Keesokan harinya…
Pagi sekali Bram sudah berada di pekarangan halaman rumah Freya. Seperti kesepakatan semalam, hari ini Bram menjemput Freya berangkat bersama. Wajah yang sumringah jelas terlihat. Bram mencoba memberanikan diri untuk keluar dan melihat kedua buah hati Freya.
“Alunaaa…” Freya memekik memanggil anak sulungnya. “Sudah lima menit Sayang, sudah mandinya ya… Buna nanti telat ke kantornya loh!” Freya sungguh gemas, pagi ini kedua anaknya merajuk karena semalam Freya pulang terlalu larut dan tidak sempat bertemu bertukar cerita dengannya.
“Daffa, sama Mba Wulan dulu ya, Sayang!” Lanjut Freya memekik meminta pengertian putra bungsunya.
“Gak mauuu!”
Freya menghela nafas berat. “Ya Tuhan…”
“Maaf, Bu!”
Tiba-tiba Wulan menghampirinya dengan wajah gelisah. “Di depan ada tamu…”
“Oh ya?” Freya Bangkit setelah menggosok badan Daffa dengan handuknya. “Siapa?”
“Saya lupa tanya, Bu… Hehe…” Wulan menjawab cengengesan membuat Freya semakin dilanda vertigo di pagi harinya.
“Ya sudahlah, ini tolong baju Aluna sama Daffa…” Freya bergegas keluar dengan baju dinas rumahnya. Dia tidak pernah berpikir Bram akan berani menjemputnya seperti sekarang.
“Mas Bram!”
“Freya…”
Bram kembali terkejut dengan penampilan sederhana Freya tanpa make up juga baju dinas rumah. Meski begitu, Bram sungguh menyukai tampilan Freya yang manis di depannya.
“Aku minta maaf lancang kemari… Aku menghubungimu, tapi kamu gak jawab… Aku takut kamu kenapa-kenapa!”
“Oh, tidak Mas… Anak-anak sedang rewel saja…” Freya gugup, dia bingung harus bagaimana. “Masuk dulu Mas, maaf ya… Mas udah sarapan? Bareng sama kami?”
“Bunaaa! Siapa yang datang Buna, apa Baba?!” Daffa berlarian dengan menghempaskan handuknya.
“Daffaaa!” pekik Freya menunjukkan taringnya. “Wulaaan…”
“Dia tidak mau sama saya Bu!”
“Hihihi…” Daffa berlarian membuat Freya lupa tamunya dan berakhir mengejar bocah tiga tahun itu.
Bram menutup mulutnya, sepagi ini dia menerima hiburan receh seperti ini. ‘Jadi seperti ini keseharian Freya? Sungguh membuat orang tidak bisa sabar lagi menunggu lama…’
Daffa lari mendekati Bram, dengan sigap Bram menangkap bocah te-lan-jang itu dengan suka cita. “Hayo, Om tangkap!”
“Aaarrgh, tolooong…” Jerit Daffa mengada-ngada membuat tawa Bram seketika pecah dan memeluk erat Daffa dan menciumnya tanpa sadar.
Freya mematung di tempatnya, dia menatap pemandangan yang tidak asing jika Adnan bersama mereka. “Maaf, Mas…”
Freya membuyarkan kesenangan Bram saat ini. “Daffa sini Sayang, baju Om jadi basah loh!”
“Ma-ap Om…” celoteh Daffa membuat Bram semakin senang pada bocah di depannya.
“Kamu senang bermain ya? Kalau Om ajak main ke playground mau gak?”
“Mau!”
Dari berwajah murung, kini Daffa berseru antusias dan riang. Bram semakin dibuat tidak ingin melepaskannya.
“Daffa, ayok sini… Maaf Mas—” Freya berusaha mengambil alih keributan yang putranya lakukan.
“Gak apa-apa Frey, namanya juga anak-anak.” Bram menyerahkan putra bungsu Freya, ibu dari Daffa itu pamit mengurusi putranya dulu. Namun, si bocah kembali tantrum.
“Aku mau sama Om!”
“Hei!!” Freya menaikan intonasi suaranya beberapa oktaf membuat Bram melotot.
“Sini-sini, Frey… Gak apa-apa, sama aku aja!”
Bram mencoba menghandle sebelum kemungkinan Freya bertransformasi menjadi harimau sekarang.
“Aduuuh, malah jadi ngerepotin…” keluh Freya merasa tidak enak.
“Aku justru senang!” Bram menunjukan senyuman tulusnya dan di bawa ke kamar kedua putra putrinya.
Di depan pintu Aluna sudah bersiap yang dibantu oleh Wulan. “Buna, Kakak udah siap!”
“Oh iya, Sayang!” Freya mendekat memeluk putrinya dan memeriksa untuk terakhir kalinya. “Perlengkapan sekolah udah?”
“Udah!”
Bram terpesona dengan sikap keibuan yang ditunjukkan Freya kali ini. ‘Freya…’
“Om…”
“Oh iya, halo Aluna… Ketemu ama Om lagi ya…” Bram terasa kikuk kali ini.
“Aluna bantu Mba Wulan siapin sarapan boleh? Buna belum siap-siap udah siang!”
“Oke, Buna!”
Aluna berlalu mengikuti Wulan yang sudah lebih dulu menuju dapur. Freya kembali mendekati Bram yang masih setia menggendong Daffa bahkan keduanya tengah berkelakar bersama seolah sudah saling mengenal lama.
“Mas…”
Bram menoleh diikuti Daffa ikut menoleh. Freya membuka pintu kamar dan memberikan pakaian Daffa untuk dikenakan.
“Jadi, ini rutinitasmu setiap hari?” tanya Bram basa-basi.
“Ya, begitulah… Untung ada Wulan…” sahut Freya menanggapi dengan senyuman.
“Baju Mas basah…” Freya mengamati kemeja cerah bosnya yang jelas menunjukkan rembesan air dari tubuh Daffa barusan.
“Oh, iya… Aku bawa ganti di mobil sih,” ucap Bram dengan terus telaten mengurusi anak kecil di depannya seolah anaknya sendiri.
“Kalau gitu aku yang ambil, biar cepat!” Freya menawarkan dirinya, membuat Bram menoleh dan tersenyum bahagia.
“Di kursi belakang ya, Sayang!”
Deg…
Freya berdebar tak menentu, selain Bram berani dengan menyebutnya sayang, Freya takut putranya mendengarnya. “Mas!”
“Hehe… Hanya tinggal menunggu waktu bukan?”
Freya mengambil kunci dari tangan Bram tanpa ingin beradu mulut kali ini. Bram menatap lekat kepergian Freya hingga bayangnya tak terlihat.
“Om!”
“Oh, iya… Maaf, lama ya… Maaf, Om baru belajar…” Bram tersadar, ada seseorang yang menunggunya menyelesaikan perkara pakaian.
“Om siapa Buna?”
Bram tercengang dengan pertanyaan mematikan putra Freya. “Om—”
“Om suka Buna ya kayak Baba?”
Deg!
Rasanya terluka tapi tak berdarah. Ucapan Daffa seolah tengah menyindir dirinya. “Apa Om sayang sama Buna kayak Baba sayang sama Buna?”
Bram benar-benar dibuat bungkam oleh pria kecil di hadapannya. “Iya… Om sayang sama Buna, apa Daffa marah?”
Daffa menggeleng. “Daffa senang banyak yang sayang Buna!”
Kedua netra Bram berkaca-kaca, ucapan jujur anak kecil di depannya semakin membuat dia yakin untuk mengejar kepastian dari wanitanya. “Om juga sayang sama Daffa walau baru bertemu!”
Keduanya berpelukan sejenak dan kembali seperti semula. Bram membawa Daffa keluar yang sudah di sambut Wulan untuk melakukan sarapan. Tak lama Freya juga mendatangi Bram. “Ini Mas, kemejanya!”
“Makasi…” Bram menerimanya dengan perasaan yang campur aduk. Tangannya menggenggam pergelangan tangan Freya. “Frey…”
“Ya?” Freya mendongak tidak mengerti. “Oh, pakai kamar anak-anak aja ya!”
“Aku mau ganti juga, jadi kita gak kelamaan,” ujar Freya salah mengartikan kemauan Bram.
“Aku ingin berbincang…” Bram kembali menunjukkan keseriusan.
Freya terdiam, dia membawa Bram ke kamar anak-anaknya. “Ada apa Mas!”
Brukk!
“Aargh!” Freya memekik terkejut saat Bram memeluk tubuhnya. “Mas, lepas!”
“Maaf, aku lancang…” Bram melonggarkan pelukannya. “Aku cemburu… Tapi, aku sungguh tidak bisa melakukan apapun?”
Freya semakin dibuat bingung dengan perkataan Freya. “Maksud Mas apa sih?”
“Aku menyukaimu, menyukai anak-anakmu, dan kamu tahu? Mereka juga menyukaiku!”
Freya menghela nafas dengan menahan kembali tangisnya. “Aku mohon, jangan sekarang!”
***
“Maaf, kita hampir terlambat!”
Freya berucap setelah keduanya berada di pelataran kantor mereka. Bram menoleh dengan senyuma. “Aku justru berharap kita tidak jadi ngantor saja!”
Plaaak!
Freya memukul bahu Bram dengan kekehan, Bram ikut tertawa. Tak lama Freya menyelidik sekitar. Dia begitu takut ketahuan berhubungan dengan bosnya.
“Kamu benar-benar malu ya punya hubungan sama aku?” tanya Bram kesal.
“Bukan Mas yang bikin malu, tapi aku yang memalukan!” ucap Freya menanggapi dengan santai.
“Ck! Aku tidak peduli… Toh yang jalani hidup kita, kenapa kita harus di setir sama komentar mereka.”
Freya berbalik badan siap menceramahi atasannya. “Karena kita sebatas itu!”
Wanita itu lantas keluar mobil meninggalkan Bram yang terpaku dengan ucapan wanitanya. “Sulit sekali mengubah pola pikir wanita keras kepala sejenis Freya!”
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments