Riana menyadari tak ada seorang wanita pun yang ingin diduakan. Termasuk Yuta. Apa lagi beliau dalam keadaan sakit seperti itu. Tetapi mau bagaimana lagi? Ia sudah menyepakati berbagai hal dengan kedua calon mertuanya. Riana tidak bisa main-main soal itu. Sebab ini menyangkut masa depan keluarganya. Masa depan adiknya dan juga kesembuhan bocah tersebut.
Dalam hati Riana berjanji akan menjaga batasannya untuk menjaga fisik dan juga perasaan Yuta sebagai istri tua. Ia juga berusaha memaafkan apa yang Yuta katakan waktu itu. Riana tahu jika itu adalah bentuk sakit hati yang wanita itu rasakan terhadap keadaan yang tidak ia inginkan.
Di sudut ruang yang gelap, kembali Riana merenungkan apa yang terjadi di rumahnya hari ini. Detik demi detik masa yang telah ia lewati kembali terlintas di dalam pikirannya. Bukan hanya masa yang ia lewati yang terlintas. Ketakutan akan janji yang pernah ia ucapkan pada sang kekasih untuk setia, terpaksa harus ia ingkari karena keadaan yang menghimpitnya. Riana terpaksa melukai hati-hati yang seharusnya ia jaga. Tetapi sekali lagi, ini bukan inginnya. Ini bukan kehendaknya. Hanya ucapan maaf dan maaf yang bisa ia ucapkan untuk hati-hati yang saat ini terluka karenanya.
Malam semakin larut, namun mata gadis ini masih belum mau terpejam. Pikirannya masih setia berputar ke sana ke mari. Mengganggunya. Menggerogoti relung-relung hatinya. Sehingga menghadirkan dilema yang luar biasa.
Riana menatap intens pada rembulan yang kini menemani malamnya. Berharap sosok itu akan mengerti isi hatinya. Berharap rembulan yang kini menatapnya, mau mengerti keadaannya. Paham akan pilihannya. Gadis ini menangis dalam diam, nyata hatinya masih bertolak belakang dengan pilihannya saat ini.
***
Keesokan harinya...
Sebuah mobil CR-V berwarna putih telah parkir manis di depan rumahnya. Riana tahu jika mobil tersebut hendak menjemputnya. Sebab hari ini, dia dijadwalkan fitting baju pengantin bersama sang calon suami.
Di dalam mobil tersebut sudah ada Langit dengan wajah kesal. Riana tahu jika pria itu pasti kesal padanya.
“Selamat siang, Mas!” sapa Riana.
Langit diam, tak menjawab sepatah kata pun sapaan gadis itu. Bukan hanya itu, langit juga tak melirik sedikit pun gadis cantik yang ada di sebelahnya. Ia langsung menginjak pedal gasnya dan melajukan kendaraannya di tempat tujuan.
“Maaf, Mas! Saya tidak bermaksud untuk...” belum sempat Riana menyelesaikan ucapannya, Langit sudah memberikan tatapan yang siap menelannya.
“Berapa keluargaku membayarmu untuk menjadi istriku?” tanya Langit langsung pada pokok permasalahan yang kini membuatnya ingin melempar gadis yang ada di sebelahnya ini.
Riana diam. Sebab, pada kenyataannya dia memang dibayar. Di dalam surat perjalanan yang ia tanda tangani bersama kedua orang tua Langit, di sana ia menulis, Dia siap menikah dengan putra mereka apa bila sang ayah dibebaskan dari segala hutang piutang yang ayahnya tanggung.
“Maaf, bolehkan kita membahas perihal yang lain! Misalnya.... “ Riana menatap Langit. Sedangkan Langit malah tersenyum sinis kepadanya. Membuat Riana langsung menundukkan kepalanya karena malu.
“Aku sudah tahu berapa nominal yang kamu minta pada orang tuaku. Kamu pasang tarif juga ya ternyata!” ucap Langit lagi. Bermaksud meremehkan.
Riana kembali diam, sebab ia tahu, bahwa pria yang ada di sebelahnya hanya ingin merendahkannya. Ia pun tahu diri. Karena sebenarnya dia memang dibayar untuk ini.
“Jaman sudah edan, apa pun akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Hah, baiklah terserah kamu saja. Yang penting kamu tahu diri saja. Jangan pernah berteriak tentang hakmu padaku! Karena kamu sudah mendapatkannya sebelum kita menikah. Dan satu lagi, jangan pernah bermimpi aku akan menghargaimu sebagai istri, karena aku tak pernah menganggap dirimu adalah bagian dari hidupku. Ada atau tidaknya dirimu di rumahku itu sama sekali tak berpengaruh buatku, buat istriku, apa lagi untuk putriku. Mengerti!” ucap Langit, santai namun bagi Riana, ucapan itu sangat menyakitkan. Karena mengandung beberapa jarum dan kini jarum tersebut telah sukses menusuk ke jantung hatinya.
Riana masih diam, masih menundukkan kepalanya. Gadis cantik ini tidak tahu bagaimana caranya ia membela diri di depan Langit. Ia juga tak tahu, bagaimana menjelaskan masalah yang sedang ia hadapi pada pria ini. Agar sang calon suami mengerti, bahwa sebenarnya ini juga tak mudah untuknya.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya mereka pun sampai di sebuah butik yang sangat mewah. Riana terheran-heran. Apakah tidak salah, Langit membawanya ke tempat semewah ini. Bukankah di dalam surat perjanjian mereka pernikahan ini hanya akan ada akad nikah. Bukan resepsi mewah.
“Mas, apakah benar ini tempatnya?” tanya Riana, takut salah.
“Kenapa? Kamu senang ya, akhirnya dapat suami kaya raya?” ledek Langit, kembali bermaksud menghina Riana.
“Bukan itu maksud, Ria. Bukankah pernikahan kita hanya akad, jadi nggak perlu baju sebagus itu kan?” tanya Riana lugu.
“Heh, dasar wanita ular. Pandai sekali kamu bersandiwara di hadapanmu. Bukankah ini yang kamu inginkan!” Langit tersenyum sinis.
“Demi Tuhan, Mas. Dia juga nggak ingin ini terjadi. Percayalah!” ucap Riana sungguh-sungguh.
Langit malah tertawa. “Kamu mau berbohong sama siapa? Nyatanya kamu langsung mau begitu orang tuaku menawarimu sejumlah uang. Penjilat tetap saja penjilat. Di mataku, pelacur di luaran sana jauh lebih berharga dibandingkan denganmu. Jadi jangan banyak membela dirimu sendiri, semakin kamu membela, aku semakin muak dan jijik. Sebaiknya kamu turun dan coba baju yang sudah ibuku siapkan untukmu. Pulang naik taksi saja, aku bukan sopirmu!” ucap Langit sengit. Tak ingin banyak bicara, Langit pun segera turun dan berjalan memutar serta membuka paksa pintu mobil di mana Riana berada. Dengan kasar pria ini pun menarik tangan Riana dan mendorong kasar wanita ini.
Seakan tak melakukan apa pun, Langit pun langsung kembali masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Riana sendirian di depan butik, di mana seharusnya ia melakukan fitting baju.
Riana tak bisa mencegah Langit, sebab sejatinya ia pun takut pada pria itu. Kata-katanya begitu kejam. Sangat menyakitkan. Apa lagi saat Langit mengatakan, bahwa pelacur lebih berharga dibandingkan dirinya. Rasanya, kata yang Langit ucapkan itu seperti belati yang kini menantap tajam di dalam sanubarinya.
Lagi-lagi, Riana hanya bisa pasrah. Hanya bisa diam menerima perlakuan orang-orang yang tak Mei mengerti tentangnya. Yang hanya menatapnya sebelah mata. Namun, sekali lagi, ini adalah pilihannya. Mau tak mau ia harus tetap menjalaninya. Apa pun itu, Riana harus tetap melangkah. Demi orang tuanya, demi orang-orang yang bisa menyelamatkan sang ayah dari hutang-hutang itu. Dan Riana iklhas, karena ia yakin, apa pun yang terjadi padanya saat ini semua pasti kehendak Illahi. Riana yakin itu.
Bersambung....
Ditunggu like dan komen kalian ya🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Fhebrie
nanti aku akan tertawa di saat langit jd bucin sm riana
2022-08-03
0
Winarti 151
sedih hatiku bcanya nyesek ..semoga nti langit bucin nyungsep .biar aku ketwa ..sabr y Ria ..😢
2022-06-28
0
Zabdan N Iren
don't judge someone by ITS cover
2022-06-10
0