Mau tak mau Adnan memasuki rumah yang di sewa Freya. Pria itu terus menatap penuh harap ke arah mantan istrinya yang kini kembali cantik jelita seperti awal pertama keduanya berjumpa.
“Baba!”
Disambut hangat oleh kedua putra putrinya, Adnan menunduk dan memeluk keduanya erat. “Baba belum puas bertemu kalian. Baba rindu!”
“Kakak juga!”
“Daffaaa juga!”
Melihan antusias dari tiga orang di hadapannya, membuat Freya sungguh merasakan sesak. Tak lama dia memilih untuk memasuki rumah lebih dahulu.
“Baba nginap kan?” tanya Aluna penuh semangat. “Tidur sama kami yaaa!” girangnya kemudian.
“Ba, kita sudah tidak boleh serumah!” Mendadak Freya memotong pembicaraan dan berkacak pinggang di depan Adnan dan kedua buah hati mereka.
“Aku tahu, tapi… Ijinkan semalam saja, ya? Besok aku pulang, aku akan tidur dengan mereka.” Adnan menatap satu per satu putra putrinya. Freya lagi-lagi hanya bisa mendengus kasar, dia memasuki kamarnya tanpa ingin menghiraukan ketiganya.
Cinta ini takkan berbalas, sayang kupastikan melayang… Pedih ku saat merasa indah, semua hilang dan usai…
Freya menjatuhkan dirinya di atas ranjang, dia menopang kepala dengan kedua tangannya. “Kenapa? Kenapa dia kembali datang?!”
Wanita yang dipersunting Adnan tujuh tahun yang lalu itu kembali mengingat bagaimana pedihnya kisah rumah tangga mereka beberapa tahun kebelakang. Alasan yang dipikirkan Adnan adalah alasan yang tidak masuk akal, justru membuat Freya semakin yakin berpisah. Dia berhak bahagia. Pernikahan adalah ibadah terlama seorang manusia. Seumur hidup adalah waktu yang lama untuk merasa tersiksa dengan pilihannya. Dia bisa memilih, dia memilih membahagiakan dirinya jika pasangannya tidak bisa.
Masalah sepele itu datang dari mental Freya yang dihajar habis-habisan oleh keadaan. Dia bisa mengembalikan kecantikan dan body goal-nya semua berkat dia berani mengambil keputusan bercerai. Setelah keluar dari pekerjaannya, Freya menjadi ibu rumah tangga mengurus kedua buah hati mereka. Tidak ada yang salah, Freya juga menyadari itu keputusannya. Namun, perekonomian mereka dihantam badai. Freya melahirkan putra keduanya, badannya yang gemuk dengan tampilan acak-acakan justru membuat dia merasa tidak pantas dicintai. Hidup di ibu kota jelas membuat mereka harus bertaruh dengan nasib di tengah perekonomian yang pasang surut. Freya yang sadar betul akan kelelahan suaminya dalam mencari pundi dan menyelamatkan perekonomian jelas tidak mungkin meminta lebih untuk sekedar membahagiakan dirinya dengan memperhatikan penampilannya. Keduanya sempat berselisih saat Freya kembali memutuskan untuk bekerja. Adnan menolaknya, Adnan juga sebagai suami dia tidak peka akan nafkah batin untuk istrinya. Adnan yang terkenal senang bercanda terkadang menoreh luka dalam benak istrinya tanpa disadari olehnya. Dia sesekali mengatakan Freya terlampau gendut, dan menyuruhnya untuk diet dan sebagainya.
“Heh, ingat Freya… Tidak enak tidak punya uang sendiri!” Freya kembali bergumam saat menyudahi kembali berkelana dengan masa lalunya.
“Aku bisa seperti ini karena usahaku sendiri!” Freya berkaca dan berbincang dengan pantulan dirinya sendiri.
Tak lama ketukan pintu kembali membuyarkan kesibukan batin Freya. “Ya?”
Freya mendekati pintu dan membukanya. “Buna, Baba bilang mau numpang mandi!”
Freya terlihat memasang kembali wajah jengkelnya. “Ya… Baba bawa handuk kan?”
Aluna kembali mengangguk mengiyakan, gadis kecil itu kembali berlarian mendekati ayahnya. Adnan menatap Freya dari tempatnya, pria itu lantas bangkit dan meminta ijin seolah keduanya tidak saling mengenal. Freya menekan dadanya kuat, sekuat tenaga dia harus menahan air matanya. Freya berencana menyiapkan makan malam untuk mereka. Aluna mendekat dan membantunya, senyum Freya kembali merekah. Terdengar riuh rumahnya kali ini, sungguh membuat Freya terdiam dengan keadaan seperti ini.
