Uji coba untuk Riana dimulai. Langit tersenyum sinis. Karena ia yakin, Riana pasti gagal dalam masa ini. Ia yakin, jika Riana pasti akan menyerah mengurus baby Ara. Langit yakin, jika Riana pasti tak akan sanggup menjaga Ara. Sebab, menurutnya, Riana adalah wanita malas. Tidak punya kasih sayang dan bodoh. Riana hanyalah gadis yang menginginkan uang keluarganya. Dia datang ke tempat ini hanya ingin memanfaatkan itu. Ya, begitulah pandangan miring tentang Riana di mata Langit.
Namun, sepertinya Langit salah. Pagi-pagi sekali, wanita cantik itu sudah mempersiapkan diri. Mempersiapkan semua keperluan baby Ara. Termasuk susu, baju dan makanan untuk gadis cilik itu.
Riana tak ingin gagal kali ini. Ia harus bertahan demi baby Ara. Ia harus kuat dengan hinaan dan cemoohan Langit. Untuk membuktikan pada pria arogan itu, bahwa dirinya pantas mengasuh Ara dengan kasih kasihnya. Dengan cinta sederhana yang ia miliki.
Kini, Riana sudah berdiri di dekat mobil dengan menggendong baby Ara. Sedang menunggu Langit yang saat ini sedang sarapan dan bercengkrama dengan istri tuanya.
Hadir rasa cemburu di hati wanita cantik ini, ketika melihat sang suami begitu sayang dan perhatian terhadap istri tuanya. Sedangkan dengannya, jangankan bercengkrama, berbicara dengan nada biasa pun tidak. Selalu membentak. Selalu menuduh. Tak jarang, Langit juga bersikap kasar dan mau menjatuhkan tangan kepadanya. Padahal, kesalahan yang ia lakukan, bisa dikatakan tidak terlalu berat. Namun, itu tidak berlaku untuk Langit. Salah tetap salah. Sekecil apapun masalah itu. Baginya, Riana harus tetap diadili.
Riana tak bisa berbuat apa-apa selain menerima dengan ikhlas perlakuan tak manusiawi itu. Baginya, kebahagiaan keluarga adalah prioritasnya. Pendidikan adiknya adalah tujuannya. Dan kini, tujuan hidupnya bertambah yaitu menjaga Ara dengan cinta dan kasih sayangnya.
Hampir tiga puluh menit ia berdiri di dekat mobil, menunggu pria itu menyelesaikan makan paginya. Tak lama kemudian, sang pria pun keluar. Tak ada perbincangan, Langit langsung masuk ke dalam mobil. Sedangkan Riana berjalan ke pintu penumpang bagian belakang. Namun belum sempat ia naik, Langit sudah membentaknya.
"Ke depan! Kamu pikir aku sopirmu!" Langit menatap tajam ke arah depan.
"Maaf!" ucap Riana seraya menutup kembali pintu mobil itu dan membuka pintu bagian penumpang yang Langit inginkan.
Dengan hati-hati, Riana pun masuk ke dalam mobil tersebut. Memakai seat beltnya dengan tenang. Lalu, Langit pun mulai menginjak pedal gasnya.
Suasana di mobil begitu mencekam. Langit dengan sikap dinginnya. Sedangkan Riana dengan sikap takutnya.
Tak sekalipun Langit menatapnya. Hanya sesekali ia melirik spion yang ada di sisi kiri Riana. Itu pun hanya pada saat dibutuhkan.
"Nanti kalo ditanya orang, bilang kamu adalah pengasuh Ara yang baru. Mengerti!" ucap Langit memperingatkan.
"Baik," jawab Riana singkat.
"Kalo orang nanya lagi, kenapa ikut ke kantor. Kamu jawab aja, ini adalah jadwal Ara imunisasi jadi sekalian. Syukur nggak ada yang nanya, jadi nggak bikin malu. Ngerti!" tambahnya lagi. Ketus seperti biasa.
"Baik," jawab Riana patuh.
Tak ada perbincangan lagi. Langit diam. Riana pun sama. Kedua insan ini sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Karena itu adalah cara mereka agar tak saling terlibat. Langit memang menjaga batasannya agar jangan sampai ia dekat dengan istri mudanya itu. Sedangkan Riana memang menjaga diri, jangan sampai membuat Langit marah.
Satu jam berlalu, akhirnya mereka pun sampai di kantor milik keluarga Langit. Pria ini turun terlebih dahulu dengan angkuhnya. Tak menunggu Riana yang saat itu kerepotan membawak barang-barang milik Ara.
Langit terlihat cuek. Terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Sedangkan Riana hanya fokus pada Ara dan juga barang-barang itu. Berjalan melangkah mengikuti langkah pria yang menurutnya sangat cepat itu.
Riana tak berani mengeluh. Mau bagaimanapun ini adalah resiko yang harus ia jalani. Dengan keteguhan hati, ia pun berusaha untuk menerima takdirnya.
