Kejadian tak terduga

Terkejut, tubuh Bening sampai membatu beberapa saat karena saking terkejutnya. Apa yang dilihat seolah mustahil baginya, tidak mungkin pria yang tidak ingin dijumpai justru menjadi pahlawan penolongnya.

"Re-Rengit?!" ucapnya lirih.

"Ah, kurang ajar! Kenapa ditarik maskernya! Kan dia jadi tau!" kesal Langit terlihat marah dengan satu penjahat yang tadi menarik maskernya. Seolah mendapat kekuatan super, Langit kembali melancarkan pukulan demi pukulan untuk menghajar mereka.

Akhirnya mereka tumbang setelah Langit menghajar tanpa ampun. Keduanya hanya dibuat babak belur, tanpa dihabisi.

"Keturunan Pak Kiai, ampun. Sudah! Tolong jangan hajar kami lagi. Wajah dan badan kami sakit semua. Kami gak akan ganggu wanita itu," kata salah satu penjahat yang tadi mudah dibujuk.

"Hah ... saya juga capek mukul kalian terus. Maaf ya, bikin wajah kalian kek badut. Tapi itu salah kalian, bukan salahku. Besok-besok jangan lakuin kejahatan lagi. Ingat, yang baik aja belum tentu masuk surga, apalagi yang tiap saat berbuat kejahatan, beh ... jaminannya neraka jahanam! Paham?! Pokoknya harus di ingat-ingat ting!" Sebelah mata Langit berkedip cepat. Memberi candaan pada mereka.

"Iya, keturunan Pak Kiai. Kami akan berusaha ingat. Tapi kalo terpaksa gak ada pilihan lain, kami akan ulangi seperti ini lagi," ujar penjahat yang satunya. Dia takut-takut melihat ke arah Langit.

"Wah ... kalo gitu saya laporkan saja kalian berdua ke polisi. Daripada kemudian hari begini lagi!" gertak Langit.

"Tapi bener kata temen gue tadi. Kalo kami terpaksa, kami bakal ulangi seperti ini lagi. Kami gak punya kerjaan, kalo gak malak, kami gak makan. Bukan hanya kami, ibu, bapak kami di rumah juga tidak makan. Untuk kaum hawa, kalo kami tidak maksa mereka, lalu kami harus bagaimana melampiaskan naf su kami?"

Diberi pertanyaan seperti itu kening Langit mengernyit. Itu nasib mereka kenapa seolah dia yang harus memikirkan jalan keluarnya?

Sesaat kemudian, Langit mendekat pada dua penjahat dan berbicara lirih pada mereka. Entah apa yang dikatakannya, tapi wajah penjahat yang telah babak belur itu langsung berubah sumringah.

Terlihat Langit memberikan sesuatu pada keduanya, namun bukan sejenis uang. Melainkan seperti kartu. Tak lama, dua penjahat itu bangkit untuk pergi. "Makasih, ya, keturunannya Pak Kiai," ucap salah satu dari mereka dengan tersenyum senang. Sesaat sebelum keduanya menjauh.

"Oke, sama-sama. Semoga berhasil," jawab Langit cekikikan. "Auh'." Dia merintih saat ujung bibir yang terluka tertarik.

Bening hanya diam dan berkedip-kedip pelan. Berusaha meyakini bila yang terjadi saat ini adalah nyata. Dia tidak sedang mengigau. Menguasai akal pikirannya kembali, dia dikejutkan dengan Langit yang sudah ada dihadapan.

Bening menyembunyikan arah pandangannya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan Langit. Bagaimanapun, kejadian tadi begitu mengerikan. Rasa takut dan jijik belum bisa hilang, membekas dan menghantui perasannya.

Selama ini dia tidak pernah disentuh oleh siapapun, oleh lelaki manapun. Kecuali ... berondong muda di hadapannya saat ini. Sekitar satu minggu yang lalu dia memberikan ciuman pertamanya untuk Langit. Meski tidak sengaja, namun tetap saja Langit pria pertama yang pernah disentuhnya.

Dan tadi dua penjahat itu juga menyentuhnya, jika ingat bagian tubuh yang tadi sempat disentuh mereka, timbul rasa jijik.

