Freya tertidur di ruang tengah rumah sewanya, sayup terdengar salam dari pengasuh juga kedua buah hatinya. “Ya!”
Freya bangkit dengan sesekali mengerjapkan kedua matanya. Dia membuka pintu rumah segera dalam keadaan setengah sadar. “Loh kok udah pulang?”
“Iya, Bu… Kata Bapak dia ada urusan kerjaan…”
“Owh…”
Mendengar penjelasan singkat Wulan, Freya hanya merespon dengan mengangguk-angguk kepala, lantas dia menolong pengasuhnya membawa beberapa perlengkapan dan oleh-oleh yang dikirimkan Adnan juga ibunya.
“Kakak mau mandi sekalian?” tawar Freya pada putrinya.
“Iya Buna… Panaaas!” Aluna merebahkan dirinya di karpet depan meja televisi. Freya terlihat terkekeh dan membantu menyiapkan kebutuhan putri sulungnya.
“Tadi gimana ketemu Baba?” tanya Freya seperti biasa seolah tengah mengintrogasi putra putrinya.
“Seru!” seloroh Aluna bersemangat. “Baba beliin Kakak mainan baru loh! Banyaaak!” Aluna memetakan setiap ucapan yang keluar dari mulut mungilnya. Freya hanya membalas dengan tersenyum tipis, ada rasa nyeri saat menyadari keadaan mereka seperti sekarang ini.
“Kalau Nenek?”
“Sehat! Nenek juga nanya Buna kok gak datang?”
Freya mengacak rambut putrinya, dia kembali terlihat murung. “Kalau Baba, sehat gak Kak?”
“Sehat! Baba cuma sedih, kenapa Buna selalu gak mau ketemu?” ucapan polos putrinya nyaris membuat air mata Freya lolos melompat dari sarangnya.
“Kenapa juga Buna suka gak mau ketemu Baba, kan kasihan Baba… Dia bilang kangen berat sama Buna…”
Melihat reaksi Freya yang terdiam, Aluna ikut terdiam seolah mengerti apa yang jadi kekhawatiran ibunya. “Buna gak kenapa-kenapa, Kak. Kakak sekarang mandi dulu aja ya. Bau acem!” Freya mengalihkan perhatian dengan berkelakar mencium tubuh putrinya dan mencubit lemah hidungnya.
Tak lama Aluna bergegas memasuki kamar mandi dengan riang. Disusul Wulan yang tiba-tiba mendatangi tuannya. “Maaf, Bu…”
“Iya, Lan?”
“Gini, Wulan mau izin pulang ke rumah.”
“Loh, ko dadakan Wulan?”
“Maaf, Bu—” Wulan sedikit menunduk dengan kekehan. “Soalnya tadi pagi Wulan di telpon Dendi. Itu loh Bu adik Wulan nomor dua. Dia mau ujian semester, jadi butuh uang buat daftar ulang gitu lah, Wulan teh gak paham…”
“Ppphhtt!”
Freya bangkit dengan kekehan saat mendengar seksama alasan pengasuh anaknya. “Kamu kan belum gajian, ada uangnya?”
“Alhamdulillah, ada Bu!”
Wulan terlihat sumringah, hal itu membuat Freya begitu bersyukur luar biasa. Dia bisa menyaksikan betapa banyak orang-orang yang seperti Wulan. Dengan ikhlas mereka bekerja untuk pendidikan saudara mereka.
“Sebenernya sih, kurang… Hehe!” Wulan cekikikan dengan menggaruk kepalanya. “Tadinya mau minjem Ibu, tapi… Bapak tadi malah ngasih Wulan amplop loh, Bu! Mana banyak lagi isinya…”
“Hah?”
Penuturan polos Wulan membuat kening Freya berkerut, melihat reaksi Freya, Wulan buru-buru melanjutkan alasannya. “Itu– Si Bapak teh bilang ke Wulan, makasi udah jaga Neng Aluna sama Daffa…”
Freya menatap sanksi pada pengasuhnya. “Kamu ada bilang sesuatu gak sama dia?”
“Sumpah demi Tuhan Ibu… Wulan teh gak ada ngomong apa-apa!”
Dengan logat khas-nya Wulan menjelaskan dengan raut wajah yang sudah pucat. Namun, Freya hanya bisa mendengus kasar. Walau jelas, Freya memiliki perasaan yang tidak enak setelah mendengar pengakuan pengasuhnya.
“Ya udah lah… Tapi, besok kamu balik lagi kan? Senin saya masuk kerja loh…”
“Tenang atuh Bu, pasti Wulan teh balik lagi!”
“Ya udah… Buruan nanti malah keburu malam!”
Freya meninggalkan Wulan dan membiarkan pengasuhnya itu berbenah dengan cepat. Di lain sisi, Freya mencari amplop dan kembali memasukkan sejumlah uang tunai untuk diberikan pada Wulan.
“Bu, Wulan pamit ya!” seru Wulan membut Freya bergegas keluar dari kamarnya.
“Oh, iya… Ini, Lan… Tambahan, siapa tahu mau ngasih si Mbok sekalian…”
“Masya Allah, Tabarakallah, Ibuuu…” Dengan wajah lucunya Wulan merespon haru atas kemurahan hati majikannya. “Wulan kan baru gajian minggu kemarin…”
“Gak apa-apa… Syaratnya, besok pulang!” Dengan berpura-pura mengancam Freya menepuk bahu Wulan.
“Issh, tenang atuh Bu, kan Wulan gak mungkin kabur!”
“Hahaha!”
Keduanya berakhir berkelakar sebelum Wulan benar-benar pamit pulang ke kampungnya yang hanya menghabiskan waktu dua jam dari sana.
***
Malam menjelang, Freya dan kedua buah hatinya tengah menikmati istirahat mereka dengan menonton salah satu serial kartun kesukaan kedua anaknya. Tak berapa lama, sayup terdengar suara seseorang mengucap salam di depan pekarangan rumah mereka.
Perumahan yang menjadi pilihan Freya dalam menyewa rumahnya adalah perumahan yang cukup sepi dengan sistem semi cluster. Hanya berisikan lima rumah dalam satu blok membuat pendengaran terasa awas di tengah hening malam saat seperti sekarang.
Freya kembali menajamkan pendengaran, dia semakin yakin ada orang di balik pagar rumah mereka. Ibu muda itu bangkit meninggalkan kedua putra putrinya yang tengah sibuk masing-masing dengan mainan barunya. Freya ingin memastikan kembali pendengarannya dan benar saja, saat dia mengintip di balik gorden jendela ruang tamu, terlihat siluet seseorang tengah membelakangi pagar rumahnya. Dengan hati-hati Freya keluar rumah dan berencana bertanya keperluan si pria asing itu.
“Maaf, nyari siapa ya?” tanya Freya lemah berusaha sopan.
Pria itu lantas segera berbalik badan, senyum sumringahnya jelas terbaca di wajah yang masih terlihat rupawan itu. Freya yang bisa dengan jelas menatap wajah si pria asing berdiri tegak mematung sulit mengucapkan katanya. ‘Adnan?’
“Assalamualaikum, Frey!” sapa Adnan dengan masih menunjukan senyuman manis yang khas dengan kedua lesung pipit di pipinya.
“Waalaikumussalam,” sahut Freya ketus saat menyadari kecemasannya. “Ada apa kamu kesini?”
‘Ya Tuhan, apa benar dia Freya Anindita, mantan istriku?’ batin Adnan memuji kecantikan istrinya setelah setahun mereka berpisah. ‘Perasaan dulu istriku ini gemuk, meski begitu aku tetap mencintai dia apa adanya. Lantas sekarang—’
Terlihat binar bahagia terpancar dari kedua netranya, sejenak dia memang terpesona akan penampilan Freya yang berubah drastis. Namun, sisi hatinya yang lain jelas membuat dia jengkel setengah mati. ‘Mengapa dia berubah setelah kita berpisah? Untuk siapa dia tunjukan kecantikannya ini?!’
“Jika tidak ada kepentingan silahkan pulang, kamu tidak diterima disini!” ucapan lantang Freya menambah rasa perih dalam benak Adnan. Pria itu mencibir lirih atas respon jahat mantan istrinya itu.
“Aku ingin bertemu dengan anak-anakku tentu saja!” jawab Adnan serius menatap dua manik bening mantan istrinya.
“Heh, kamu sungguh licik ternyata…”
“Hah?”
Kening Adnan mengerut mendengar cibiran sarkas mantan istrinya. Entah bagaimana, semenjak bercerai Freya menjadi wanita yang sangat kasar terhadapnya.
“Kamu memberikan uang suap pada Wulan dan mendapatkan alamat sini, kan?” Freya masih terus menyerang Adnan, dengan tubuh yang tidak bergeming di tempatnya. Wanita itu juga tidak berniat membukakan pintu untuk mantan suaminya.
“Heh… Kamu salah, aku memberikan gadis itu tulus sebagai ucapan terima kasih atas bantuannya menjaga anak-anakku!”
Sudah selama setahun, Adnan berusaha sabar dan memenuhi keinginan istrinya atas perceraian mereka yang tidak masuk akal ini. Namun, semakin lama dia semakin tersiksa. Pria itu jelas tidak bisa jauh dari istri dan kedua buah hatinya. Hidupnya benar-benar terasa hampa, semua kerja kerasnya seolah sia-sia entah untuk ditujukan pada siapa jika bukan untuk anak-anak dan istrinya.
Oleh karenanya, saat dalam perjalanan menjenguk anak-anak seperti biasa. Adnan mendapatkan ide untuk mencari keberadaan Freya. Akhirnya, dia berpura-pura mengatakan ada urusan. Di waktu bersamaan dia mengikuti Wulan saat mereka kembali pulang ke rumah ibunya.
“Apa kamu tidak mau membukakan pintu untukku, Frey? Dingin loh disini!” Adnan mengenyampingkan rasa sakit hatinya. Dia tetap harus teguh dalam pendiriannya menaklukkan kembali hati mantan istrinya itu.
“Heh… Kalau dingin, silahkan anda pulang sekarang!”
“Kamu tega banget sih, Frey!”
“Baba!!”
“Aluna?”
Pekikan Aluna disusul adiknya Daffa membuat Freya menoleh dengan wajah pucatnya. Berbanding terbalik dengan Adnan yang justru bahagia luar biasa. Dia merasa seolah tengah pulang kerja disambut oleh dua buah hati dan istrinya.
“Buna?” Aluna mendekat dan mendongak seolah meminta penjelasan. “Kok Baba gak dibukain pintunya?”
“Ehm…” Inginnya Freya ngotot menolak. Namun, melihat ekspresi penuh harap dari kedua anaknya membuat hatinya luluh juga. Ibu muda itu lantas membuang nafas kesal dan segera membuka pagar untuk mantan suaminya. Adnan terlihat tersenyum nakal menggoda mantan istrinya.
“Terima kasih, Buna!”
"Huh!"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Akira Pratiwie
msuk kepo mslahnya..smpai ada anak jdi korban broken home..pdhal ayahnya jg baik
2022-09-30
0
Shuhairi Nafsir
Freya kamu jangan jadi wanita yang bodoh dan lemah
2022-03-21
2
Nur hikmah
ayo pepet adnan....jgn mnyerah
2022-03-13
2