Freya sudah berada di ruangannya, dia sedikit keheranan saat rekannya belum ada disana, hanya ada bu Linda yang sudah stand by bahkan sudah terasa sibuknya. Tanpa hitungan lama, Bram datang langsung menuju ruangannya dengan acuh seperti biasanya. Freya sempat menoleh sesaat, dia menaikan sudut bibirnya. ‘Harusnya pria itu bisa mendapatkan piala Oscarnya!’
Tak lama Seilla memasuki ruangan dengan wajah yang sukar dibaca artinya saat menatap Freya.
“Freya!”
Freya dan Seilla menoleh pada ruangan bos mereka bersamaan. “Sepagi ini dia sudah berulah!” gumam Frey lirih.
“Hehe, gih sana…” Seilla menanggapi dengan kekehan seolah tengah mengerti makna panggilan atasannya itu.
Freya menatap rekannya dengan pikiran yang menerawang hingga bulan untuk menemukan jawabannya. “Huh—”
Freya bangkit menghela nafasnya, dia mengambil berkas yang kemarin di kerjakannya. Tak lama dia mengetuk pintu, terdengar Bram mengijinkannya segera.
“Iya, Pak?”
Bram tersenyum menggoda menyambut kedatangan kekasihnya. “Aku rindu, Sayang!”
Freya mendekat dengan pandangan tak kalah menggoda. Wanita itu mengitari meja besar kekasihnya. “Aku tidak percaya, Bos Dingin dan Angkuh yang aku kenal, ternyata—”
“Aaargh!”
Belum selesai Freya mengucap kalimatnya, tangan besar Bram menarik tubuhnya. “Kenapa? Aku dingin dengan orang lain… Tapi, denganmu tentu pengecualian!”
Freya menundukan pandangan dengan kekehan serta wajah yang sepenuhnya merona. “Kapan kita menikah, Sayang?”
Freya mendongak dalam pangkuan kekasihnya, tangannya menyentuh dada bidang pria paling tampan di kantornya. “Sampai hatiku siap, bagaimana?”
Bram tersenyum kecut membuat Freya terkekeh senang. Tak lama Bram mengecup pucuk kepala kekasihnya. “Aku sungguh bahagia, tidak pernah rasanya aku berpikir bisa memiliki seorang kekasih…”
“Mas lebay!”
“Serius loh!”
Freya menangkup tangannya di wajah tegas prianya. “Aku yang sungguh beruntung, bisa mendapatkan seluruh perhatianmu!”
Keduanya saling menatap mendalami kedua netra masing-masing. Bram semakin menunduk dan kembali meminta hal yang baru kali ini dirasakannya. “Sayang, kenapa ini terasa candu?”
Bram menyeka bibir basah kekasihnya, Freya sendiri tengah mengatur pernapasannya. Kedua tangannya masih melingkar erat di belakang kepala Bram. “Aku tidak tahu, mungkin ada micinnya.”
Bram menggigit kuping Freya saking gemasnya membuat Freya memekik kegelian. “Ahahaha, Mas ih… Geli tahu!”
“Kamu senang sekali menggoda imanku!” seru Bram kembali menciumi cuping telinga Freya.
“Mas, sudah ya… Nanti ada yang curiga,” ucap Freya mendorong tubuh Bram.
“Aku tidak peduli! Aku justru ingin seluruh dunia tahu kamu adalah calon istriku!”
Freya menggelengkan kepala seraya bangkit dari pangkuan tuannya. “Kita ikuti arusnya ya…”
Bram mendongak dengan senyuman, dia kembali menarik kedua tangan kekasihnya. “Aku benar-benar tidak ingin pisah denganmu!”
“Tentu saja!” Freya mengedipkan salah satu matanya membuat Bram menunduk menyembunyikan wajahnya yang merona.
“Berkas tender ini, aku ingin kamu buatkan kembali laporan forecast dua bulan ke depan!” Bram menyerahkan satu paket berkas semalam yang Freya kerjakan.
“Baik, Pak!”
Freya menerima tumpukan dokumen dan berbalik menuju pintu ruangan. Freya menyentuh knop pintu bersamaan dengan kedatangan Lusi yang mendorongnya.
Bruk!
“Aargh!”
“Hei, kamu!!” Lusi memekik lantang di depan tubuh Freya yang tersungkur di lantai. “Jalan pakai mata!”
“Freya!” Bram terkejut dengan kejadian barusan, dia bangkit segera mendatangi kekasihnya yang terjatuh di depan matanya. “Kamu gak apa-apa?” Bram menopang tubuh Freya dan membantunya berdiri.
“A-aku baik-baik saja, Pak!” jawab Freya terbata. Wanita itu terkejut juga takut dalam waktu bersamaan.
“Cih!” Lusi mendekati keduanya, lebih tepatnya dia mendekati Bram. “Pandai sekali kamu mencari perhatian Bosmu, ya?!” Lusi menekan telunjuk di bahu Freya.
“Lusi!!” Bram memekik dan menyingkirkan tangan kotor wanita gila di depannya.
“Bram, buka matamu!! Dia itu cuma pura-pura terjatuh biar bisa kamu perhatikan!” Lusi menatap Bram tajam.
“Jaga ucapanmu!” Bram tak gentar membalas tatapan tajam Lusi.
“M-maaf, Pak… Aku tidak apa-apa, sebaiknya aku ke mejaku sekarang!” Freya menyadari kondisi mereka yang tidak kondusif.
“Yang harusnya minta maaf bukan kamu Freya. Tapi, kamu Lusi!”
“Aku?!” Dengan sedikit meninggikan suaranya Lusi menjawab titah Bram.
“S-sudah, Pak… Sungguh, saya tidak terluka!”
“Heh!”
Lusi kembali berulah, dia mendorong tubuh Freya kasar. Beruntungnya Bram masih menahannya. “Lusi, kamu sungguh lancang di ruanganku! Keluar sekarang juga!!”
“Kamu mengusirku demi wanita ini, hah?!”
Freya merasa kesulitan bernafas kali ini. Untuk pertama kalinya dia menghadapi persoalan seperti ini. Inginnya lari sekarang juga, tapi tangannya digenggam erat oleh Bram.
“Pak!” Dengan wajah memelas Freya mencoba menenangkan kekasihnya.
Lusi menatap penuh kebencian pada Freya terlebih saat kedua netranya menangkap genggaman tangan keduanya yang terlihat mencurigakan. ‘Mereka? Sungguh berani kalian menjejal kesabaranku!’
Atas keributan itu sontak saja bu Linda juga Seilla bangkit dengan perasaan was-was, mereka saling mendekat dan bertukar pandangan. Jelas terlihat keduanya mengkhawatirkan kondisi teman mereka yang ikut terlibat masalah dengan wanita ular yang tidak sopan sepagi ini membuat keributan di tempat mereka.
“Bu, apa yang terjadi dengan Freya, ya?”
“Kita doakan saja, Seill!”
Bram mengusap wajahnya kasar, dia jelas mengetahui seberani apa Lusi dalam bertindak. “Kamu kembalilah kemejamu, serahkan laporan itu sebelum makan siang.”
“Baik, Pak!”
Freya menunduk dan beringsut mundur segera keluar dari ruangan tuannya. Lusi ingin menahan dengan cengkraman tangannya. Namun, Bram sudah membacanya dan menahan tangan wanita jahanam itu. “Mau apa kamu?”
“Abraham!!”
“Pergilah, aku tidak ingin memperpanjangnya. Atau—”
“Atau apa, hah?”
Lusi jelas tidak memiliki rasa takut untuk berseteru dengan pria dihadapannya. Bram menatap nyalang penuh penyesalan. Seandainya dia tidak memanggil Freya sepagi tadi, mungkin Freya tidak akan mengalami kejadian naas seperti barusan.
“Aku akan menghubungi Tuan Besar dan mengatakan kamu membuat keributan disini!”
Deg!
Lusi terdiam, Bram jelas tahu kelemahannya. Gadis itu lantas menarik kembali tangannya. Dengan tanpa rasa malu, dia berjalan perlahan di depan kursi kebesaran divisi keuangan. “Niatku datang kesini mengajakmu sarapan bersama,” ucap Lusi perlahan.
“Aku sudah sarapan!”
Bram terus menekan kata mengintimidasi wanita yang tidak perlu belas kasihnya itu.
“Ck, aku tidak tahu kalau kamu begitu hangat pada bawahanmu… Apa kamu merasa memperlakukan adil pada seluruh karyawanmu disini? Atau hanya pada Freya Anindita saja?”
Deg!
Jantung Bram seperti copot dari tempatnya, dengan cepat Lusi bisa mengetahui identitas Freya. Hal ini bisa membahayakan kekasihnya. “Maumu sebenarnya apa, Lusi?!”
“Heh…” Lusi memutar kursi kebesaran Bram. “Kamu sangat tahu kemauanku, Sayang!” Wanita itu kembali berbalik dan mengerlingkan matanya. “Jadilah pasanganku!”
Di meja kerjanya, Freya menekan dadanya kuat. Tak terasa air mata yang sedari tadi ditahan olehnya keluar juga.
“Freya!”
Kedu rekannya lantas mendekat dan memberikan perhatian pada Freya yang terlihat sudah syok berat. “Apa yang terjadi?”
“Entahlah, Bu…”
Freya berkata lirih setelah dia duduk di kursinya. “Kami tidak sempat memperingatimu, dia terlalu cepat bak ular berbisa!” ujar Seilla mencoba menenangkan rekannya.
“Iya…” Freya tengah mengontrol pernafasannya. “Aku sedang tidak beruntung saja pagi ini!”
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments