Tak ada pilihan lain bagi Langit selain menurunkan harga dirinya. Bagaimana tidak? Pada kenyataannya dia tak mampu menjaga sang putri sendiri. Ia membutuhkan bantuan seseorang untuk membantunya. Dan orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah Riana. Wanita yang dibenci oleh hati dan pikirannya.
Namun, sekali lagi, Langit tak memiliki pilihan lain. Selain mengambil keputusan itu. Menerima bantuan Riana.
Di dalam mobil, berkali-kali pria tampan ini menghela napas dalam-dalam. Ditatapnya gadis mungil yang kini ada di dalam dekapannya. Saat ini, Ara memang terlelap, tapi ketika bangun, gadis cilik ini selalu menangis. Entah apa yang salah. Langit tak mengerti.
Setengah jam berlalu, akhirnya Langit dan Ara pun sampai di kediaman mereka. Dengan hati-hati, Langit turun dari mobil membawa serta baby Ara. Sedangkan sang sopir pribadinya membawakan tas yang berisi perlengkapan baby Ara.
Di sisi lain, ada Riana yang melihat keadaan bayi itu tentu saja sedih. Miris. Bagaimana tidak? Baju ketika berangkat, dan ini sudah hampir jam sembilan malam, masih itu yang di pakai. Entah pokoknya diganti apa tidak, Riana tidak tahu.
Tak terasa, air mata wanita ayu itupun menetes begitu saja. Sedih rasanya. Sebagai seorang wanita, tentu saja naluri keibuannya bangkit ketika melihat seorang bocah yang masih membutuhkan perawatan seseorang, menjadi korban oleh keegoisan orang tuanya.
Hanya karena benci pada seseorang, dengan dirinya. Pria itu rela mengorbankan apa yang diperlukan oleh sang putri. Tapi mau bagaimana lagi, Riana tak punya kekuatan untuk melawan.
Di dalam kamar, wanita ayu ini menghapus pelan air matanya. Sepertinya rasa kasihan yang menyerang sanubarinya untuk Ara begitu besar. Sehingga air mata itu terus meluncur begitu saja. Tak mau berhenti. Bahkan semakin deras dan deras. Terlebih ketika ia mendengar tangisan bayi itu sekarang. Hatinya serasa teriris.
Ingin rasanya Riana masuk ke kamar Langit. Jika diizinkan. Untuk merawat bayi itu. Untuk menenangkan bayi itu.
Sungguh, jika boleh jujur. Riana menunggu Langit memanggilnya. Memintanya untuk merawat baby Ara. Di depan matanya kalau perlu. Asal diizinkan saja.
Riana tak henti-hentinya berdoa. Agar Tuhan membolak-balikan hati pria keras kepala itu. Agar mengizinkannya merawat Ara. Riana tidak meminta selamanya. Setidaknya sampai Lani, pengasuh Ara kembali ke sini.
Ternyata Tuhan maha baik padanya. Selesai ia mengucap doa, pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Yang tak lain dia adalah Minah. Salah satu asisten rumah tangga di rumah tersebut.
Dengan cepat Riana menghapus air matanya dan membuka pintu itu untuk Minah.
"Ada apa, Bi?" tanya Riana pada Minah.
"Anu, Non. Aden minta Non ke kamarnya," ucap Minah memberitahu.
Tanpa banyak bertanya, Riana pun menganggukkan kepalanya. Dia sudah paham dan mengerti apa yang Langit inginkan darinya. Dan Riana sama sekali tak keberatan dengan itu. Justru ia senang. Karena dia bisa melihat dan merawat sendiri bayi itu. Riana ingin sekali menenangkannya dari tadi. Wanita ini ingin membuat gadis itu merasa nyaman. Merasa aman. Dalam asuhannya. Dalam dekapannya.
Tak menunggu waktu lagi, Riana pun segera berlari kecil menuju kamar di mana Langit memintanya untuk datang. Dengan debaran jantung yang susah di kendalikan, Riana pun memberanikan diri mengetuk pintu kamar itu.
Dari dalam terdengar seseorang memintanya untuk masuk. Riana pun membuka pelan pintu itu. Lalu ia pun melongokkan kepalanya. Dan empunya kamar malah membentak nya.
"Cepat ke mari! Kamu buta ya! Nggak lihat dia terus menangis! Dasar bodoh!" Langit menatap marah pada Riana.
Riana tak mampu membalas. Sebab berdebat apa lagi bertengkar dengan Langit bukanlah tujuannya. Dengan cepat, wanita cantik ini pun langsung meminta Ara dari gendongan sang suami.
"Sayang, Sayang, ini Tante, Nak. Cupppp.... anak manis," ucap Riana sembari menggoyang-goyangkan tubuh mungil gadis cilik yang kini ada di dalam dekapannya.
Sedetik kemudian Riana mencium bau tak sedap dari pantat bocah cilik ini. Sepertinya dia buang air besar.
"Mas, bolehkah aku bawa dia ke kamarnya. Sepertinya dia buang air besar," ucap Riana meminta izin.
"Benarkah? Baiklah mari kita bawa dia ke sana!" jawab Langit, masih dengan sikap angkuhnya.
"Iya," jawab Riana lembut.
Setelah mendapatkan persetujuan dari pria angkuh ini. Riana langsung menggendong tas baby yang berisi perlengkapan bayi yang kini ada di dalam gendongannya. Serta membawa bocah cantik ini ke kamarnya. Sebab di sana lah apapun yang Ara butuhkan tersedia.
Sesampainya di kamar Ara, Riana lansung menyiapkan air hangat untuk merawat bocah cantik ini. Membersihkan tubuh mungil itu dari kotorannya. Lalu mengelap seluruh tubuh Ara, agar keringat yang menempel di tubuh gadis mungil itu hilang.
Sesekali, Riana juga mengajak si baby bercengkrama. Sehingga terjalin keakraban di antara keduanya. Sedangkan Langit hanya berdiri, memerhatikan apa yang sang istri kerjakan.
Riana telah selesai membersihkan dan menganti popok serta baju gadis cilik itu. Kini bocah itu tak rewel lagi. Tetapi perutnya sangat tipis. Seperti belum di kasih makan seharian.
"Maaf, Mas. Apakah adek sudah makan?" tanya Riana pelan. Hampir tak terdengar. Sebab ia memang takut dengan Langit.
"Dia rewel seharian. Mana mungkin dia bisa makan," jawab Langit asal. Tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Dasar!kenapa ada pria seperti ini? Putrinya tidak makan seharian, bisa-bisanya dia santai begini. Batin Riana gemas.
"Oh, bolehkah saya kasih adek makan, Mas? Sepertinya dia lapar," ucap Riana meminta izin.
"Oke! Kasih saja!" jawab Langit enteng.
Riana tak mempermasalahkan sikap angkuh Langit padanya. Baginya yang terpenting saat ini hanyalah Ara. Ya hanya Ara. Karena gadis cilik itu adalah tanggung jawab yang dipercayakan oleh Nana dan Dayat kepadanya. Riana tak punya pilihan lain selain mengalah untuk menang pada Langit. Yang terpenting baginya hanyalah bisa merawat Ara. Dengan kasih sayangnya. Dengan cinta kasihnya. Dan dengan kesungguhannya.
Makanan pendamping yang telah ia siapakan untuk Ara pun akhirnya siap. Dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, wanita ayu ini pun menyuapi gadis cilik itu. Ara pun pintar. Dia sangat-sangat lahap. Sepertinya gadis cilik ini memang benar-benar lapar.
"Ya Tuhan, Sayang. Kasihan sekali kamu. Lapar ya, Nak?" Riana masih menyiapkan makanan pendamping itu. Sedangkan Ara terus saja menerima suapannya. Sepertinya gadis cilik ini sangat-sangat lapar. Sedangkan Langit, meninggalkan mereka untuk membersihkan diri. Tetapi ia tetap meminta Minah untuk mengawasi Riana. Sebab ia memang tidak percaya pada wanita itu.
Selesai menyuapi Ara, Riana segera membersihkan bekas makan gadis cilik itu dari mulutnya. Memberinya minum air putih dengan sendok. Ara terlihat begitu menggemaskan saat bersama Riana. Begitu anteng. Sepertinya gadis cilik itu memang nyaman bersama ibu tirinya.
Beberapa jam berlalu, setelah selesai makan dan bercanda dengan ibu tirinya akhirnya, Ara pun menguap. Seperti gadis ini lelah dan mengantuk. Dengan penuh kesabaran, Riana pun kembali menimang gadis cilik itu sampai tertidur dalam dekapannya.
Lalu, setelah merasa gadis cilik ini telah terlelap, Riana pun membawanya ke kamar Langit. Meminta pertimbangan serta keputusan pria itu. Apakah Ara boleh tidur di tempatnya atau meninggalkan gadis cilik itu di kamar pria itu. Sebab tak mungkin baginya untuk meninggalkan gadis manis ini seorang diri.
Sesampainya di depan kamar Langit, Riana memberanikan diri menengetuk pintu itu. Dan dari dalam, terdengar suara langkah kaki mendekati pintu di mana Riana berdiri saat ini.
"Mas, adek sudah bobo. Mau ditidurin di mana?" tanya Riana lembut.
"Bawa masuk aja," jawab Langit singkat.
Riana menuruti perintah pria ini. Tanpa berpikir macam-macam. Wanita cantik berambut panjang ini pu membaringkan Ara di kasur king size milik Langit. Setelah itu pun menyusun bantal untuk menjaga baby cantik itu, agar tidak terjatuh ketika ia bergerak nanti. Intinya bantal-bantal itu adalah pelindung untuk Ara.
"Sudah, Mas!" ucap Riana bermaksud pamit.
"Hemm," jawab Langit singkat.
Riana pun membalikkan tubuh, berniat pergi meninggalkan kamar Langit. Namun, baru beberapa langkah, Langit kembali memanggilnya.
"Hay, kamu!" panggil Langit. Riana menghentikan langkah dan membalikkan badan serta menatap pria yang memanggilnya dengan tatapan teduh.
"Kamu tahu kan orang tuaku menginginkanmu mengasuh putriku. Oke, aku tidak keberatan. Tapi aku perlu menguji kesungguhanmu. Baru aku bisa memeprcayaimu. Bagaimana?" tanya Langit, terdengar seperti permintaan. Tetapi mengandung alibi. Mungkin untuk menutupi rasa gensinya.
"Baiklah. Terserah masnya saja. Saya ngikut," jawab Riana.
"Oke, mulai besok kamu dan Ara ikut ke mana pun aku pergi. Aku hanya mau melihat kesungguhanmu menjaga Ara. Setelah itu aku akan putuskan, apakah kamu memang pantas mengasuh Ara atau tidak," ucap Langit lagi.
Riana hanya mengangguk pelan. Menyetujuinya permintaan aneh itu. Tak ada pilihan lain. Bagi Riana, apapun keputusan Langit adalah titah untuknya. Selain itu, tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Riana hanya tak ingin membuat hidupnya lebih rumit.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Fhebrie
klo km bawa riana kemanapun pergi yg ada km bakalan jatuh cinta langit... ogeb banget sih
2022-08-03
0
Lulu ar
boom like kak Rini
2022-02-18
0
R⃟ Silu ✰͜͡w⃠🦃🍆(OFF)
lanjut
2021-12-17
0