Di dalam kamarnya, Freya kembali menutup sepenuhnya wajah sumringahnya dengan bantal. Debar jantungnya masih tidak karuan. Dia terus terbayang kejadian saat keduanya sampai di depan rumah.
Beberapa jam sebelumnya…
Betapa mudahnya kau buat pipi merona, jantungku terpompa setiap kita berjumpa… Tak pernah ku rasa tak berdaya, tanpa bual kata-kata, hatiku terbaca hatimulah yang ku puja…
“Aku pulang dulu, Mas!” Freya menoleh dan pamit pada bosnya.
Bram ikut menoleh dengan tatapan penuh berjuta maknanya. “Frey…”
Keduanya kembali terdiam, ada hal yang tertinggal yang belum mereka selesaikan.
“Aku mencintaimu, aku mohon, terimalah perasaan tulusku!” Bram memberanikan diri menggenggam tangan Freya dan menciumnya perlahan. “Aku tidak ingin bermain-main dengan hubungan kita. Aku tidak ingin sekedar status kamu menjadi pacarku atau apapun itu… Aku hanya ingin kamu menjadi istriku!”
Debar jantung Freya begitu kentara, dia berharap Bram tidak mendengarnya di tengah kesunyian malam. Rasanya, dadanya juga ikut sesak saat penuturan pria yang memiliki tempat tersendiri di sebagian hatinya.
“Mas—” Freya kembali mencoba untuk menolak. Namun, mendadak hatinya nyeri saat kening Bram menyentuh permukaan kulit tangannya.
“Apalagi yang harus aku lakukan untuk meyakinkanmu, Freya…” lirih Bram terdengar parau.
Sakit rasanya, Freya mengatupkan bibirnya erat menutupi isak tangis yang mulai terdengar perlahan. Bram mendongak, tersadar wanitanya tengah terisak, perlahan dia menyapu air mata di wajah sendu itu.
“Aku tidak tahu harus seperti apa, ini terlalu mendadak. Terlebih—” Freya mencoba terbuka dengan perasaannya dan berbicara jujur di depan Bram.
Bram tersenyum seraya membelai perlahan pipi mulus Freya. “Kamu hanya perlu jujur pada perasaanmu…”
“Aku—” Freya kembali terbata, terlebih saat wajah Bram terasa semakin mendekatinya.
“Tak pernah aku merasa terpedaya seperti ini, Freya…” bisik Bram di depan bibir pucat wanitanya.
Jangan ditanya bagaimana kondisi jantung Freya. Wanita itu sontak menutup matanya dan merasakan deru nafas Bram yang seolah akan menyatu dengan deru nafasnya.
Wahai cinta beri pertanda, dengar kupu-kupu yang bicara, bisingkan dada, melantunkan nada asmara… Andai cinta setangkai bunga, takkan buat kau layu dan kecewa, kan ku jaga binar hatinya…
Freya mengangkat kembali bantalnya, matanya terbelalak saat kembali ingat hangat kecupan bibir Bram yang menghanyutkannya. “Aaarghh! Aku sungguh gila rasanyaaa…”
Freya kembali menutupi wajahnya dan terus menjerit dengan wajah yang masih terasa merona di kedua pipinya.
Di sisi lain kediaman Bram, pria itu tak ada bedanya. Dia memeluk gulingnya erat berharap itu wanitanya. “Aaaarrghh! Dia menerimanyaaaa!!”
Bram berguling kesana kemari di ranjang lebarnya, tak lama dia bangkit seraya menguar rambut lebatnya. “Ya Tuhan, apakah ini buah kesabaranku selama ini?”
Bram bangkit mendekati balkon kamar besarnya. “Freya… Aku sudah merindukanmu!”
Begitulah keduanya, diam-diam saling merindu dan menyebutkan nama masing-masing berharap bisa berjumpa dalam mimpi di lelap tidur keduanya.
Betapa murahnya kau buat hati merana, sesaat tak jumpa jantungku hilang irama, tak pernah ku rasa tak berdaya, tanpa bual kata-kata, hatiku terbaca hatimulah yang ku puja…
Bram menyambar ponselnya. “Sayang, aku rindu!”
[ Sayang, good night, sweet dream, honey, sweety, my baby! Aku sungguh tidak sabar pagi! ]
Freya membacanya dengan wajah yang sudah memerah sepenuhnya. “Aaaarrrgh!”
“Aku harus balas apa? Aku sungguh merasa ingin meledak!” pekik Freya tertahan merasakan kebahagian yang menguar di tiap nadinya.
Wahai cinta beri pertanda, dengar kupu-kupu yang bicara, bisingkan dada, melantunkan nada asmara… Andai cinta setangkai bunga, takkan buat kau layu dan kecewa, kan ku jaga binar hatinya…
***
Keesokan harinya…
Binar wajah Freya terasa berbeda membuat Wulan bahkan kedua putra putrinya merasa heran dengannya. Tak lama, Bram datang kembali menjemput wanita yang mulai saat ini telah sah berstatuskan wanitanya.
Terdengar ucapan salam membuat Freya menoleh dan bergegas menuju ke ruang depan. Setelah membalas salam, Freya menunjukkan diri dan membukakan pintu untuk pria yang kini berstatuskan pacarnya.
“Pagi bener, Mas?” goda Freya melayangkan senyuman manisnya.
“Semua karena rinduku yang sudah tidak bisa lagi aku bendung!”
“Preet!”
Freya mencubit bahu Bram perlahan, Bram terkekeh melingkarkan tangan memeluk perlahan dan mencium kening Freya sejenak. “Pagi, calon istriku!”
Wajah Freya kembali memerah seperti kepiting masak, dia tidak ingin kasmaran sendirian. Wanita itu membalas mengecup perlahan pipi kokoh kekasihnya. Bram mematung sejenak, dia membalas mencium mesra pipi Freya. Keduanya terhenti saat pekikan Daffa membuyarkan romansa mereka.
“Oom!” pekik Daffa sumringah.
“Pagi jagoan Oom!” Bram menarik tangannya dari rangkulan sebelumnya dan merentangkan keduanya meminta pelukan.
Freya begitu terharu, entah semesta mendukung hubungan keduanya atau memang pada dasarnya anak-anaknya suka berbaur dengan siapa saja, mereka seolah bisa menerima dengan baik keberadaan Bram di tengah hidup mereka.
Tak lama Aluna bergabung. “Om datang lagi ya, mau jemput kami?”
“Iya…” Bram melengkungkan senyuman terbaiknya menyambut calon anak sambungnya. “Om bawa sarapan. Kalian sudah sarapan belum?”
“Belum!” Keduanya kompak memekik menjawab pertanyaan Bram.
Freya membantu Bram membawa beberapa kantong yang berisikan bermacam-macam jenis makanan. “Banyak amat, mau hajatan?”
“Hahaha!”
Bram terbahak dengan sisi ceplas-ceplos Freya. Tak lama dia menatap lekat kesibukan di depan matanya. Tak terasa sudut matanya berembun, ini yang dicarinya selama ini, kehangatan sebuah keluarga utuh. ‘Terima kasih, Freya… Aku sungguh bahagia, teramat bahagia… Terima kasih kalian mengijinkanku merasakan kehangatan ini. Aku berjanji, aku akan terus berusaha membahagiakan kalian!’
***
Freya dan Bram sudah berada di pelataran parkir kantor. Bram berbalik menatap Freya. “Terima kasih!”
“Haish, ini terima kasih Mas yang kesekian!” rutuk Freya merasa bosan, dari awal keduanya keluar rumah, tak hentinya Bram berujar rasa syukur dan terima kasihnya.
“Hehe… Harap maklum, Nyonya… Kamu pacar pertamaku!”
Freya kembali merona, dengan cepat dia mencubit kedua pipi kekasihnya perlahan. “Aku sungguh beruntung mendapatkan perjaka, sedangkan kamu sendiri malah dapat janda!”
Bram tersenyum manis dan menyudutkan tubuh Freya. “Ga papa janda, aku suka!”
Pria itu menggesekkan hidung mancungnya dengan hidung Freya yang ala kadarnya. Tak lama, keduanya terdiam sejenak dengan deru nafas yang terasa memburu. “Mas—”
“Morning Kiss, Sayang…”
Freya tersipu dan pasrah tenggelam dalam sentuhan lembut kekasihnya. “I love you, Freya…”
“Balas gak, yaaa?”
“Kamu jahaaat!”
“Haha!”
Keduanya lantas turun bersama, di depan gerbang Freya memilih mempercepat langkah kakinya. Bram tak mau kalah, dia ingin seluruh kantor mengetahui status mereka, bahkan jika perlu seluruh dunia tahu bahwa keduanya kini telah sah menjadi sepasang kekasih. Melihat tingkah kekanak-kanakan kekasihnya membuat Freya berbalik badan dan menatap tajam Bram serta mengisyaratkan pria itu untuk tidak mengikutinya. Bram terhenti, dia menunjukan sederet gigi rapinya dengan menggaruk pelipis yang jelas tidak gatal.
“Pppfft!” Freya menahan tawa dan kembali melanjutkan langkah kakinya. ‘Aku sungguh tidak ingat, kapan Adnan membuat aku merasa dihargai seperti ini!’
Bersambung…
Credit of Song : Kupu-kupu by Tiara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Cetak Photommp
betul! laki egois yg buat tersiksa istri nggak pengertian lebh baik tinggalin..kasian istrinya tenanan batin terus
2022-08-07
2