Mata Bening mengembun, namun wanita itu menunduk. Dia malu, terlihat mengenaskan di depan Langit.

"Mbak, gak apa?" tanya Langit yang sudah berjongkok di depan Bening.

Bening hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Mulutnya terkatup rapat. Ujung bibir digigit berharap bisa mengalihkan apa yang dirasa.

Langit menatap kasihan pada Bening, dia tahu jika wanita itu masih syok dengan apa yang dialami. "Mbak belum sempat di apa-apain, kan?!"

Lagi-lagi Bening menggeleng.

"Sekarang udah aman. Ayo, saya antar Mbak ke keluarga mbak. Mereka bakal bingung nyariin," ujar Langit membujuk, tangan Langit terangkat untuk menggandeng tangan Bening. Namun Bening mencegah.

"Jangan sentuh!" ucapnya dengan nada ketakutan.

"Enggak. Saya gak akan sentuh, Mbak. Ayo, sekarang kita pergi dari sini, takut mereka datang lagi."

Bening menunduk, mengamati kemeja yang dipakai sudah tidak ada kancingnya. Terlihat ragu untuk berdiri.

Langit bisa membaca keraguan Bening, pria itu inisiatif membuka kaus yang dipakai dan diberikan pada Bening. "Pakai kaus saya aja, lumayan bisa menutupi badan Mbak."

Kali ini pandangan Bening terangkat, tepat melihat ke arah mata Langit. Meski tidak menangis, namun kedua matanya tetap mengembun. Menampilkan jika masih ada sisa ketakutan.

"Atau, mau saya pakaikan sekalian?" Langit bercanda dengan menaik-turunkan alisnya.

Bening melengos namun ada senyum tipis yang disembunyikan. "Gak usah! Saya bisa sendiri," ucapnya.

Langit tersenyum mendengar nada ketus yang diucapkan Bening barusan. Berati wanita itu sudah kembali menjadi Bening yang dia kenal. Acuh dan galak.

"Saya tunggu di sana," kata Langit menunjuk pinggir jalan raya. Dia tidak mungkin menunggui Bening berganti baju.

"Enggak! Kamu disini aja!" sergah Bening cepat.

"Eh, saya disini?!" bingung Langit. "Apa saya boleh liat Mbak ganti baju?!"

Buuuk ....

"Auh' ...."

"Ya, gak gitu juga!" sahut Bening setelah tadi memukul lengan Langit. "Kamu di sini aja, tapi menghadap kesana!" perintahnya agar Langit membelakangi posisinya.

"Ough, baiklah." Langit menyetujui. Pria itu balik badan menjadi membelakangi Bening.

Keadaan sekarang belum menyadarkan Bening tentang keberadaan Langit yang tiba-tiba ada di kota Solo. Ada urusan apa tukang bakso yang sering mangkal di Jalan Lobak Kemangi daerah Jakarta Selatan itu datang ke daerah ini?

"Udah," ucap Bening setelah berhasil berganti pakaian.

Langit kembali berbalik badan. Tersenyum melihat kausnya kebesaran di badan Bening.

"Ayo kita pergi!" ajak Langit yang kesekian kalinya.

"Kaki saya masih lemas," jawab Bening.

"Di sini panas banget," keluh Langit. Mereka berada di dibawah tanaman pagar yang tidak terurus, sampai banyak daun yang berserakan.

"Tunggu sebentar biar kaki saya normal lagi," pinta Bening.

Langit mengangguk. Pria itu kini mengimbangi duduk di samping Bening, tidak perduli dengan celananya yang akan kotor.

"Apa mau saya pijitin?" tawar Langit.

"Enggak," jawab Bening dengan alis tempur menjadi satu. Langit heran melihat ekspresi Bening yang demikian. Karena tadi wanita itu terlihat sudah baik-baik saja.

"Ka-kamu tau, gak?!" ujar Bening.

"Apa?" tanya Langit sedikit heran.

"Kok, di pinggang saya kayak ada benda kenyal yang jalan-jalan gitu, ya?"

Langit ikut mengernyit. "Di pinggang, Mbak, ada benda kenyal yang jalan-jalan?!" Langit mengulang. "Jangan-jangan ...?!"

