Dua hari setelah kejadian itu, hari ini Bening telah bersiap kembali masuk ke kantor.
Memilih kemeja putih dipadupadankan dengan blezer cream. Rok pendek ketat menjadi salah satu style kesukaannya.
"Pagi, Ma," sapa Bening ketika duduk di meja makan. Ada Mama Has lebih dulu di sana.
"Pagi, Dek."
"Ma, umur Bening udah 27 tahun masih aja dipanggil Adek! Malu tau, Ma," protes Bening.
Mama Has menanggapi dengan senyum lucu. "Kenapa malu? Bagi Mama kamu tetep pantes dipanggil Adek. Itu panggilan kesayangan Mama." Wanita paruh baya penuh kelembutan itu mengambilkan roti bakar untuk Bening juga segelas susu yang kini disodorkan di depan puterinya.
"Dan, itu tadi kamu inget kalo umurmu udah 27 tahun. Kapan mau akhiri status lajangmu?" tanya Mama Has.
Bening menunduk. Jengah. Ratusan kali telinganya terasa panas mendengar pertanyaan yang hampir sama. Bukan cuma Mama Has yang bertanya demikian, tetapi saudara, rekan bisnis, teman kantor juga teman masa kuliah sering menanyakan hal itu sewaktu mereka bertemu. Sangat membosankan.
Bahkan dari mereka ada yang menganggap statusnya sebagai guyonan tidak penting. Yang mana membuat Bening muak.
Tak mendengar jawaban dari anaknya. Mama Has mengalihkan topik pembicaraan. "Nanti Mama jenguk Langit, ya."
Bening mendongak lalu mengernyit. "Ngapain Ma? Kan Bening udah bayar uang ganti rugi yang dia minta. Gak usah kesana lagi, kita udah gak ada urusan."
"Jangan gitu, kasihan kamu tabrak dia sampai tangannya patah. Dia gak bisa jualan lagi, Dek. Mama cuma pengen tau perkembangannya aja."
"Terserah Mama kalo gitu. Yang penting Bening udah tanggung jawab. Dan gak ada urusan lagi ama tabrakan yang kemarin."
"Ma, Bening harus berangkat sekarang. Ada meting pagi buat gantiin meting yang cancel kemarin." Bening berpamitan. Dia memilih menyudahi sarapan paginya walau belum kenyang. Satu hari mengambil cuti, kerjaan di kantor telah menumpuk meminta untuk diperiksa.
"Hati-hati ya, Dek. Berangkat bareng Mang Juri. Jangan nyetir sendiri!" pesan Mama Has yang tidak bisa dibantah.
"Iya-iya, Ma. Da … Mama …." Bening menghampiri Mamanya lalu mencium pipi kanan dan kiri wanita yang telah melahirkannya itu. Setelah itu berlalu menuju pintu depan.
Mama Has mengikuti puterinya, mengantar dan menunggu di depan pintu. Setelah mobil melaju ke jalan raya, Mama Has baru masuk kembali ke dalam rumah.
•
"Gimana keadaanmu, Nak Langit?" tanya Mama Has saat sudah singgah di ruang tamu rumah Langit.
"Alhamdulillah, baik, Tante. Cuma untuk tangan kiri masih belum pulih."
Saat mobil yang mengantar Mama Has sampai dihalaman rumah Langit, pria bertubuh jakung itu baru pulang dari pasar. Tangan sebelah kiri memang masih dibebat gips, namun tak lantas membuat pria itu bisa diam di rumah.
Dia tetap berusaha belanja kebutuhan dapur.
Langit menempati petak rumah itu bersama wanita renta yang dipanggilnya Mamak.
Setiap hari Langit-lah yang bepergian kesana kesini karena Mamak tidak bisa pergi jauh, Beliau menderita linu di persendian kakinya. Jika berjalan jauh, maka penyakit linu di kaki Mamak akan kambuh.
"Tangan kamu masih sakit, kenapa kamu udah pergi belanja?"
"Kalo saya gak pergi belanja, saya dan Mamak gak bisa makan, Tan. Mamak udah tua, gak bisa pergi jauh. Jadi Langit yang harus pergi-pergi."
Terbesit rasa kagum pada pria muda di hadapannya. Baru dua kali bertemu, Mama Has telah menyukai kepribadian Langit.
Mamak muncul membawa nampan berisi minuman. Meletakan di atas meja dan menyuguhkan di depan tamunya. "Silahkan diminum, Bu." Mamak mempersilahkan.
"Makasih, Nek. Malah merepotkan gini," ucap Mama Has agak sungkan.
"Gak apa, cuma bisa suguhin minuman saja," kata Mamak.
"Tidak apa, Nek. Ini juga sudah cukup."
"Ada perlu penting ya, Ibu datang lagi kemari?"
"Tidak Nek, saya cuma mau jenguk kondisi Langit. Apa sudah membaik atau perlu pengobatan lagi."
"Alhamdulillah kondisinya sudah membaik, Bu. Berkat uang ganti rugi dari anak ibu, Langit bisa berobat ke dokter juga pergi ke ahli tulang untuk menyambung tulang tangan yang patah. Mungkin dua Minggu lagi Langit bisa jualan bakso lagi," cerita Mamak.
Obrolan mereka tetap berlanjut. Membicarakan topik apapun yang bisa dibahas. Mamak maupun Langit nampak ramah menanggapi Mama Has, hingga wanita paruh baya itu langsung akrab dengan mereka.
•
4 minggu kemudian.
Langit mendorong gerobak bakso yang sudah diperbaiki menjadi lebih bagus. Seperti biasa, Langit memiliki tempat sewa mangkal di jalan Lobak Kemangi.
Pria itu memasang tenda orange, bahkan belum usai dengan kegiatannya berapa orang telah mendekat.
"Bang, kemana aja? Lama banget gak dagang?"
"Abis kecelakaan, Neng. Ketabrak mobil sampek tangan saya sebelah kiri patah. Makanya libur dagang," jawab Langit ramah.
Setiap pembeli berjenis kelamin perempuan dan juga masih muda akan dipanggil dengan sebutan 'Neng'.
"Kok bisa, Bang? Tapi Abang udah gak kenapa-napa 'kan?"
"Alhamdulillah, sekarang udah sembuh, Neng. Ini mau pesen bakso yang gimana?"
"Bakso pentol uhui gak pakek mie ya, Bang. Dah lama gak makan bakso Abang, sampek kangen. Bukan kangen baksonya aja, tapi kangen sama orangnya juga," canda wanita itu dengan kikikan geli.
Langit hanya menanggapi dengan senyuman manisnya. Senyum yang mampu memikat para kaum hawa, muda, tua bahkan nenek-nenek juga ada yang terpincut. Pesona yang dimiliki Langit tak dapat terelakan.
Bening menggerutu saat mematikan sambungan telepon. Bagaimana wanita itu tidak kesal saat Mama Has menyuruhnya mampir ke tenda bakso Langit. Dia sebenarnya sudah enggan mengingat pria pemeras itu. Dua puluh juta diberikan untuk ganti rugi, bukankah itu merugikannya?
"Mang Juri, nanti berhenti di Jalan Lobak Kemangi. Beli pesenan Mama."
"Siap, Nona."
Turun dari mobil Bening dibuat terbelalak melihat antrian pembeli bakso. Menguar begitu panjang seperti antrian penerima bantuan.
Dia melangkah melewati antrian, baginya tak ada waktu mengantri seperti orang-orang itu.
"Pesen dua mangkok bakso. Yang satu banyakin bihunnya tapi gak pakek daun kemangi, gak pakek saus tapi banyakin kecapnya. Kalo satunya, pakek semua tapi kecapnya yang sedikit. Juga banyakin daun kemanginya. Kuahnya juga dibanyakin tapi jangan dikasih gajihnya."
Langit yang sibuk meracik pesanan bakso dibuat keheranan dengan satu pembeli yang begitu rumit hanya memesan dua mangkok bakso saja.
Apalagi pembeli kali ini mengatakan tidak memakai daun kemangi. Tentu saja pria itu keheranan.
'Sejak kapan bakso memakai daun kemangi? Ini lapak bakso, bukan warung ayam bakar. Ada-ada saja.' Batinnya.
"Nanti saya buatkan, ya, Mbak. Tapi Mbak harus antri dulu seperti yang lain. Kasihan mereka udah nunggu lama, mereka belum saya layani. Mbak harap sabar," ujar Langit tanpa balik badan.
"Saya gak punya banyak waktu buat ngantri. Bikinin sekarang juga!"
"Tapi Mbak …." Langit akan bersuara lagi, tapi ketika membalikkan badan dibuat terkejut dengan wanita di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Wayan Tangun
Yang sabar ya Langit.... resiko org ganteng tu emang spt itu... kudu sabar...
😁
2022-06-10
0
mommy Erna
td mbari mikir jg, kok baso pake daun kemangi...😅🤣 aduh si neng bening, dikata laksa kelles pake daun kemangi... wkwkk
2021-12-22
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
ngantri mbak bening, ngantree...,
jan maen seruduk aee
nanti keseruduk hati aku baru tahu Lo 😂🤭✌️
2021-12-11
0