terkejutnya. Apa yang dilihat seolah mustahil baginya, tidak mungkin pria yang tidak ingin dijumpai justru menjadi pahlawan penolongnya.
"Re-Rengit?!" ucapnya lirih.
"Ah, kurang ajar! Kenapa ditarik maskernya! Kan dia jadi tau!" kesal Langit terlihat marah dengan satu penjahat yang tadi menarik maskernya. Seolah mendapat kekuatan super, Langit kembali melancarkan pukulan demi pukulan untuk menghajar mereka.
Akhirnya mereka tumbang setelah Langit menghajar tanpa ampun. Keduanya hanya dibuat babak belur, tanpa dihabisi.
"Keturunan Pak Kiai, ampun. Sudah! Tolong jangan hajar kami lagi. Wajah dan badan kami sakit semua. Kami gak akan ganggu wanita itu," kata salah satu penjahat yang tadi mudah dibujuk.
"Hah ... saya juga capek mukul kalian terus. Maaf ya, bikin wajah kalian kek badut. Tapi itu salah kalian, bukan salahku. Besok-besok jangan lakuin kejahatan lagi. Ingat, yang baik aja belum tentu masuk surga, apalagi yang tiap saat berbuat kejahatan, beh ... jaminannya neraka jahanam! Paham?! Pokoknya harus di ingat-ingat ting!" Sebelah mata Langit berkedip cepat. Memberi candaan pada mereka.
"Iya, keturunan Pak Kiai. Kami akan berusaha ingat. Tapi kalo terpaksa gak ada pilihan lain, kami akan ulangi seperti ini lagi," ujar penjahat yang satunya. Dia takut-takut melihat ke arah Langit.
"Wah ... kalo gitu saya laporkan saja kalian berdua ke polisi. Daripada kemudian hari begini lagi!" gertak Langit.
"Tapi bener kata temen gue tadi. Kalo kami terpaksa, kami bakal ulangi seperti ini lagi. Kami gak punya kerjaan, kalo gak malak, kami gak makan. Bukan hanya kami, ibu, bapak kami di rumah juga tidak makan. Untuk kaum hawa, kalo kami tidak maksa mereka, lalu kami harus bagaimana melampiaskan naf su kami?"
Diberi pertanyaan seperti itu kening Langit mengernyit. Itu nasib mereka kenapa seolah dia yang harus memikirkan jalan keluarnya?
Sesaat kemudian, Langit mendekat pada dua penjahat dan berbicara lirih pada mereka. Entah apa yang dikatakannya, tapi wajah penjahat yang telah babak belur itu langsung berubah sumringah.
Terlihat Langit memberikan sesuatu pada keduanya, namun bukan sejenis uang. Melainkan seperti kartu. Tak lama, dua penjahat itu bangkit untuk pergi. "Makasih, ya, keturunannya Pak Kiai," ucap salah satu dari mereka dengan tersenyum senang. Sesaat sebelum keduanya menjauh.
"Oke, sama-sama. Semoga berhasil," jawab Langit cekikikan. "Auh'." Dia merintih saat ujung bibir yang terluka tertarik.
Bening hanya diam dan berkedip-kedip pelan. Berusaha meyakini bila yang terjadi saat ini adalah nyata. Dia tidak sedang mengigau. Menguasai akal pikirannya kembali, dia dikejutkan dengan Langit yang sudah ada dihadapan.
Bening menyembunyikan arah pandangannya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan Langit. Bagaimanapun, kejadian tadi begitu mengerikan. Rasa takut dan jijik belum bisa hilang, membekas dan menghantui perasannya.
Selama ini dia tidak pernah disentuh oleh siapapun, oleh lelaki manapun. Kecuali ... berondong muda di hadapannya saat ini. Sekitar satu minggu yang lalu dia memberikan ciuman pertamanya untuk Langit. Meski tidak sengaja, namun tetap saja Langit pria pertama yang pernah disentuhnya.
Dan tadi dua penjahat itu juga menyentuhnya, jika ingat bagian tubuh yang tadi sempat disentuh mereka, timbul rasa jijik.
Mata Bening mengembun, namun wanita itu menunduk. Dia malu, terlihat mengenaskan di depan Langit.
"Mbak, gak apa?" tanya Langit yang sudah berjongkok di depan Bening.
Bening hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Mulutnya terkatup rapat. Ujung bibir digigit berharap bisa mengalihkan apa yang dirasa.
