Beberapa hari berlalu sejak kejadian itu, Riana memilih berdiam diri di kamar. Melakukan aktivitasnya di belakang rumah. Seperti perintah Yuta dan Langit.
Tak sekalipun wanita ini menginjakkan kakinya di rumah utama. Tentu saja karena ia tak ingin membuat kedua orang pemilik rumah ini marah. Mau bagaimanapun, Riana sangat paham posisinya di rumah ini.
Siang itu seperti biasa, Minah, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja pada Yuta dan Langit sedang kerepotan menyretika baju. Tapi beberapa kali Yuta berteriak memanggilnya, sehingga mau tak mau ia harus bolak-balik mematikan setrikaannya.
"Ya Tuhan kalo begini kapan selesainya? Bukankah sudah ada suster yang menjaganya. Ampun, deh! nyonya-nyonya," ucap Minah, mengeluh.
"Ada apa, Bi? Apakah mbak Yuta kesakitan lagi?" tanya Riana pelan.
"Mungkin, Non. Maaf saya tinggal dulu ya!" jawab Minah terburu-buru.
Merasa kasihan terhadap Minah, Riana pun berinisiatif membantu wanita tersebut menyelesaikan pekerjaannya. Menyetrika beberapa baju milik Langit dan Yuta.
Tidak apa, dari pada tidak melakukan sesuatu yang berguna. Lebih baik seperti ini. Diam-diam membantu. Yang penting tidak ketahuan Yuta, apa lagi Langit. Jangan sampai, pikir Riana. Bisa ngamuk lagi dia. Bisa kena hajar lagi nanti.
Riana tersenyum kecut mengingat hal itu. Bagaimana tidak? Pernikahan ini bukan hanya Langit yang tidak ingin. Dirinya pun. Tetapi, mengapa Langit begitu tega menutup mata. Seolah, pernikahan ini adalah salahnya.
Riana terus saja tenggelam dalam lamunan. Sampai ia tidak menyadari bahwa baju yang saat ini sedang ia setrika gosong. Sehingga menimbulkan bau yang menyengat.
***
Di sisi lain, Minah sedang berlari tergopoh-gopoh, sebab ia mencium aroma yang kurang sedap. Seperti bau sesuatu yang terbakar.
Spontan, wanita paruh baya ini pun teringat bahwa tadi dia sedang menyetrika. Tetapi, seingatnya ia sudah mencabut gosokan tersebut. Seharusnya aman.
Namun, sesampainya di ruang laundry, Minah di kejutkan oleh Riana yang sedang melamun, sampai tak menyadari bahwa baju yang sedang ia setrika hangus.
"Astaga, Non! Baju aden!" seru Minah mengejutkan.
Seketika Riana pun tersadar bahwa ia telah melakukan kesalahan. Kesalahan yang mungkin bisa disebut fatal.
"Ya Allah, Astaghfirullahalazim... Ya Allah, matilah aku!" pekik Riana.
Riana langsung mencabut sambungan kabel itu. Lalu ia segera mengkibas-kibaskan baju itu. Namun percuma, kemeja itu sudah terlanjur bolong. Riana hanya bisa terduduk lesu.
"Matilah sekarang aku, Bi," ucap Riana takut.
"Udah, Non. Jangan takut, Bibi juga pernah gosongin baju aden. Aden nggak akan marah kok," jawab Minah mencoba menenangkan Riana.
Sayangnya, posisi Riana dan Minah berbeda. Jangankan melakukan kesalahan, tidak melakukan pun Riana kena marah. Sebab pada dasarnya, di hati Langit terdapat kebencian yang dalam terhadap dirinya.
"Bibi tidak tahu, aku takut, Bi!" ucap Riana, mata wanita ayu itu terlihat berkaca-kaca. Sepertinya ia memang ketakutan.
"Nanti biar, Bibi deh yang ngakuin kalo aden marah. Udah jangan takut lagi," ucap Minah sembari memeluk Riana yang saat ini gemetar ketakutan.
Namun sayang, perbincangan mereka di dengar langsung oleh Langit yang tak sengaja melintas. Dia yang penasaran, tentu saja langsung masuk ke dalam ruang laundry tersebut.
"Ada apa ini?" tanya Langit tanpa basa basi.
"Em, itu, Den. Anu, itu, saya ...." jawab Minah terbata-bata. Sedangkan Riana langsung berdiri sembari memeluk kemeja Langit yang rusak karenanya. Wanita ayu ini hanya tertunduk takut.
"Itu anu itu anu, ada apaan?" desak Langit tak sabar.
"Sa-sa-saya gosongin baju, Aden. Maaf!" ucap Minah sembari merebut kemeja yang ada di pelukan Riana.
Sedangkan Riana yang tak mau kesalahannya ditanggung orang lain, tentu saja tetap berusaha mempertahankan kemeja tersebut. "Jangan, Bibi!" cegah Riana.
"Nggak apa-apa, Non. Kan memang saya yang salah," jawab Minah masih kekeh hendak merebut kemeja itu.
"Kalian apa-apa sih? Kenapa emang? ada apa?" cecar Langit emosi.
"Itu Den, anu, saya gosongin baju Aden lagi. Maaf, Den," ucap Minah berbohong.
Langit diam. Sebab dia tahu asisten rumah tangganya berbohong.
"Tidak, Mas! yang salah saya. Saya yang ngrusakin kemeja masnya," jawab Riana jujur.
Langit tersenyum sinis. Spontan pria ini pun naik pitam.
"Keluar kamu, Minah!" pinta Langit dengan tatapan siap menghajar siapapun.
Terang saja, Minah langsung merinding takut. Ia pun langsung melepaskan pegangan tangannya dengan Riana. Sebenarnya kasihan, tetapi ia juga tak kuasa melawan lagi.
"Keluar Minah! Jangan drama di depanku!" pinta Langit lagi.
Sekarang Minah tak bisa berbuat apapun selain menuruti perintah pria menyeramkan itu. Sedangkan Riana masih menuduk takut.
Langit menatap wanita itu tajam. Lalu dengan kasar ia pun merebut kemeja miliknya itu. Melihatnya dengan tatapan penuh amarah.
"Heh, sudah kubilang, jangan sentuh barang-barangku! Kamu tu!" Langit terlihat sangat geram. Tak banyak bicara, pria ini pun kembali menarik tangan Riana dan membawanya ke kamar mandi.
"Mas, Mas, ampun, Mas!" pinta Riana memohon.
Tak ada ampun, Langit terlanjur marah. Dengan kasar, pria ini pun kembali mendorong tubuh kurus Riana hingga jatuh tersungkur.
"Aagghh!" Riana menjerit kesakitan.
"Ampun, Mas!" jerit Riana lagi. Langit terlihat mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia menghajar wanita ini. Namun, ia mengingat Zaahra, putri semata wayangnya. Andai dia tak mengingat gadis itu, mungkin Langit sudah menginjak Riana.
"Ampun Mas!" pinta Riana lagi.
Langit tak menghiraukan permintaan wanita menjengkelkan ini. Ia pun langsung menutup dan mengunci pintu kamar mandi itu. Membiarkan Riana meringkuk sendirian di kamar mandi.
***
Keesokan harinya....
Riana masih meringkuk kedinginan di kamar mandi. Sepertinya Langit belum membebaskan hukumannya. Terbukti saat ini ia masih santai mengunyah makanan yang tersaji di depannya.
Ingin Minah mengingatkan perihal Riana yang masih terkurung di kamar mandi. Tetapi ia takut, sebab Yuta juga sedang bermanja-manja dengan sang suami.
"Jangan malam-malam, aku mohon!" pinta Yuta sembari bergelut manja di lengan Langit.
"Nggak bisa, Mam. Hari ini Papi ada rapat, nanti kalo Papi dipecat gimana?" tolak Langit lembut.
"Ck, Papi maaaaa.... selalu begitu." Yuta kembali merajuk. Sedangkan Langit hanya tersenyum. Untuk meredakan kekesalan sang istri, Langit pun memberikan kecupan mesra di bibir sang istri.
"Jeleknya kalo merajuk. Nanti selesai rapat, Papi langsung pulang deh! Papi janji," ucap Langit sembari memberika kelingkingnya pasa sang istri. Tentu saja, dimanja seperti itu, membuat Yuta senang bukan main.
"Oiya, Pap. Mama sama papa mau keluar negeri, kayaknya Zahra bakalan pulang hari ini. Yeeee, ketemu Zahra!" ucap Yuta sembari bersorak gembira.
Mendengar kabar orang tuanya mau datang, seketika Langit pun tersedak. Sebab ia ingat bahwa dia telah mengurung Riana dan belum mengeluarkannya.
Spontan Langit pun beranjak dari tempat duduknya dan berlari ke rumah belakang. Di carinya kunci yang lupa ia taroh di mana.
"Minah!" teriak Langit.
Dengan tergopoh-gopoh, Minah pun berlari mendekati sang majikan.
"Di mana kunci kamar mandi itu?" tanya Langit.
"Tidak tahu, Den. Kan Aden yang bawa waktu itu," jawab Minah apa adanya.
Langit menatap Minah. Yang kini juga menatapnya takut. "Astaga, awas!" Langit geram.
Tak ingin dibuat pusing dengan kunci, Langit pun langsung mendobrak pintu kamar mandi itu. Beberapa kali ia mencoba, namun gagal.
"Sial!" umpatnya kesal.
"Mungkin Aden taroh di kamar kuncinya," ucap Minah gemetar.
"Bisa jadi, coba kamu lihat di nakas ranjang!" jawab Langit. Tak menunggu waktu lagi, Minah pun segera berlari mencari kunci tersebut.
Beruntung, kunci itu memang ada di nakas ranjang Langit.
"Ini, Den!" ucap Minah.
Langit pun mengambil kunci dan membuka pintu tersebut. Betapa terkejutnya kedua anak manusia itu. Melihat Riana yang mengigil kedinginan dengan wajah pucat pasi.
Namun tak ada rasa iba sedikitpun di hati Langit. Pria ini malah semakin egois.
Ia melangkah dan mendekati Riana yang saat ini sedang mengigil ketakutan sembari memeluk lututnya. Tanpa ada rasa kasihan sedikitpun, Langit kembali mencengkeram kedua pipi Riana dan berkata, "Hari ini, orang tuaku mau datang. Awas kalo kamu berani bicara malam-malam. Tanggung sendiri akibatnya!" ancam Langit kesal.
Riana hanya diam. Sedangkan Minah berusaha keras menyembunyikan air mata kesedihannya. Langit sungguh kejam. Seperti bukan Langit yang Minah kenal.
"Urus dia, Minah. Kasih makan sama obat. Jangan biarkan dia keluar kamar sebelum mama dan papa datang!" pinta Langit sembari melepas kasar cengramannya dari pipi Riana.
Tanpa menjawab, Minah pun langsung membantu Riana berdiri. Sedangkan Langit pergi tanpa kata.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Ma Em
Riana kamu jgn diam saja lawan Langit meskipun dia suamimu kalau sdh diluar batas jgn biarkan Langit berbuat semaunya.
2024-07-15
0
iyel
ya ampunnnn teganya 😞😞😞😞
2022-12-21
0
Fhebrie
semoga penderitaan yang riana ga lama thor kasihan
2022-08-03
0