Adnan keluar kamar mandi bersamaan saat Freya mencoba mendekati buah hatinya. “Ups, sorry…”
Keduanya saling bertatapan dengan debar jantung yang lagi-lagi seperti untuk pertama kalinya mereka berjumpa. “Ya… Aku ingin mengganti baju, dimana?”
Freya menelan ludah saat melihat penampilan Adnan yang hanya mengenakan handuk mandinya. Air yang terus berjatuhan dari rambut lebatnya sungguh membuat Freya sesak nafas rasanya.
“Frey?” Adnan kembali memanggil mantan istrinya seperti semula.
“Eh, iya… Di kamar anak-anak…” Freya tersadar dan menunjukkan arah sekilas dan kembali salah tingkah mencoba memanggil anak-anak untuk bersiap makan.
Adnan tersipu dengan respon Freya yang benar-benar menggemaskan seperti biasanya saat dulu keduanya masih bersama.
Waktu bergulir terasa lambat kali ini, Freya bisa menyaksikan bagaimana keluarga utuh di hadapannya. Anak-anaknya berkelakar riang dengan ayahnya. Sesekali Adnan juga melempar candaan ringan untuk Freya. Sungguh sulit berpura-pura menahan perasaannya. ‘Kamu tahu Adnan, setengah mati aku berusaha kita tidak bertemu lagi. Karena— aku sungguh takut, aku kembali menggoyahkan hatiku!’
Bila cinta ini tak nyata, jangan engkau beri harapan… Sudah cukup kini kusadari, terlalu cepat jatuhkan hati…
"Kakak senang sekali bisa makan bareng lagi lengkap ada Baba sama Buna!" celotehan yang keluar dari bibir mungil Aluna mengalihkan atensi Adnan begitu pula Freya. Keduanya mendadak terdiam bersama.
Sejauh ini, Freya tidak pernah mendengar secara langsung apa yang sebenarnya putrinya inginkan. ‘Aluna…’
“Kakak tenang saja, kedepannya… Baba pastikan kita akan seperti ini seterusnya!”
Adnan tidak pernah ingin membuat situasi mereka berubah sendu. Baginya, melihat orang yang di sayanginya bahagia, disitulah letak kebahagiaannya.
“Benarkah? Horeee!”
Freya tak mampu membantah perkataan mantan suaminya, dia hanya merespon dengan senyuman tipis yang ditujukan untuk putrinya. Adnan menatap lekat mantan istrinya, ada gejolak rasa yang semakin menggebu menginginkan wanitanya agar kembali secepatnya.
Selepas semuanya selesai dengan makan malam mereka, Freya mendekati kedua buah hatinya. “Kakak sama Daffa tidur sama Baba ya…”
“Iya, Buna…” Keduanya berseru kompak menuju kamar mereka.
“Good night!” Freya mengecup masing-masing kedua kening mereka sebelum hilang di balik pintu kamar.
Adnan hanya bisa memperhatikan dari kejauhan tanpa ingin lagi berseteru dengan wanita keras kepala seperti mantan istrinya itu. Freya bergegas kembali memasuki kamarnya. Dia lantas mencari ponsel untuk mengetahui apa mungkin ada pesan masuk disana. Benar saja, Wulan sudah mengabarinya.
[ Bu, alhamdulillah saya sudah sampai. Wulan kasih titipan dari Ibu sama si Mbok, dia bilang banyak terima kasih… ]
Ingin rasanya mengintrogasi gadis itu sekarang. Namun, dia tersadar, jangan sampai Wulan mogok kerja gara-gara hal ini. Freya membalas dengan wajar tanpa ingin mengetahui alasan kedatangan Adnan saat ini. Tak lama dia juga tersadar, ada salah satu pesan lainnya yang berasal dari atasannya.
[ Malam, Frey… Aku dikacangin dari tadi siang… Kamu lagi ngapain? ]
Freya tersenyum simpul, dia lantas kembali membalas pesannya.
[ Maaf, Mas… Biasa, anak-anak udah di rumah. Gimana Mas? Masih di Lembang? ]
Tring!
Freya terkesima, tanpa perlu menunggu lama balasan datang begitu cepat.
[ Iya, masih disini, mau gabung? ]
Kening Freya berkerut, semakin diperhatikan, perkataan atasannya itu semakin sukar dijelaskan.
[ Gak lah, aku ngantuk nih, aku tidur duluan ya… ]
Tring!
[ Oke, good night, Frey… Sweet dreams! ]
Freya kembali merinding seraya melempar ponselnya. Untung saja benda pintar itu jatuh ke dalam sela bantal di hadapannya. “Ada apa dengan bos gua satu itu, isshh!”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Nur hikmah
adnan pnas nih
2022-03-13
1