Langit menatap kasihan pada Bening, dia tahu jika wanita itu masih syok dengan apa yang dialami. "Mbak belum sempat di apa-apain, kan?!"
Lagi-lagi Bening menggeleng.
"Sekarang udah aman. Ayo, saya antar Mbak ke keluarga mbak. Mereka bakal bingung nyariin," ujar Langit membujuk, tangan Langit terangkat untuk menggandeng tangan Bening. Namun Bening mencegah.
"Jangan sentuh!" ucapnya dengan nada ketakutan.
"Enggak. Saya gak akan sentuh, Mbak. Ayo, sekarang kita pergi dari sini, takut mereka datang lagi."
Bening menunduk, mengamati kemeja yang dipakai sudah tidak ada kancingnya. Terlihat ragu untuk berdiri.
Langit bisa membaca keraguan Bening, pria itu inisiatif membuka kaus yang dipakai dan diberikan pada Bening. "Pakai kaus saya aja, lumayan bisa menutupi badan Mbak."
Kali ini pandangan Bening terangkat, tepat melihat ke arah mata Langit. Meski tidak menangis, namun kedua matanya tetap mengembun. Menampilkan jika masih ada sisa ketakutan.
"Atau, mau saya pakaikan sekalian?" Langit bercanda dengan menaik-turunkan alisnya.
Bening melengos namun ada senyum tipis yang disembunyikan. "Gak usah! Saya bisa sendiri," ucapnya.
Langit tersenyum mendengar nada ketus yang diucapkan Bening barusan. Berati wanita itu sudah kembali menjadi Bening yang dia kenal. Acuh dan galak.
"Saya tunggu di sana," kata Langit menunjuk pinggir jalan raya. Dia tidak mungkin menunggui Bening berganti baju.
"Enggak! Kamu disini aja!" sergah Bening cepat.
"Eh, saya disini?!" bingung Langit. "Apa saya boleh liat Mbak ganti baju?!"
Buuuk ....
"Auh' ...."
"Ya, gak gitu juga!" sahut Bening setelah tadi memukul lengan Langit. "Kamu di sini aja, tapi menghadap kesana!" perintahnya agar Langit membelakangi posisinya.
"Ough, baiklah." Langit menyetujui. Pria itu balik badan menjadi membelakangi Bening.
Keadaan sekarang belum menyadarkan Bening tentang keberadaan Langit yang tiba-tiba ada di kota Solo. Ada urusan apa tukang bakso yang sering mangkal di Jalan Lobak Kemangi daerah Jakarta Selatan itu datang ke daerah ini?
"Udah," ucap Bening setelah berhasil berganti pakaian.
Langit kembali berbalik badan. Tersenyum melihat kausnya kebesaran di badan Bening.
"Ayo kita pergi!" ajak Langit yang kesekian kalinya.
"Kaki saya masih lemas," jawab Bening.
"Di sini panas banget," keluh Langit. Mereka berada di dibawah tanaman pagar yang tidak terurus, sampai banyak daun yang berserakan.
"Tunggu sebentar biar kaki saya normal lagi," pinta Bening.
Langit mengangguk. Pria itu kini mengimbangi duduk di samping Bening, tidak perduli dengan celananya yang akan kotor.
"Apa mau saya pijitin?" tawar Langit.
"Enggak," jawab Bening dengan alis tempur menjadi satu. Langit heran melihat ekspresi Bening yang demikian. Karena tadi wanita itu terlihat sudah baik-baik saja.
"Ka-kamu tau, gak?!" ujar Bening.
"Apa?" tanya Langit sedikit heran.
"Kok, di pinggang saya kayak ada benda kenyal yang jalan-jalan gitu, ya?"
Langit ikut mengernyit. "Di pinggang, Mbak, ada benda kenyal yang jalan-jalan?!" Langit mengulang. "Jangan-jangan ...?!"
"Aaaaaakkkkhhhhh' ...!!!" Bening berteriak sekencang-kencangnya. Tanpa sadar berjingkat memeluk tubuh Langit.
"Mbak!!!" panggil Langit untuk menyadarkan Bening bahwa wanita itu telah memeluk tubuhnya.
"Aaaakkkhh' ... gak mau!! Geli!! Tolongin!"
"Tolongin gimana?" bingung Langit. Pria itu menahan sakit, tubuh yang memar di peluk erat oleh Bening.
"Tolong buang itunya!"
"Gimana saya bisa buang? Saya gak tau dimana itunya?!"
"Itunya ada di dalam!"
