"Mamah gak tinggal aja, nanti pulang ke Solonya bareng Has sama Bening." Mama Has enggan melepas kepergian Eyang Putri ke Solo. Padahal lima hari lagi dia dan Bening juga menyusul kesana dalam acara menghadiri nikahan Ratna. Mama Has memeluk pundak Eyang Putri dari samping.
"Kalau Mamah gak pulang, nanti kasihan si Melli gak ada yang kasih makan," kata Eyang Putri.
"Melli ada Surti yang ngurus, Mah. Has masih kangen sama Mamah. Belum puas ngobrolnya." Mama Has mencoba merayu, berharap Eyang Putri masih mau tinggal.
"Besok lima hari lagi kamu juga nyusul kesana. Nanti Mamah siapin kesukaanmu."
"Iya Mah. Makasih. Ini gak nunggu Bening pulang? Bentar lagi sampek."
"Enggak Has, kalo sore jalanan tambah macet. Kita buru waktu biar sampek Solonya gak kemaleman," sahut Pakde.
Mama Has mencium takzim punggung tangan Eyang Putri, setelah itu berganti Pakde dan Bude. Terakhir dengan Dian. Setelah selesai berpamitan, mobil Pajero Sport Hitam mulai merangkak meninggalkan pelataran rumah. Mama Has berdiri di depan teras dengan melambaikan tangan untuk mengantar kepergian mereka.
Sampai mobil itu benar-benar telah pergi Mama Has baru kembali masuk ke dalam rumah. Tak lama dari itu Bening telah kembali dengan menenteng palstik besar berisi bakso yang tadi dibeli di tenda orange.
"Ma, kok, sepi?" tanya Bening ketika menyusuri sekitar rumahnya yang besar namun tak menemukan siapa-siapa lagi.
"Semua udah kembali ke Solo. Barusan," jawab Mama Has mendekati puterinya yang baru pulang kerja dan terlihat lelah.
"Yah ... padahal Bening bawain bakso buat mereka," Bening menaruh plastik bakso ke atas meja makan. Lalu duduk di sana. Akhirnya dilanjutkan mengobrol dengan Mama Has sambil memakan bakso dari Langit tadi.
•
Waktu yang tidak ditunggu ternyata cepat sekali datang. Lima hari telah berlalu, saatnya Bening dan Mama Has menyusul ke Solo diantar Mang Juri.
"Rumah dan suasana di sini yang Mama rindukan," ujar Mama Has ketika baru turun dari mobil.
"Iya, Ma, di sini suasananya enak, adem. Gak terlalu bising seperti di Jakarta," balas Bening.
Keduanya turun dan berjalan menuju rumah Eyang Putri. Rumah yang tidak terlalu besar namun sangat nyaman untuk dihuni.
"Assalamu'alaikum ...." Mama Has mengucap salam. Belum terdengar suhutan dari dalam, Bening dan Mama Has masih berdiri di teras rumah. Bunga-bunga tumbuh subur dan terlihat indah. Halaman rumah Eyang memang sangat luas, di sisi kanan-kiri ditanami bunga dan pohon buah-buahan.
"Walaikum salam, Has, Ning." Akhirnya Eyang Putri keluar menyambut anak dan cucunya.
"Kemarin udah ketemu, tapi Has kangen lagi, Mah." Mama Has memeluk Eyang Putri.
"Kamu ini manja. Dulu, berapa bulan gak ketemu juga gak ngerengek kangen. Udah tua gini malah kangen-kangenan."
Giliran Bening yang memeluk tubuh Eyang Putri. "Kamu sendirian, Ning? Calon mantu idaman mama kamu kemarin gak ikut?"
"Ya ampun, Eyang ini apaan coba? Dia bukan mantu idaman. Mama aja tuh yang ngada-ngada!" Bening memberengut, membuat Eyang Putri dan Mama Has tertawa.
"Udah bercandanya. Ayo, masuk!"
•
Rencananya dua hari Bening dan Mama Has menginap di Solo. Hari ini Bening dan mamanya diajak berkunjung ke rumah Marva ikut berpartisipasi menyiapkan segala sesuatu diperlukan untuk acara resepsi yang akan digelar esok hari. Bisa dipastikan semua kerabat dekat berkumpul disana. Itu juga salah satu sebab Bening malas ikut ke rumah bude Marva.
Dia sudah hapal bagaimana keluarga mamanya selalu kepo dan nyinyir tentang status lajangnya.
"Eh, ini si Bening. Kamu kok gak berubah to, Ning. Gini-gini aja," kata Bulek Rumi, adik mama.
"Mau berubah gimana, Bulek?" tanggap Bening.
"Ya dari dulu statusmu itu lho, tetep sendiri aja," imbuhnya.
"Kamu tuh cantik juga punya karier cemerlang, tapi kok ya dijauhkan dari jodoh gitu?" kata Tante ikut nimbrung.
"Iya. Mungkin si Bening suka pilih-pilih. Makanya belum laku juga," sahut Bude Entin, dari kemarin paling nyinyir. Dan sekarang harus ketemu lagi dengan Bude nyinyir itu.
Sudah tidak tahan, akhirnya Bening pamit pergi jalan-jalan. Perasannya kesal, marah, dan benci. Entah, semua berkecamuk menyumpal dada hingga terasa sesak. Bening pergi begitu saja tanpa membawa ponsel, hanya membawa dompet kecil yang disimpan di saku celana panjangnya.
Rambut yang biasa disisir dan diikat rapi, kini dibiarkan terurai begitu saja. Hanya menggunakan jepit rambut di atas poni saja. Penampilan Bening jauh berbeda sewaktu bekerja menjabat CEO. Style kali ini membuat Bening tampak lebih muda dari umurnya.
Setelah kabur dari kerumunan keluarganya, kini Bening tengah berjalan kaki menyusuri Jalan Mawar Putih tak jauh dari rumah Eyang dan Bude Marva. Sekeliling nampak sepi, mungkin di jam pagi menjelang siang orang-orang sekitar sedang sibuk dengan pekerjaannya.
Bening tak menghiraukan sekitar, perasaan kesal membuatnya terus berjalan tanpa arah. Baginya, menjauh dari keluarga lebih aman untuk menenangkan diri. Jika dia tetap ada disana, kemungkinan tak bisa menahan kemarahan juga sakit hati yang lebih dari sekarang.
"Cantik, kok jalan sendirian. Mau di temenin, gak?" Entah dari mana asalnya, dua pria sudah ada di belakang Bening.
Disapa seperti itu membuat Bening terkejut, dia memutar badan dan mendapati wajah pria yang terlihat mesum. Tak ingin menghiraukan, dia berjalan cepat demi menghindari dua pria itu.
"Eh, Cantik. Kok malah ngajakin lari-larian. Sini dong, Aa' gak bakal nakal, kok."
"Ayo kita seneng-seneng bentaran!" Pria yang satunya ikut menggoda.
"Kalian jangan aneh-aneh! Saya bakal teriak dan manggil orang-orang buat hajar kalian!" gertak Bening.
"Haha ... siapa yang dengerin suara kamu!" Pria yang satu justru mengejek.
"Tolong ...!" Bening yang mulai panik berteriak meminta tolong.
Dua pria tadi ikut panik. Panik jika ada warga yang mendengar.
Salah satu dari mereka mengeluarkan charter kecil, dia todongkan di depan Bening.
"Berani teriak! Berati berani tanggung resiko!" ancam pria satunya yang telah berhasil memegang tangan Bening.
Diacungi benda tajam, tubuh Bening gemetaran. Apalagi yang bisa dilakukan selain menangis dan berpasrah. Dia ingin menghindar dari keluarganya, kenapa justru bertemu dua pria jahat.
Apakah hari ini dia akan kehilangan sesuatu yang berharga? Atau akan kehilangan nyawanya?
Membayangkan itu semua membuat Bening makin melemas, harapannya takut pupus. Adakah seseorang yang bisa menolongnya? Sedangkan keadaan sekitar begitu sepi.
Bening sempat menyesal kenapa memutuskan berjalan seorang diri. Harusnya dia tadi pulang saja ke rumah Eyang Putri, dengan begitu tidak akan bertemu dua pria jahat ini.
"Tolong jangan macam-macam. Saya akan kasih ATM dan uang saya, tapi jangan sakiti saya!" Bening memohon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Zian Contras
perkosa aja bening biar gak lajang lagi😀😀😀
2022-02-21
0
⚔️👑𝟚𝟙ℕ⚔️ 𝕁𝕦𝕞ဣ࿐༻
jd wonderwoman
2021-12-12
0
Martina Sima
makanya Bening jaga emosimu
2021-11-30
0