"Aaaaaakkkkhhhhh' ...!!!" Bening berteriak sekencang-kencangnya. Tanpa sadar berjingkat memeluk tubuh Langit.

"Mbak!!!" panggil Langit untuk menyadarkan Bening bahwa wanita itu telah memeluk tubuhnya.

"Aaaakkkhh' ... gak mau!! Geli!! Tolongin!"

"Tolongin gimana?" bingung Langit. Pria itu menahan sakit, tubuh yang memar di peluk erat oleh Bening.

"Tolong buang itunya!"

"Gimana saya bisa buang? Saya gak tau dimana itunya?!"

"Itunya ada di dalam!"

"Justru di dalam itu saya gak tahu disebelah mananya?"

"Huuuh ... cepetan masukin tangan kamu dan ambil itunya! Ayolah, aku udah gak bisa tahan. Kamu mau aku pingsan disini!!!"

"Oke-oke."

Entah dia akan disalahkan atau tidak, yang terpenting dia hanya berniat membantu. Dengan gemetaran Langit terpaksa memasukan tangannya ke dalam kaus dan tank top Bening. Meraba-raba pinggang mulusnya untuk mencari benda kenyal yang katanya jalan-jalan di sekitaran situ.

Benda kenyal yang dimaksud adalah ulat, bukan sejenis benda kenyal yang memiliki bentuk sama. Ah ... mikirin apaan sih?!

"Gak ada, Mbak."

"Ada. Tangan kamu kurang ke atas! Dia jalan-jalan terus! Cepetan ambil! Itunya jalan ke depan."

Lagi-lagi Langit hanya menuruti perkataan Bening. Pria itu meraba sampai bagian punggung Bening. "Gak ketemu juga!" frustasinya. Dia menahan sakit di tubuhnya karena Bening sangat erat memeluk.

"Dia udah pindah ke depan!"

"Di depan?"

"Iya. Aku geli banget! Cepetan ambilin dan remas itunya! Cepetan Rengit! Aku udah gak tahan banget!" Suara Bening bergetar takut dan panik.

"Hah?!" Langit melongo. 'Diremas itunya?!' Ah, lagi-lagi mikirin apa sih?!

"Mbak buka aja kausnya biar saya enak remas itunya?!" Lidah Langit kelu setelah mengatakan itu.

Bening yang geli, takut, juga panik tanpa sadar mengikuti ucapan Langit. Dia mengangkat ujung kaus juga tank topnya ke atas sampai sebatas da da.

Jika tadi hanya melongo. Kali ini melongo tingkat akut. Pertama kalinya Arga Bima Langit melihat langsung dua benda kenyal yang masih terbungkus b r a. Dia yang selama ini hanya bisa berimajinasi tapi saat ini bisa melihat langsung. Seperti live streming.

Langit menelan ludah susah payah. Kenapa dia dihadapkan dengan situasi seperti ini. Lebih baik menghajar dua penjahat tadi, daripada menghajar pikiran mesumnya.

"Gaaak ada, Mbak!" kata Langit juga dengan suara gemetar.

"Ada! Orang kerasa pas dia pindah-pindah."

Langit mengitari pemandangan indah di depannya. Ternyata biang kerok telah ditemukan. Ulat keket hijau sebesar jari kelingking tengah berjalan-jalan menyusuri benda kenyal bagian kanan hampir sampai pada ketiak.

"Aakkhh, Mbak! Saya juga geli, Mbak! Ternyata ulat keketnya gede' banget!" teriak Langit bergidik ketakutan. Pria itu hampir bangkit tapi ditahan oleh Bening.

"Aakh, tolong ambilin! Kamu ini gimana! Cepetan pegang!"

"Gak mau, Mbak!"

"Cepetan, Rengit! Aku gak tahan!"

"Sebentar, saya tutup mata dulu! Kalo gak gitu, saya gak berani!"

"Terserah! Pegang, remas dan buang!"

"Iya, Mbak! Sabar! Saya harus doa dulu!"

Seperti ritual apa aja, harus berdoa?!

Ternyata bukan hanya Bening yang geli dengan hewan kecil melata itu. Langit pun harus memejamkan mata demi membantu Bening.

Pertama kali jemari Langit menyentuh benda kenyal bagian atas. Darah dalam tubuhnya berdesir-desir. Suhu tubuhnya mendadak panas dingin seperti berapa waktu lalu saat pertama menyentuh wanita itu. Kini kejadian tak terduga kembali terulang.

Pluk ....

Tangan Langit berhasil menyingkirkan ulat keket. Namun, hal tak terduga lainnya kembali terjadi.

"Hei ... sedang apa kalian! Mesum di siang bolong! Memalukan! Gak ada iman! Pengikut setan!"

Terpopuler

Comments

mommy Erna

mommy Erna

astagaaaahhhh😂😂😂😂😂
mana ke gep pula sama org...🤣🤣🤣 auto dinikahin ini... wkwkkk

2021-12-22

1

ziezie

ziezie

😂😂😂

2021-12-15

0

💕apip 66🌱🐛💕

💕apip 66🌱🐛💕

🤣🤣🤣🤣di kawinin ini mah mereka

2021-12-14

0

lihat semua
Episodes
1 Tak Sengaja
2 Gang Rumah Langit
3 Memesan Bakso
4 Setiap Ketemu, Ada Saja yang Terjadi
5 Pentol Bakso Bikin Merem Melek
6 Undangan Reuni
7 Pasangan Pura-Pura
8 Dia Menyukai Warna Kunir Busuk
9 Akting si Tukang Pentol
10 Sama-sama yang Pertama
11 Bisa Lupain aja
12 Takut Mbak Kun
13 Mamak Susah Pikun
14 Masalah Status Lajang
15 Makan Malam Bersama Keluarga Bening
16 Dia itu baik dan sopan
17 Minta Maaf
18 Jalan Mawar Putih
19 Penolong unik
20 Kejadian tak terduga
21 Seperti di arak warga
22 Sah
23 Butuh percaya
24 Tidak ada hak dan kewajiban
25 Tega banget
26 Gara-gara alergi dingin, bisa tidur dengan kehangatan
27 Pentol terkena stroke dadakan
28 Tinggal sendiri-sendiri
29 Beban
30 Kampungan
31 Bingung dengan sikap sendiri
32 Godaan atau ujian
33 Bisa-bisa aku yang habis
34 Keberadaanmu di sini saja sudah salah
35 CEO dan tukang bakso
36 Datang tengah malam
37 Perhatian
38 Pura-pura tidur
39 Mulai berbeda
40 Kebaikan yang membuat terkesan
41 Ayo kita berteman
42 Pernikahan seperti apa yang kita jalani
43 Komunikasi semakin lancar terjalin
44 Tersembunyi
45 Kekecewaan yang lebih menyesakkan
46 Rapuh saat sedang sendirian
47 Tidak cocok kerja kantoran
48 Selalu direndahkan
49 Waktu demi waktu
50 Pengumuman.
51 Demam
52 Kambuh bikin kesel
53 Akhiri hubungan kita.
54 Hubungan baru
55 Feel-nya buyar
56 Nelen bakso bulat-bulat
57 Penasaran
58 Satu Permintaan
59 Berhasil
60 Uang Belanja
61 Egois
62 Mendebat masalah yang sama
63 Pesan Grup Whastaap
64 Puas kamu bikin saya malu
65 Harusnya cinta datang dari hati bukan jabatan
66 Cemburu
67 Rebutan Egois
68 Bertemu Bram
69 Menunda
70 Pingsan
71 Positif
72 Histeris
73 Maafin saya, Mbak
74 Nasihat demi nasihat
75 Aku merindukanmu
76 Teman-teman datang menjenguk
77 Kelewat baik
78 Sedikit demi sedikit mulai berubah.
79 Lima Bulan
80 Sedikit cerita masa lalu
81 Kepalang Kemalangan
82 Pembelajaran Waktu
83 Ini terlalu sakit
84 Semua menjadi gelap
85 Aku harus menyalahkan siapa
86 Harusnya bisa merenungi bukan menyalahkan
87 Aku gak bisa membencimu
88 Kabar baik
89 Sayang dan cintaku lebih darimu
90 Semua Mengejutkan
91 Dia wajib tahu keadaan suaminya
92 Rindu dia
93 Tidak menghasilkan apapun