"Justru di dalam itu saya gak tahu disebelah mananya?"
"Huuuh ... cepetan masukin tangan kamu dan ambil itunya! Ayolah, aku udah gak bisa tahan. Kamu mau aku pingsan disini!!!"
"Oke-oke."
Entah dia akan disalahkan atau tidak, yang terpenting dia hanya berniat membantu. Dengan gemetaran Langit terpaksa memasukan tangannya ke dalam kaus dan tank top Bening. Meraba-raba pinggang mulusnya untuk mencari benda kenyal yang katanya jalan-jalan di sekitaran situ.
Benda kenyal yang dimaksud adalah ulat, bukan sejenis benda kenyal yang memiliki bentuk sama. Ah ... mikirin apaan sih?!
"Gak ada, Mbak."
"Ada. Tangan kamu kurang ke atas! Dia jalan-jalan terus! Cepetan ambil! Itunya jalan ke depan."
Lagi-lagi Langit hanya menuruti perkataan Bening. Pria itu meraba sampai bagian punggung Bening. "Gak ketemu juga!" frustasinya. Dia menahan sakit di tubuhnya karena Bening sangat erat memeluk.
"Dia udah pindah ke depan!"
"Di depan?"
"Iya. Aku geli banget! Cepetan ambilin dan remas itunya! Cepetan Rengit! Aku udah gak tahan banget!" Suara Bening bergetar takut dan panik.
"Hah?!" Langit melongo. 'Diremas itunya?!' Ah, lagi-lagi mikirin apa sih?!
"Mbak buka aja kausnya biar saya enak remas itunya?!" Lidah Langit kelu setelah mengatakan itu.
Bening yang geli, takut, juga panik tanpa sadar mengikuti ucapan Langit. Dia mengangkat ujung kaus juga tank topnya ke atas sampai sebatas da da.
Jika tadi hanya melongo. Kali ini melongo tingkat akut. Pertama kalinya Arga Bima Langit melihat langsung dua benda kenyal yang masih terbungkus b r a. Dia yang selama ini hanya bisa berimajinasi tapi saat ini bisa melihat langsung. Seperti live streming.
Langit menelan ludah susah payah. Kenapa dia dihadapkan dengan situasi seperti ini. Lebih baik menghajar dua penjahat tadi, daripada menghajar pikiran mesumnya.
"Gaaak ada, Mbak!" kata Langit juga dengan suara gemetar.
"Ada! Orang kerasa pas dia pindah-pindah."
Langit mengitari pemandangan indah di depannya. Ternyata biang kerok telah ditemukan. Ulat keket hijau sebesar jari kelingking tengah berjalan-jalan menyusuri benda kenyal bagian kanan hampir sampai pada ketiak.
"Aakkhh, Mbak! Saya juga geli, Mbak! Ternyata ulat keketnya gede' banget!" teriak Langit bergidik ketakutan. Pria itu hampir bangkit tapi ditahan oleh Bening.
"Aakh, tolong ambilin! Kamu ini gimana! Cepetan pegang!"
"Gak mau, Mbak!"
"Cepetan, Rengit! Aku gak tahan!"
"Sebentar, saya tutup mata dulu! Kalo gak gitu, saya gak berani!"
"Terserah! Pegang, remas dan buang!"
"Iya, Mbak! Sabar! Saya harus doa dulu!"
Seperti ritual apa aja, harus berdoa?!
Ternyata bukan hanya Bening yang geli dengan hewan kecil melata itu. Langit pun harus memejamkan mata demi membantu Bening.
Pertama kali jemari Langit menyentuh benda kenyal bagian atas. Darah dalam tubuhnya berdesir-desir. Suhu tubuhnya mendadak panas dingin seperti berapa waktu lalu saat pertama menyentuh wanita itu. Kini kejadian tak terduga kembali terulang.
Pluk ....
Tangan Langit berhasil menyingkirkan ulat keket. Namun, hal tak terduga lainnya kembali terjadi.
"Hei ... sedang apa kalian! Mesum di siang bolong! Memalukan! Gak ada iman! Pengikut setan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
mommy Erna
astagaaaahhhh😂😂😂😂😂
mana ke gep pula sama org...🤣🤣🤣 auto dinikahin ini... wkwkkk
2021-12-22
1
ziezie
😂😂😂
2021-12-15
0
💕apip 66🌱🐛💕
🤣🤣🤣🤣di kawinin ini mah mereka
2021-12-14
0