Akhirnya setelah berbincang kesana kemari dengan permohonan yang membuat Frey iba, dia memutuskan lembur kerja dan membantu atasannya yang memelas kali ini. “Huh, jika bukan karena Mas selalu menolongku, aku ogah lembur!”
“Hihihi…” Terdengar suara cekikikan lirih dari mulut pria yang terkenal dingin disana namun ternyata bobrok juga di mata Freya. “Makasi ya, Frey… Kamu mau apa, nanti aku kabulkan!”
“Aku mau minta izin dulu sama anak-anak di rumah aku pulang telat!” Tanpa menunggu persetujuan Bram, wanita itu lantas keluar ruangan dan menghubungi orang rumah.
“Nanti kerjain di ruangan aku ya, Frey!” Bram setengah berteriak memastikan asistennya kembali ke ruangannya. Namun, tak ada respon dari wanita dingin itu. “Huh, aku tidak percaya kamu mau mengabulkan permintaanku. Entah harus merasa beruntung atau merugi dengan kejadian ini.”
Dengan raut wajah yang berubah sepenuhnya, Bram merogoh saku celana memesan kudapan untuk menemani mereka dalam memeriksa laporan keuangan kedepannya. “Freya sepertinya suka sekali es kopi!”
Setelah beberapa saat, Freya menutup sambungan. Dia beruntung anak-anaknya mengerti, lagi pula, Wulan yang akan menjaga mereka. “Sungguh nikmat mana lagi yang aku dustakan. Untung aku tidak menitipkan mereka ke Daycare…” Freya bersiap membawa laporan keuangannya, dia mempersiapkan semuanya sebelum membahas dengan atasannya. Tak terduga salah satu OB datang ke ruangan mereka. “Permisi, Non!”
“Eh, iya?” Freya menyahut ramah.
“Maaf, Non… Ini pesanan Pak Bram, katanya Non ama beliau mau lembur…” Sang OB menyerahkan satu bingkisan yang berisi roti siap makan juga dua cup ice coffee yang berasal dari cafe sebelah kantor mereka.
“Makasih ya, Mang!” ujar Freya mendekat dan membawa semua kudapan tersebut.
“Sama-sama, Non. Mari—” Pria itu lantas menunduk dan keluar dari ruangan dengan sopan.
Freya menatap kudapan di hadapannya. “Sogokan lembur, ya?”
Freya lantas mendekati ruang atasan dan dengan berani membuka pintunya. “Maaf Pak, barusan OB kasih ini…”
“Oh, iya…” Bram menoleh sumringah saat suara Freya kembali menggema di ruangannya. “Taruh di situ aja, aku sengaja pesan buat kamu.”
“Sogokan ya, Mas?” Freya berkelakar ringan membuat Bram tersipu mendekatinya.
“Tau aja!” sahutnya malu. “Kamu kerjain langsung di meja aku pake laptop aku, biar aku langsung kirim ke BOD nanti…”
“Loh? Aku jadi Bos semalam, ya?”
“Hahaha… Iya… Iya… Kalau Istri Bos mau gak?”
Freya yang tertawa berhenti seketika mendengar jawaban Bram, dia melangkah pergi menuju kursi tuannya. Bram menunduk malu atas tingkahnya yang memalukan.
Freya merasa enggan juga tidak enak saat duduk di kursi kebesaran tuannya. Apalagi saat Bram mengambil kursi kecil dan duduk di sampingnya. “Mas, kok malah mas yang disitu, kebalik gak sih?”
“Udah sih, nurut aja… Tar lama loh pulangnya!”
Freya mendengus pasrah, ada benarnya memang ucapan bosnya itu. Semakin cepat dia menyelesaikan tugas, maka semakin cepat dia pulang ke rumah. Freya membuka file yang berada di master data yang dikirim sekretaris bos besar, keningnya berkerut besar. ‘Kok beda lagi angkanya?’
“Mas, apa ini angka yang sama yang Mas kirim datanya ke email aku?” Freya menoleh langsung bertatapan dengan bosnya. Dia menelan ludah dan mengatupkan bibirnya cepat.
‘Ya, Tuhan… Freya benar-benar sedang menggodaku!’ Bram ikut terdiam dan menelan ludahnya sendiri saat menatap begitu dekat wajah wanita yang jadi incaran hatinya.
“I-ya…” gagap Bram menjawab pertanyaan Freya. Keduanya semakin terlihat salah tingkah dan gugup bersamaan.
Untuk mengendalikan keadaan mereka yang terasa tidak wajar, Bram mencoba mengalihkan perhatiannya. Namun, dia justru semakin mendekat mengontrol mouse dan menunjukan semua data yang sedang dicocokkannya dari siang tadi. “Ini loh,”
Bram memperlihatkan salah satu file di depan Freya. “Ini laporan yang kamu kirim bulan lalu. Terus, ini yang dikirim sama Elsa!” Elsa adalah nama sekretaris CEO Perusahan mereka. Bram menoleh dan tersadar bahwa Freya tengah mematung, jarak mereka benar-benar tinggal beberapa centimeter saja. ‘Ya, Tuhan… Dia secantik Bidadari Surga sepertinya…’ batin Bram jelas kehilangan fokus pekerjaannya.
“O-oh, i-ya…” Freya lantas mundur dengan cepat saat tersadar hembusan nafas Bram bisa dirasakannya. “Bisa Mas geser sedikit? Aku akan memeriksanya…”
“Oh– iya…” Bram bergeser walau enggan. “Gimana?”
“Hm…” Freya terlihat berpikir keras. “Sepertinya ada yang gak beres ama dua file ini.” Freya kembali menoleh, keduanya kembali saling bertemu pandang. “Ehm, apa mas bisa meremote komputer milikku?”