Lift yang mereka tumpangi pun akhirnya berhenti di depan sebuah ruangan yang bisa dikatakan sangat mewah. Sejenak Riana terpana dan kekaguman Riana tertangkap oleh Langit. Sehingga membuat pria itu kembali merendahkannya.
"Kenapa? Kagum ya. Dasar orang miskin," celetuk Langit ketus.
Riana tak berani menjawab. Karena apa yang dikatakan Langit adalah benar. Dia kagum, sangat kagum. Karena ini adalah pertama kalinya ia melihat ruangan super mewah itu. Perihal miskin, Riana memang miskin. Ia tak memungkiri itu.
Riana segera menundukkan kepalanya. Menjaga pandangannya. Agar tak dihina lagi oleh Langit. Mulut pria itu sungguh tajam jika berbicara. Sehingga membuat Riana merinding.
"Kamu duduk di sofa situ dengan Ara, jaga yang bener. Awas kalo sampai terjadi sesuatu pada putriku, aku tak akan segan-segan melemparmu dari atas sini. Paham!" ancam Langit.
Riana hanya menjawab ancaman itu dengan anggukan. Tak banyak kata, ia pun menuruti perintah pria itu untuk bermain dengan Ara di sofa.
Ara tampak senang bermain dengan ibu tirinya itu. Sesekali gadis cilik itu terkekeh. Riana begitu telaten. Sesekali wanita ini membiarkan baby mungil itu belajar berdiri. Ia selalu siaga menjaganya. Tak di sangka, ketika Riana memancingnya untuk berdiri, baby itu berhasil. Spontan Riana pun bersorak girang.
"Mas! Dedek bisa berdiri!" seru Riana senang.
Tentu saja, sorakkan Riana mengalihkan perhatian Langit. Spontan pria ini mengambil ponselnya dan mengabadikan momen langka itu. Momen di mana Ara bisa berdiri untuk pertama kali. Berkat Riana, berkat wanita itu dengan telaten mengajarkan dan memancing Ara agar mau berdiri.
"Kok bisa? Kamu paksa dia?" tuduh Langit tiba-tiba.
"Nggak, Mas! Kayaknya dedek memang semangat berlatih. Coba lihat ini ... ihhh, cantiknya Tante pinter. Yuk diri yuk, diri yuk?" jawab Riana sembari memancing baby cantik itu untuk berdiri. Riana memberikan dua telunjuknya pada Ara sebagai pegangan. Kemudian setelah baby itu berdiri, pelan-pelan Riana melepaskan pegangan tangannya. Al hasil, Ara pun berdiri tegak sendiri. Gadis cilik itu tertawa riang. Membuat Langit tersenyum gemas. Pria tampan ini pun jadi ikutan tertawa. Tertawa bahagia. Membuat Riana tersenyum.
Sejenak Langit melupakan kebencian yang ia rasakan untuk wanita yang saat ini menjaga sang putri. Sebab, detik ini Riana memberinya sebongkah kebahagiaan. Yaitu berhasil menjaga Ara untuknya. Bahkan bisa mengajari sang putri berdiri.
"Apakah kamu tahu? Kalo udah bisa berdiri begini, biasanya berapa lama lagi ia bisa berjalan?" tanya Langit, kali ini dengan nada lembut. Sungguh, Riana tak menyangka jika pria itu akan berucap lembut seperti itu.
"Tergantung anaknya, Mas. Kalo misalnya dia sering dipancing berdiri, kitanya yang jaga telaten, nggak lama kok, besok juga pasti bisa Ara melangkah," jawab Riana.
"Ohhhh... gitu ya, tapi tolong jangan dipaksa ya. Kasihan dia!" pinta Langit.
Riana menjawab permintaan itu dengan senyum. Hanya senang saja. Ternyata Langit begitu mencintai putrinya.
Riana kembali fokus pada pekerjaannya menjaga Ara. Mengajak gadis cilik itu bercengkrama. Sedangkan Langit juga kembali ke kursi kebesarannya. Sesekali pria itu memerhatikan apa yang Riana lakukan terhadap sang putri. Hatinya sedikit tersentuh oleh kelembutan Riana menjaga Ara. Terlebih ketika Ara menangis. Dengan cepat Riana mencari tahu penyebab anak itu rewel. Tanpa marah, tanpa emosi. Riana tetap lembut dalam bertutur kata. Riana tetap sabar menghadapi putrinya. Membuat Langit merasa bersalah telah berburuk sangka pada wanita cantik ini.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Ma Em
Makanya Langit kamu tuh jgn sombong selalu menghina orang jgn mentang mentang kamu kaya, mulutmu itu hrs dijaga .
2024-07-15
0
lina
sudah mulai lunak tu hati kan?aku tunggu penyesalanmu
2022-08-19
0
Fhebrie
nah kan baru sebentar saja sdh mulai tersentuh apa lagi tiap hari tuh bakalan menyesal km telah membenci riana
2022-08-03
0