Tap ....
Bunyi mangkuk putih bergambar ayam jago beradu dengan meja kayu. Langit menaruh mangkuk itu di depan Bening. Kuah bakso masih mengepulkan uap panas, aroma gurih dan sedap memenuhi indera penciuman. Siapapun akan lapar jika disuguhi yang demikian.
Bola mata Bening memutar ke atas, melirik pada Langit yang sedang fokus padanya. 'Kan 'kan, jadi salah tingkah. Wanita itu masih diam saja.
Langit membiarkan Bening untuk menikmati baksonya. Mungkin wanita itu gugup jika dia berdiri di sampingnya.
Langit mengambil lap kain. Membersihkan meja-meja kosong bekas pelanggan menghabiskan kuah bakso. Dari meja kosong yang satu sampai yang lainnya, ada yang meninggalkan beberapa bekas kuah bakso, bihun yang berserak di atas meja. Semua tak luput dibersihkan oleh Langit.
"Bang Gan! Bakso uhui pakek pentol yang besar, ya."
"Aku juga, Bang Gan. Tapi kalo aku gak pakek toge, ya!"
Dua wanita datang dan memesan bakso sesuai selera mereka. Langit terpaksa meninggalkan rutinitasnya untuk segera meracik pesanan.
Dua wanita berpakaian sexy itu kelihatannya baru pulang kerja. Keduanya duduk di meja sebelah Bening, namun terhalang beberapa kursi.
"Bang Gan, kita tiap hari mampir ke sini, masa gak pernah ada diskon, sih," ujar salah satu wanita tadi.
"Iya, Bang Gan. Kasih diskon, dong!" timpal yang satunya.
Langit hanya menoleh sebentar menunjukan gigi ginsulnya dan kembali berkutat dengan kuah bakso. "Ya dah, ntar bayar setengahnya aja. Abang kasih diskon separuh harga," jawab Langit.
"Boleh gak diskonnya di tukar, Bang?" genit salah satu wanita tadi dengan menebar senyum centil dan nada yang dibuat-buat manja.
Bening yang dari tadi memperhatikan seolah terserang rasa ilfil. Entah dari mana rasa tidak suka itu muncul tiba-tiba dan membuatnya eneg.
"Maksud Neng dituker sama apa?" respon Langit.
"Dituker sama nomor whatsApp, Abang. Hihi ...." Dua wanita terkikik genit.
Langit menggelengkan kepala juga tersenyum setengah. Mereka a**da-ada saja.
Bukan pertama kalinya ada wanita yang meminta nomor ponsel atau nomer apapun pada Langit. Bahkan ada yang tanya berapa nomor sepatu, sendal, celana jins, celana bahan. Beruntung bukan celana da lam yang ditanyakan. Juga ada yang tanya barang kesukaan Langit. Semua pernah di tanyakan oleh mereka. Namun, Langit hanya menangapi dengan biasa, tak lantas memanfaatkan ke populernya dikalangan wanita. Karena sejauh ini tak ada wanita yang mampu menggoyahkan hatinya.
"Saya gak punya nomer seperti itu, Neng. Orang hp saya cuma hp cumplung (ponsel biasa merk zaman dulu)," kilah Langit.
"Ileh, Abang pelit. Kasih dulu, Bang!" rengek wanita pertama.
Langit tidak menanggapi. Pria itu tetap sibuk menyiapkan dua mangkuk bakso. Saat sudah selesai, dia mengantar mangkuk itu pada mereka.
Melewati depan meja Bening, Langit melirik pada wanita itu. Namun, Bening pura-pura tidak melihat. Dia menunduk seolah menikmati bakso yang tadi dihidangkan oleh Langit.
"Mbak makan bakso gak pakek kecap juga saos?" Langit duduk di depan Bening. Sampai wanita itu terkejut.
"Apa sih, suka-sukalah!" jawab Bening ketus karena keterkejutannya tadi membuat kesal.
Langit mengangguk. "Aku buatkan lagi buat Tante dan Mang Juri, ya," tawar Langit.
Bening menggerakkan bola mata untuk menatap Langit. Pria tampan itu tidak menyebalkan seperti semalam. Saat ini terlihat ramah dan baik. Hati Bening bergejolak, ingin minta maaf tapi lidahnya seolah berubah kaku. Sepertinya gengsi tidak mau turun, masih bertengger tinggi di atas nurani.
Melihat Bening diam saja, Langit bangkit untuk menyiapkan bakso buat Tante dan Mang Juri.
Bening lantas bersuara. "Rengit, maaf!" ucapnya cepat.
Langit yang setengah berdiri dibuat mematung, pria itu melihat Bening. Wanita itu tetap menunduk. Akhirnya Langit duduk kembali. "Maap untuk apa lho, Mbak?" tanya Langit dibuat pura-pura tak mengerti. Dia tidak mau salah pengertian. Maaf untuk masalah yang manapun belum tahu.
"Maaf buat yang semalem. Keknya, saya keterlaluan sama kamu," ujar Bening lirih.
Kening Langit mengernyit. Heran dengan sikap dan ucapan Bening. Dari awal mereka bertemu, Bening selalu bersikap angkuh dan tidak pernah berbicara pelan. Tapi saat ini ....
"Dari awal sih, Embak emang keterlaluan sama saya." Langit justru terkekeh. Yang membuat Bening langsung menatap pria itu.
"Apaan! Gak usah melow, bukan tipe Mbak banget ini, mah."
Bening melengos. Ternyata Langit tidak menanggapi dengan serius. "Saya serius, situ malah kek gini! Nyesel udah minta maaf yang gak penting," ujar Bening tanpa melihat Langit.
"Lah, belum lama minta maaf. Dah gini lagi?!" tanggapan Langit. "Tulus apa cuma gara-gara Tante?"
"Eh ...." Bening kembali kaget.
"Kalo tulus, gak mungkin udah minta maaf tapi ketus lagi. Tapi emang gak ada yang perlu dimaafkan, sih," ucap Langit.
"Saya gak tau tentang hp itu ternyata cuma bo'ongan. Saya kira itu beneran, makanya saya gak suka kamu manfaatin mama saya."
"Oh, Mbak merasa bersalah karna itu?" Langit terkekeh.
"Eh, Abang bisa ketawa gitu, ya?! Tambah cool deh, Abang," celetuk wanita tadi yang memesan bakso bersama temannya.
"Huh." Langit Langsung menghentikan tawanya. Berganti dengan senyum biasa. "Saya juga manusia, Mbak. Bisalah ketawa kek orang lainnnya," balas Langit masih dengan senyumnya.
"Duh, Bang, dikasih senyum Abang, nanti malem bakal susah bobok, nih. Bakal ngehalu Abang terus."
"Haha ... Eneng bisa aja, sih. Masa sampek segitunya. Jangan tinggi-tinggi ngehalunya, Neng, yang wajar-wajar aja," seloroh Langit.
"Hadeh, penjual sama pembeli, sama. Sama-sama aneh!" lirih Bening.
"Tapi Mbak suka gitu ketemu orang aneh."
"Eh, kok bisa mikir gitu! Dari awal saya tegaskan lebih baik kita gak sah ketemu."
"Iya. Tapi dua kali Mbak sendiri yang nyamperin saya duluan," Langit paling suka membuat Bening kesal. Baginya justru terlihat lucu.
"Apaan! Ya gak gitu juga." Bening bingung akan berkilah. "Dah, berapa baksonya? Saya mau pulang."
"Baksonya belum habis, Mbak!"
"Harus gitu, ngabisin bakso segitu banyaknya? Bisa gendutan tau! Biasanya juga saya makan bakso satu bulan sekali."
"Buset! Bisa gitu, Mbak?"
"Bisalah! Saya selalu jaga berat badan saya. Gak bisa gemuk dan gak boleh kurus. Pokoknya harus ideal."
"Oke-oke percaya. Orang kek Mbak gak bisa sembarangan dalam hal apapun."
Bening membuka tas brandednya, mencari-cari dompet kecil kesayangannya. Setelah ketemu segera mencabut dua uang kertas bernilai seratus ribu dan diberikan pada Langit.
"Sama bikinin 7 porsi lagi. Saya gak tahu selera Eyang, Bude dan Dian. Kamu bikinin sesukamu lah. Yang penting pesenan Mama jangan pakek daun kemangi sama bihunnya dikit aja, terus kecap dan saos juga dikit aja!"
"Siap Mbak! Tunggu sebentar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Eka Chusnul Msi
jadi lapar pingin bakso 😌
2022-08-30
0
Yenny Rachman
abang bakso kek gini..relaaa beli bakso tiap hari... kolestrol" dah 🤣😂😂😂😂🙈🙈🙈
2021-12-13
0
Yan ti
daun seledrei kali
2021-12-13
0