94 Kini menjalani profesi yang selalu di rendahkan.
95 Seseorang yang masih tertidur panjang
96 Kambalikan aku ke tempat asal
97 Memilih memaafkan
98 Suara yang membuat Mamak terkejut.
99 Semoga berhasil.
100 Kembali
101 Kamu jahat!
102 Terima kasih telah mengembalikan suamiku
103 Pengumuman
104 Aku lebih dari itu
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Tak Sengaja
2
Gang Rumah Langit
3
Memesan Bakso
4
Setiap Ketemu, Ada Saja yang Terjadi
5
Pentol Bakso Bikin Merem Melek
6
Undangan Reuni
7
Pasangan Pura-Pura
8
Dia Menyukai Warna Kunir Busuk
9
Akting si Tukang Pentol
10
Sama-sama yang Pertama
11
Bisa Lupain aja
12
Takut Mbak Kun
13
Mamak Susah Pikun
14
Masalah Status Lajang
15
Makan Malam Bersama Keluarga Bening
16
Dia itu baik dan sopan
17
Minta Maaf
18
Jalan Mawar Putih
19
Penolong unik
20
Kejadian tak terduga
21
Seperti di arak warga
22
Sah
23
Butuh percaya
24
Tidak ada hak dan kewajiban
25
Tega banget
26
Gara-gara alergi dingin, bisa tidur dengan kehangatan
27
Pentol terkena stroke dadakan
28
Tinggal sendiri-sendiri
29
Beban
30
Kampungan
31
Bingung dengan sikap sendiri
32
Godaan atau ujian
33
Bisa-bisa aku yang habis
34
Keberadaanmu di sini saja sudah salah
35
CEO dan tukang bakso
36
Datang tengah malam
37
Perhatian
38
Pura-pura tidur
39
Mulai berbeda
40
Kebaikan yang membuat terkesan
41
Ayo kita berteman
42
Pernikahan seperti apa yang kita jalani
43
Komunikasi semakin lancar terjalin
44
Tersembunyi
45
Kekecewaan yang lebih menyesakkan
46
Rapuh saat sedang sendirian
47
Tidak cocok kerja kantoran
48
Selalu direndahkan
49
Waktu demi waktu
50
Pengumuman.
51
Demam
52
Kambuh bikin kesel
53
Akhiri hubungan kita.
54
Hubungan baru
55
Feel-nya buyar
56
Nelen bakso bulat-bulat
57
Penasaran
58
Satu Permintaan
59
Berhasil
60
Uang Belanja
61
Egois
62
Mendebat masalah yang sama
63
Pesan Grup Whastaap
64
Puas kamu bikin saya malu
65
Harusnya cinta datang dari hati bukan jabatan
66
Cemburu
67
Rebutan Egois
68
Bertemu Bram
69
Menunda
70
Pingsan
71
Positif
72
Histeris
73
Maafin saya, Mbak
74
Nasihat demi nasihat
75
Aku merindukanmu
76
Teman-teman datang menjenguk
77
Kelewat baik
78
Sedikit demi sedikit mulai berubah.
79
Lima Bulan
80
Sedikit cerita masa lalu
81
Kepalang Kemalangan
82
Pembelajaran Waktu
83
Ini terlalu sakit
84
Semua menjadi gelap
85
Aku harus menyalahkan siapa
86
Harusnya bisa merenungi bukan menyalahkan
87
Aku gak bisa membencimu
88
Kabar baik
89
Sayang dan cintaku lebih darimu
90
Semua Mengejutkan
91
Dia wajib tahu keadaan suaminya
92
Rindu dia
93
Tidak menghasilkan apapun
94
Kini menjalani profesi yang selalu di rendahkan.
95
Seseorang yang masih tertidur panjang
96
Kambalikan aku ke tempat asal
97
Memilih memaafkan
98
Suara yang membuat Mamak terkejut.
99
Semoga berhasil.
100
Kembali
101
Kamu jahat!
102
Terima kasih telah mengembalikan suamiku
103
Pengumuman
104
Aku lebih dari itu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!