Freya telah mengantongi beberapa berkas yang diinginkan tuannya. Dia perlahan mengetuk pintu ruangan, terdengar suara mengijinkan dari bosnya membuat Freya lantas mendorong pintu dan masuk ke ruangan atasannya.
“Maaf Pak, semua berkas ini mau ditaruh dimana?” tanya Freya lagi-lagi meminta ijin.
Terlihat pria tampan itu menghentikan aktivitasnya dan melirik keberadaan wanita yang bisa mencuri perhatiannya. ‘Semakin hari, kenapa kamu semakin mempesona, Freya…’
Pria itu masih terdiam dan sibuk bermonolog dalam benaknya. Dia mengabaikan pertanyaan bawahannya dan terus menikmati kecantikan Freya. Wanita yang tengah jadi sorotan atasannya itu terlihat gelisah. Dia tidak menyukai pandangan atasannya yang seolah menyimpan beberapa makna.
“Pak?” Freya kembali bertanya dan membuyarkan lamunan Bram.
“Oh, maaf…” Bram menjadi salah tingkah. “Taruh saja di meja besar itu!” Bram menunjukan ke arah dimana Freya harus meletakkan berkas yang dibutuhkannya.
Pada dasarnya, Abraham atau yang akrab di panggil Bram adalah pria yang dingin juga terkenal cuek pada sekitar. Namun, semua tidak berlaku saat pria itu berhadapan dengan Freya. Asisten khusus yang baru saja dipekerjakannya untuk membantunya. Pria itu mendadak berwajah teduh dengan kata lemah lembutnya. Terkadang, Freya selalu merasa menggigil atas sikap atasannya yang berubah dalam beberapa bulan terakhir setelah kedatangannya.
“Sudah selesai Pak!” Freya menaruh berkas dan bersiap izin kembali ke mejanya. “Kalau begitu, saya kembali ke meja saya lagi ya, Pak,” ujar Freya kemudian.
“Eh, tunggu!” Menyadari akan kepergian wanita incarannya. Bram terlihat memiliki ide luar biasa untuk berdekatan dengan Freya. “Kamu belum pernah kan melakukan proses audit sama editor. Biar ada pengalaman, kamu boleh bantu saya melakukan proses auditnya ya?”
Sejujurnya, perkataan Bram bukan lagi pertanyaan, melainkan perintah yang tidak mungkin di bantah. Freya menundukkan pandangan seraya menganggukan kepala pasrah. “B-baik, Pak. Apa saja yang perlu saya siapkan sebelumnya?”
Freya masih berdiri di tempatnya, dari jarak pandang Bram dia bisa dengan jelas menyelidiki tampilan Freya yang selalu terlihat anggun di matanya. Hari ini, Freya mengenakan terusan di atas lutut yang membuatnya terlihat begitu manis dengan perpaduan warna yang kontras dengan warna kulitnya.
“Eh, kamu hanya perlu mengkaji dan mempelajari ulang tiga laporan keuangan tersebut!” Bram kembali melayangkan senyuman tampan yang sejenak membuat debaran jantung Freya berdetak lebih kencang dari biasanya.
“Owh,” Freya mengangguk dan kembali berniat membawa berkas kerjanya. “Kalau begitu, saya akan mempelajarinya di meja saya, ya Pak?”
“Tidak usah!” Bram lantas beranjak dari kursi kebesaran mendekati dimana Freya berdiri sekarang. Freya semakin berkedip tidak wajar atas tingkah tuannya yang memiliki gelagat mencurigakan. “Kamu cek disini saja, agar aku tidak perlu memanggilmu berulang kali!”
“Oh– iya… Maaf!” Freya kembali menunduk dengan kekehan bodohnya. Bram ikut terkekeh dengan tingkah malu-malu bawahannya itu.
Bram menarik kursi untuk Freya, tak lama dia ikut menarik salah satu kursi yang bersebelahan dengan wanita yang terlihat mematung itu. “Coba kamu periksa pengeluaran kita di tiga bulan sebelumnya. Jangan lupa dengan hutang piutangnya juga… Mereka pasti banyak bertanya seputaran masalah itu!” Bram berkata tanpa memperhatikan, dia menoleh saat terasa sepi tanpa jawaban Freya.
“Kamu kenapa?”
“Ah, tidak… Maaf!” Freya lantas duduk di kursi dan kembali berusaha fokus pada pekerjaannya.
Hal ini jelas membuat Freya gugup, selama ini dia tidak pernah berdiskusi hanya berdua dengan atasannya, selalu ada pihak ketiga diantara mereka.
Bram menunduk dengan kekehan, dia mengerti mengapa bawahannya bisa segugup itu sekarang. “Apa ada masalah, Frey?”
“Ah, enggak kok, Pak!” Freya cepat menghardik pertanyaan tuannya. Dia tidak mungkin mengaku tengah merasa gugup berbincang berduaan dengannya.
“Tadi sarapan dulu, gak?” Bram kembali bertanya basa-basi membuat Freya justru semakin gugup. “Haha! Kamu tuh ya… Udah aku bilang, kamu jangan gugup begitu!”
“Hehe…” Freya terkekeh terpaksa menunjukan sederet gigi rapinya. “Saya sudah sarapan, Pak… Sama anak-anak…”
Begitulah Freya, dia selalu menjadikan kehadiran buah hatinya sebagai senjata menghardik keberadaan pria yang mungkin memiliki niat mendekatinya. Bagi Freya, status janda sendiri mencoreng reputasi seorang wanita. Siapa yang mau jatuh cinta sama janda bahkan sudah beranak dua?
Bram mengerti dia kembali tersenyum dengan mengangguk-anggukkan kepala seolah mengerti dan tidak lagi membahas hal pribadi. Tak lama, auditor yang mereka tunggu datang. Selama dua jam lamanya mereka melakukan proses audit dan serangkaian proses lainnya. Selama melakukan proses audit, Freya diam-diam memperhatikan tampilan tuannya. Wanita mana yang tidak terpesona oleh pria tampan, yang humble dengan wawasan yang luas, terlebih pria itu berstatus perjaka single. ‘Wajar, jika setengah populasi wanita disini mengejarnya… Jika saja—’
Freya lantas bergumam dalam benaknya. ‘Mikir apa sih, Freya!’
Tak lama Freya menggelengkan kepalanya perlahan membuat Bram yang memang ikut memperhatikannya ikut tersenyum girang dengan kelakuan Freya yang menggemaskan.
“Karena semua sudah selesai lebih awal, bagaimana jika kami menjamu anda makan siang sekalian?”
“Wah, tidak perlu repot-repot loh, Pak!”
Bram sengaja menawari kedua editor makan siang bersama. “Jangan sungkan… Hal ini sudah sangat biasa kami lakukan!”
“Frey, kamu tolong booking resto seperti biasa ya,” titah Bram ke arah Freya yang di respon anggukan mengerti oleh yang bersangkutan.
Tanpa menunggu lama, keempatnya bersiap keluar ruangan dan menuju salah satu resto ternama disana.
“Maaf Pak, apa saya ikut?” tanya Freya konyol.
“Haha, ya iya lah!” jawab Bram gemas. Justru, makan siang ini ditujukan untuk bisa makan siang bersama Freya dalam kedok perjamuan klien kantor.
“Hehe, boleh saya ajak Seilla?” Lagi, Freya seolah tidak ingin memberikan celah untuk Bram bisa kembali hanya berduaan saja dengannya. Tentu saja hal itu akan membahayakan kedepannya.
“Ck, Frey… Kita lagi jamu klien kita loh!” Bram terlihat mengintimidasi dan jelas menolak keinginan bawahannya.
“Oh, iya… Maaf!”
“Jangan kebanyakan minta maaf Frey, belum lebaran!”
“Ppfftt!”
Keduanya lantas menutup perbincangan dengan tertawa lirih keluar ruangan. Di area parkir debar jantung Freya sudah tidak karuan. Dia berharap tidak ada orang yang memperhatikannya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, pihak auditor menggunakan kendaraan mereka. Otomatis, Bram benar-benar bisa kembali berduaan dengan wanita yang diam-diam menaklukkan hatinya yang beku selama ini.
“Gimana kabar anak-anak, Frey?” Bram bertanya mencairkan suasana. Pria itu juga menoleh menatap si wanita.
"Alhamdulillah… baik kok Pak," sahut Freya tersenyum manis dengan kedua tangan yang saling di tautkan di atas pangkuan.
“Kamu lupa ya… Kalau bukan masalah kantor, jangan panggil Bapak!” Bram mengerucut kesal. “Aku kan gak setua itu!”
“Pppftt!”
Freya kembali menahan tawanya, dia lantas membuang wajah mengalihkan pandangan ke luar jendela. “Iya, Mas… Maaf…”
“Maaf lagi, kan?”
Keduanya lantas tertawa, Bram dan Freya memang sudah dekat selama beberapa bulan terakhir. Sudah beberapa minggu terakhir ini Bram intens berhubungan dengan Freya. Hal itu dikarenakan tidak sengaja mengantar Freya pulang di saat wanita itu belum memiliki motornya.
“Aku gak sengaja perhatiin… Motormu gak ada tuh di parkiran!”
“Hah?” Freya menoleh dengan wajah syoknya. Sungguh kurang kerjaan bosnya mengintai kendaraannya. “I-iya, hujannya awet… Aku lupa bawa jas hujan, gak mungkin anterin Aluna hujan-hujanan.”
Senyum pria di samping Freya semakin jelas mengembang dengan penjelasan barusan. “Kalau gitu, pulangnya aku antar ya…”
“Ah, gak perlu Mas, aku pake taksi online aja… Nanti merepotkan malah!” Freya berusaha menolak dengan halus. Dia sendiri mengerti kemana arah perbincangan mereka kali ini.
“Aku tidak merasa direpotkan, toh aku kan yang nawarin? Berarti aku begitu senggang!”
Freya tersenyum masam dengan ucapan ngotot atasannya.
Makan siang pun berjalan lancar, keduanya telah selesai menjamu klien mereka. Bram dan Freya sudah kembali siap menuju kantor. “Kamu mau beli sesuatu gak?”
“Enggak, Mas!”
Selama bersama, Freya memang sangat terlihat kaku. Sungguh membuat sakit kepala bagi Bram yang jelas-jelas tengah melakukan pendekatan pada ibu dua anak itu.
“Besok jalan yuk, Frey… Ajak anak-anak!”
Freya menoleh menatap tajam kearah atasannya. Ini bukan pertama kalinya Freya mendengar ajakan keluar dari bosnya. “Maaf, Mas. Aku—”
“Aku terkadang heran dengan kamu!”
Bram langsung menyela perkataan Frey yang belum selesai. Terlihat raut wajahnya berubah merah menahan amarah. “Setiap kali aku ajak kamu keluar, kamu selalu menolak!”
“Apa kamu memiliki dendam padaku?”
“Mas, aku—”
“Aku sudah katakan padamu sebelumnya!”
Keduanya terlibat obrolan serius sebelum keduanya keluar dari kawasan resto. “Apa aku kurang meyakinkan padamu, Freya Anindita?!”
Freya menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya jelas mencengkram erat bawahan terusannya.
“Aku menyukaimu, aku mencintaimu, aku menginginkanmu!”
“Mas!”
Freya mengelak dengan nada tingginya, dia juga berani menatap tajam atasannya. “Kamu sudah tahu pasti alasanku…”
“Aku akan menerima anak-anakmu!”
“Tidak… Meskipun kamu menerima mereka. Aku yang tidak menerima keberadaan Mas.”
“Kenapa? Kamu kan sudah bercerai dengan mantan suamimu!”
“Mas!”
Keduanya tampak berselisih hebat seolah keduanya memang terlibat hubungan yang jauh dari sekedar hubungan atasan dan bawahan. “Aku tidak ingin mengulang kesalahan yang kedua kalinya. Kamu tidak tahu bukan alasanku bercerai? Lagi pula… Aku jelas tidak pantas buat Mas!”
Bram mengeratkan genggaman tangan di kemudinya, dia menghela nafas berat sebelum melajukan mobil keluar dari sana. ‘Kamu sungguh keras kepala, Freya!’
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Akira Pratiwie
jek blm Pham alsan brcerai
2022-09-30
0