Freya sudah berada di area parkir, dia mencari keberadaan motornya. Dengan segera dia menginginkan untuk cepat keluar dari sana. Entah bagaimana, rasanya hatinya terasa sakit saat mengetahui kenyataan bahwa Bram mungkin memiliki hubungan dengan wanita yang jelas jauh diatasnya. “Heh, untunglah… Ingat Freya, kamu harus tersadar dan jangan banyak bermimpi terlalu tinggi!”
Alasan klasik yang Freya pegang teguh selama menolak perasaan Bram tentu saja status sosial keduanya yang bak bumi dan langit. Freya berada di tangga bawah, sedangkan Bram berada di puncak. Meski takdir atau jodoh itu rahasia ilahi, tetap saja Freya harus tahu diri.
Sepanjang jalan pikiran Freya berkelana jauh keluar angkasa, semua terasa membuat dia seolah tengah memperbaiki benang kusut. Bohong jika Freya tidak memiliki sedikit rasa pada atasannya, terlebih beberapa minggu terakhir bahkan kemari, keduanya melewati waktu yang membahagiakan.
Tak terasa ibu muda itu sudah berada di pekarangan rumahnya. Perlahan dia membuka pagar dan memarkirkan motor kesayangannya. Dengan kendaraan itu dia bebas melakukan mobilisasi selama ini. Freya mengucap salam di sambut Wulan yang membukakan pintu.
“Lan, kalau ada yang cari saya kesini, bilang saya belum pulang!” titah Freya pada asisten rumahnya.
“Oh, iya Bu…” Wulan hanya menunduk patuh.
Tak lama Freya mendekati kedua putra putrinya dengan raut wajah yang berubah ceria seperti biasanya. Dia tidak ingin membawa emosi pribadi yang membuat kedua anaknya merasakan dan merusak suasana mereka.
Freya pamit pada kedua buah hatinya untuk membersihkan diri dan sedikit beristirahat di kamarnya. Beruntungnya kedua anaknya tidak pernah mempermasalahkan bahkan terkesan menerima apapun petuah ibu mereka.
***
Di dalam mobilnya, Bram menatap ponsel pintarnya. “Freya…”
Ingin rasanya dia menghubungi wanita yang terus menari di pikirannya. Dengan berani Bram menghubungi nomor yang diberi nama my angel itu.
Nomor yang anda tuju sedang dialihkan, mohon—
Bram mematikan sambungan dengan wajah kesal. “Huh, apa dia salah paham?”
Bram sendiri merasa harus meluruskan kedatangan Lusi yang pada dasarnya keterlaluan sore tadi. Walau keduanya belum memiliki status resmi. Namun, tidak dipungkiri keduanya benar-benar memiliki hubungan lebih dari sekedar atasan dan bawahan.
[ Freya, aku kok gak bisa menghubungimu? Kamu marah? Aku bisa jelasin, please… Angkat teleponnya, ya? ]
Bram mengirimkan pesan, hatinya sungguh tak tenang. Dia segera menghidupkan mobil dan keluar dari pelataran parkir kantor. Selama perjalanan, pikiran Bram melayang tidak karuan. Dia kembali merefleksikan keberadaan Freya seperti semalam. Senyum pria itu mendadak mengembang dan merasakan rindu yang tidak tepat waktu. Ponselnya berdering sontak membuat pria itu merogoh saku celananya. “Lusi?”
“Halo?”
“Sayaaang, kamu kok belum sampai? Aku udah didepan rumah kamu loh!” Lusi berucap dengan manja dan riang tanpa dosa. Bram sendiri terkejut dengan kecepatan Lusi dan ketangguhannya terus mencari perhatian dirinya.
“Aku tidak disana lagi!” jawab Bram akhirnya membuka suara. Terdengar Lusi berdecak kesal atas jawabannya.
“Kamu pasti bohong!”
“Lusi… Aku cukup bersabar untuk tidak berbuat kasar. Berhenti mengejarku!” Bram memaki juga menutup kasar sambungan, dia tidak peduli sekesal apa Lusi disana.
***
Freya terkejut, dia membuka mata dan tersadar dari tidur tak terencananya. “Astagfirullah belum shalat!”
Dia lantas bergegas menunaikan kewajibannya, setelah selesai dia mencari benda pipih pintar miliknya. Dia memeriksa siapa saja yang menghubunginya.
[ Pak Bram : Freya, aku kok gak bisa menghubungimu? Kamu marah? Aku bisa jelasin, please… Angkat teleponnya, ya? ]
[ Baba : Assalamualaikum, Buna Sayaaang… Lagi ngapain? Udah makan? Besok aku ke Bandung ada project disana. Ketemu lagi ya, Sayang! ]
Freya menghela nafas berat, tidak pernah terpikirkan olehnya ada dua pria yang mendadak seperti mencari perhatiannya. Freya membaca pesan atasannya, dia merasa tidak perlu untuk membalasnya. Sedangkan pesan dari mantan suaminya membuat dia ingin melampiaskan kekesalannya.
[ Waalaikummusalam, lagi mikir gimana caranya kamu ngerti kita gak bisa lagi sama-sama! ]
Freya sudah mengirimkan pesannya, hatinya begitu sakit. Dalam waktu bersamaan kedua pria itu tak sadar menyakiti perasaannya saat ini. Freya menutup wajah dengan kedua tangannya, dia mulai kembali terisak perlahan.
Sebuah ketukan perlahan di balik pintu kamar membuat Freya menangguhkan tangisannya. “Ya?”
“Maaf, Bu—”
Buru-buru Freya bangkit dan memperbaiki tampilannya yang acak-acakan oleh tangis barusan. “Kenapa, Lan?”
Freya membuka pintu dan langsung bertanya pada asistennya. “Itu— di luar ada Pak Bram, saya teh gak bisa usir… Katanya dia mau ketemu Ibu!”
Freya menghela nafas, dia mengangguk mengerti dan menyuruh Wulan menemani anak-anaknya.
“Bunaaa!” Daffa memekik saat tubuh ibunya terlihat mendekati dirinya.
“Daffa? Apa itu Sayang?”
“Om yang tadi pagi kasih donat! Daffa sukaaaa!” Dengan riang gembira Daffa membawa satu kotak besar salah satu donat ternama.
Freya tertegun sejenak lantas menunduk mensejajarkan dirinya dengan putranya. “Sudah bilang makasih belum?”
“Sudah!” jawab Daffa antusias dengan senyum lebarnya.
Freya tersenyum dan mengacak rambutnya, dia membiarkan anak-anak ke tengah rumah membawa kudapan manis mereka. “Habis makan donat, sikat gigi jangan lupa!”
“Iya, Buna!”
Freya kembali melanjutkan langkah kakinya menuju teras. Disana Bram tengah menunggunya penuh harap. Kali ini pria itu tidak bisa berpikir jernih. Dia tidak tahu harus pulang kemana. Itu alasannya dia akhirnya hanya bisa memikirkan rumah Freya.
“Ada apa, Mas?” tanya Freya perlahan mendekat dan berdiri di ambang pintu.
Bram bangkit setelah mendengar suara wanita yang bisa meluluhkan rasa lelah dan gelisahnya. “Frey!” Senyum mengembang semakin jelas terlihat di wajah lelah pria tampan di depan Freya.
“Aku—” Bram salah tingkah, terlebih penampilan manis Freya dalam balutan piyama tidurnya membuat Bram semakin merona.
“Maaf, Mas… Ini sudah malam, aku tidak ingin orang bergosip yang tidak-tidak disini.” Dengan cepat Freya berujar. Bahkan nada bicara Freya yang dingin sungguh mengoyak keteguhan hati Bram yang tengah hilang arah.
Bram menundukkan pandangan, dia jelas paham dan mengerti. Freya benar, saat ini sudah larut dan dengan status Freya membuat dia mungkin dalam kesulitan.
“Maafkan aku, Frey… Aku hanya butuh teman,” ucap Bram lirih berharap Freya iba padanya.
“Bukankah teman Mas banyak? Cewek tadi sore misalnya…” ketus Freya tidak peduli.
Bram menaikan sudut bibirnya. “Cewek tadi?”
“Ya, siapa lagi yang datang heboh sore-sore!” timpal Freya menggebu bersedekap tangan.
“Apa kamu cemburu, Freya?” Bram menggoda Freya dengan raut wajah sumringahnya.
“Tidak!” Dengan cepat Freya menghardik prasangka atasannya. “Untuk apa aku cemburu, kita jelas bukan siapa-siapa…”
“Aku justru berharap kamu bilang, iya aku cemburu!” Bram menatap sendu ke arah Freya yang masih tak bergeming di tempatnya. “Aku ingin menjelaskan, pasalnya… Aku tengah mengejar cintamu… Aku tidak ingin kamu berpikir aku pria yang mungkin mempermainkan perasaanmu!”
Freya terdiam, dia memalingkan wajahnya menyembunyikan kecemasannya. “Aku tidak peduli!”
“Aku tahu kamu peduli!” Bram mencoba terus membuat Freya membuka hatinya.
“Om!” Daffa berlari keluar memanggil Bram. “Donatnya enyaaak!”
“Oh ya?” Dengan senang Bram menyambut pria kecil yang menghampirinya. Freya lantas bingung harus bersikap apa. “Kalian suka? Besok Om bawa lagi—”
“Tidak perlu!” Dengan cepat Freya menyela dan menolak kebaikan Bram.
“Buna gak asik!” timpal Aluna yang mendadak bersuara setelah sebelumnya hanya melihat kebersamaan mereka.
“Dengar Sayang, kalian tidak boleh makan manis banyak-banyak, tidak bagus untuk pertumbuhan gigi kalian!” terang Freya kembali mensejajarkan dirinya dengan Aluna.
“Kan kami gosok gigi!”
“Pppfftt!” Bram menahan tawa. “Buna kalian benar, besok Om bawain cemilan yang lebih sehat deh.”
“Asiiik!”
Keduanya berpekik girang dan memeluk Bram seraya mengucapkan kalimat terima kasih mereka berkali-kali. Terlihat Bram begitu menyukai keadaannya. ‘Apa ini namanya penawar lelah yang dinamakan pulang ke rumah?’
Bram menatap Freya yang masih tetap berwajah sama. ‘Freya…’
“Kalian siap-siap tidur ya, gosok gigi sama Mba!” titah Freya lagi-lagi membuyarkan kesenangan kedua buah hatinya.
“Yaaah!” Keduanya memekik dengan mengeluh atas kekejaman tirani di rumah mereka. “Baiklah, Buna!”
Bram sungguh tidak percaya, kedua bocah itu begitu patuh pada ibunya. “Mereka di didik dengan baik sampai bisa sepatuh itu.”
“Terima kasih pujiannya!”
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Nendah warnendah
Up ny jgn lama2 thor seru cerita ny
2021-12-29
3