“Bisa… Apapun bisa aku lakukan untukmu!” lirih Bram menatap serius di depan Freya.
“Maaas~”
Wajah Bram juga Freya bersemu kemerahan, entah apa yang sebenarnya terjadi antara keduanya. Hal yang jelas terjadi, hari ini pertama kalinya mereka sedekat ini. Bram tersenyum manis membuat jantung Freya berdetak tidak karuan. Rasanya ada yang lain tidak seperti biasanya, sekilas Freya seolah melihat bayang Adnan di diri Bram.
“Nih, udah bisa…” Bram membuyarkan lamunan Freya.
“Oh, iya…” Dengan terkejut Freya meraih mouse yang sebelumnya belum Bram lepaskan.
Deg…
Keduanya seolah tengah melakukan genggaman tangan, baik Bram maupun Freya, keduanya sama-sama mengheningkan cipta dengan pikiran yang berkelana. Bram mencoba mendekat dan semakin dekat. Freya terlihat seperti terengah, perlahan dia tidak tahu mengapa harus menutup matanya. Bram semakin gelisah dengan tingkah Freya, dia lagi-lagi terus menelan ludahnya. ‘Freya, ijinkan aku memilikimu…’
Satu kecupan singkat membuat Freya tersadar. “Aaarrgh!”
“Oh, m-maaf, Frey… A-ku—”
“Aku akan mengerjakannya cepat!” Freya berbalik kembali pada laptop dan mencoba fokus pada pekerjaannya.
‘Dia tidak mempermasalahkannya? Apa dia mulai terbuka padaku?’ batin Bram seolah tengah menyimpulkan asumsinya.
“Ketemu!” Freya memekik girang.
Bram tersenyum simpul meresponnya, tak lama Freya menjelaskan duduk permasalahannya. Bram sendiri sudah merasa bodo amat, dia hanya tengah memperhatikan bibir Freya yang masih terasa manis di bibirnya walau dia mencuri ciuman singkat barusan.
“Gitu, Mas…” Freya telah selesai menjelaskan. Namun, sepertinya atasannya tidak mendengarkannya. “Mas?”
“Ah, iya… Emm, jadi? Apa kamu punya solusinya? Jika aku punya, aku mungkin tidak meminta tolong padamu sebelumnya…” Dengan cepat Bram mengungkapkan kata, sejujurnya dia hanya asal bicara. Dia merasa tengah kecolongan sedang berpikir mesum tentang Freya.
“Haish… Aku ada solusi sementara—” Freya menghela nafas berat, dia kembali menerangkan pada bosnya yang hanya di respon dengan anggukan kepala menyetujuinya. “Kapan Mas harus mengirim datanya?”
“Hari ini last due date!” Dengan cengengesan Bram mengungkapkannya membuat Freya mencubit bahu bidangnya. “Aaaw, sakit Freya!”
“Kenapa baru sekarang Mas nanya?” kesal Freya kembali berkutat dengan data di laptop tuannya.
“Iya… Iya, maaf… Habisnya kalau lupa itu gak bisa di cegah!” Kelit Bram beranjak dari sana dan menuju meja dan memakan beberapa kudapan. “Hari ini panas ya, Frey?”
“Gak, biasa aja!” ketus Freya dengan masih sibuk di depan laptop tuannya.
“Sini, Frey… Ngemil dulu…”
“Gak!”
“Dih, judesnya…”
“Bodo…”
“Haha…”
Bram sungguh senang, ternyata sisi lain wanitanya yang membuat dia jatuh cinta semakin membuat dia terpesona ingin memilikinya.
Waktu bergulir dengan cepat, adzan maghrib telah berkumandang. Freya merentangkan kedua tangannya, dia telah selesai dengan cepat. “Aargh!”
Freya heran, tidak ada lagi suara yang berasal dari pria yang jadi bosnya. “Kemana dia?”
Freya bangkit dan mendapati Bram tertidur di kursi panjang. Pria itu seolah merasa nyaman disana sampai harus ketiduran di kursi rapat. “Mas…”
Freya mendekat dan berusaha membangunkan dengan perlahan. “Udah Maghrib, ayo shalat sebelum kehabisan waktunya…”
Bram membuka matanya segera, Freya sampai terkejut dibuatnya. “Hehe, mimpi apa aku dibangunin sama calon istri!”
Plak!
Freya memukul bahu Bram cepat yang di sambut kekehan. “Aku duluan deh!”
“Tunggu, ich… Kamu mah jahat!” Bram tengah mengumpulkan nyawa dengan cepat. Dia mendekati Freya yang sudah berada di ambang pintu ruangannya.
Setengah jam kemudian Freya dan Bram sudah kembali ke ruangan. “Udah semua ya Frey?”
“Sudah, sudah balance…”
“Kok bisa kayak gini ya? Coba besok kamu hubungi team IT ya?”
“Siap, Pak!”
Bram tersipu melihat respon Freya yang benar-benar apa adanya.
“Kalau begitu, saya pulang duluan ya, Pak!” Freya bangkit bersiap keluar.
“Tunggu… Aku antar…”
“Aku bawa motor, Mas!”
“Sudah malam, gak baik anak gadis malam-malam keluyuran!”
“Tapi, aku bukan anak gadis…”
“Bagiku sama saja…”
Freya terdiam sejenak, Bram menoleh dan menunjukan senyumannya. “Oke?”
“Huh, emang aku bisa nolak?”
“Haha!”
Bram kembali terbahak, dia sungguh tidak ingin hal ini menghilang begitu mereka selesai dengan urusan pekerjaan. ‘Freya, aku tidak ingin berpisah denganmu…’
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments