"Baik, saya akan jaga adek sebagai babysitternya," jawab Riana lembut. Sembari memfokuskan diri untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Keputusan bagus! Dari pada kamu susah-susah cari pelanggan. Oiya, aku penasaran, berapa tarif kamu selama kamu melayani para tamumu?" tanya Langit lagi.
Kembali Riana merasa hatinya teremas. Jantungnya serasa mendapat hujaman ribuan pisau. Sakit sekali rasanya. Sampai napas pun tak bisa lega. Entahlah, pertanyaan Langit nyatanya sanggup membuatnya terguncang.
Namun, Riana masih berusaha tersenyum. Lalu ia pun menjawab, "Rahasia," jawabnya dengan senyuman sekilas.
"Jadi bener, selama ini kamu jualan ya?" tanya Langit lagi.
Ya Tuhan, aku harus jawab apa? tanya Riana pada hatinya. Tak mungkin baginya untuk menghindari pertanyaan itu. Langit sudah terlanjur berpikiran buruk tentangnya. Tak ada salahnya mengikuti alur. Toh, sebesar apapun dia membela diri, dia tetap buruk di mata Langit. Karena pada dasarnya, pria itu memang tidak menyukainya dan terlanjur berpikiran buruk tentangnya.
"Angap saja begitu," jawab Riana sembari merapikan perlengkapan milik baby Ara.
"Ohhh, oke tak masalah. Aku hanya penasaran, bagaiamana caramu menjajakan dirimu. Ada mucikarinyakah atau via online, atau di jalan-jalan begitu?" Agaknya Langit masih penasaran dengan perjalanan hidup Riana yang ia ketahui adalah mantan pekerja **** komersial. Entah ia dapat info dari mana itu semua. Atau mungkin hanya menebak. Mengingat Riana mau menikah dengannya dengan bayaran yang bisa dibilang fantastis.
"Via online," jawab Riana singkat.
"Oh, hebat juga kamu ya. Jadi selama kamu di sini, nggak terima-terima tamu lagi. Atau masih dan sembunyi-sembuyi?" Langit seperti tidak bisa membaca raut wajah kesakitan Riana. Ia terus saja ingin menuntaskan rasa pensarannya.
"Tuan dan nyonya sudah membayar saya untuk menjadi pelayan anda. Selama anda menginginkan saya di sini, maka itu adalah jam kerja saya. Saya tidak diizinkan untuk mengambil job lain," jawab Riana. Kali ini Riana tak sanggup lagi meneruskan perbincangan ini.
Hatinya sudah tak mampu lagi menampung pertanyaan dan tuduhan yang Langit tujukan padanya. Riana memilih menghindar dan melakukan pekerjaan lain. Setidaknya pekerjaan lain bisa menghibur hatinya yang lara oleh pemikiran Langit tentangnya.
Di dalam kamar sempit miliknya, Riana sedikit mengeluarkan air matanya. Agar sesak yang ia tahan sedari tadi bisa keluar dan hatinya bisa sedikit lega. Setidaknya itulah yang saat ini bisa ia lakukan. Ternyata pernikahan yang di dasari oleh materi memang menyakitkan. Terlebih tidak ada kerelaan dari salah satu pihak.
Sekali lagi, Riana berusaha tetap berpikir positif. Selama ia melakukan sesuatu yang positif maka semua hal-hal baik akan kembali kepadanya. Apapun itu.
***
Hari menjelang sore, Riana telah menyelesaikan pekerjaannya. Termasuk memasak untuk dirinya dan Minah. Riana juga sudah mandi, tinggal menunggu Ara datang untuk dia rawat.
Sambil menunggu Ara, Riana pun merapikan baju-baju yang telah tapi ia setrika. Termasuk baju Langit dan Yuta.
Kini Langit tak lagi marah jika bajunya di sentuh oleh Riana. Karena tak ada pilihan lain. Ia tak mungkin membebankan seluruh pekerjaan rumah tangga kepada Minah. Mengingat usia Minah sudah tak muda lagi.
"Kamu lagi ngapain?" tanya Langit tiba muncul di belakangnya sembari membawa Ara yang saat itu masih terlelap di gendongannya.
Riana membalikkan tubuh dan menatap pria itu serta menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. "Sedang merapikan pakaian!" jawab Riana.
"Oh, ini adalah gaji kamu selama menjaga Ara. Nanti aku tambah lagi karena kamu mau menbersihkan rumah dan menjadi mengurus pakaian kami. Kalo gaji kamu kurang, bilang saja," ucap Langit sembari menyerahkan amplop berwarna putih kepada Riana.
Sebenarnya Riana ingin menolak. Tapi sekali lagi ia tak punya kuasa untuk menolak anggapan Langit kepadanya.
Namun, bagi Riana ini lebih baik. Dari pada awal pernikahan mereka. Riana merasa lebih terhormat dianggap pembantu dari pada apa yang ia dengar tadi siang.
"Terima kasih," ucap Riana sembari mengambil amplop itu.
"Sama-sama. Oiya, kamu bisa bantu aku sekali lagi?" tanya Langit.
"Apa?" Riana menatap ke arah sang suami.
"Tolong bersihkan kamarku, sepertinya harus ganti sprei juga. Aku gatal-gatal kalo malam!" pinta Langit. Kali ini suaranya terdengar lembut. Tidak membentak seperti biasanya.
"Baik, akan saya kerjakan sekarang," jawab Riana. Ia pun meletakkan amplop yang diberikan oleh Langit di atas meja gosokan dan membawa setumpuk baju milik pria itu, untuk ia bawa ke kamar yang akan dia bersihkan.
"Kok uangnya digletakin begitu. Simpan dulu dong!" ucap Langit mengingatkan.
"Oh, iya. Maaf lupa," jawab Riana asal.
Tak ada perbincangan lagi di antara mereka. Riana langsung mengikat rambutnya dan segera melaksanakan perintah Langit. Membersihkan kamar dan juga menyusun baju-baju milik pria itu.
Selama mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan oleh Langit, tak sedikitpun Riana mengeluh. Ia tetap diam, bekerja dan bekerja. Tidak memedulikan rasa lelah yang ia rasakan. Setidaknya kesibukan yang ia jalani sekarang, bisa sedikit mengurangi beban mental yang ia terima selama tinggal di rumah ini.
***
Yuta marah besar ketika tahu bahwa Langit meminta Riana untuk membersihkan kamarnya. Wanita itu tak terima jika Riana menyentuh barang-barang milik sang suami.
Akhirnya pertengkaran hebat antara dirinya dan Langit pun terjadi. Sedangkan Riana dan Minah hanya mendengarkan dari lantai bawah.
"Saya nggak habis pikir sama nyonya rumah ini. Pikirannya sempit sekali," gerutu Minah kesal.
"Ssttt, jangan bilang begitu. Yang penting kita nggak berbuat buruk, Bi. Saya bersihin kamar aden juga karena beliau suruh. Kalo nggak mana saya berani, Bi," jawab Riana pelan.
"Iya, saya juga tahu, Non. Lagian salah siapa dia pecat semua mbak yang Kerja di sini. Biasanya Surti yang beresin kamar-kamar. Lani urus Non Ara dan beresin kamar serta baju-bajunya. Lalu Siti urus dia dan kamarnya sekali. Bibi bagian masak. Sekarang kan tinggal kita berdua, Non. Dan seharusnya Non malah dilayani bukan malah melayani. Kan Non sama dia posisinya sama," jawab Minah panjang lembar.
"Huust, jangan samakan saya dengan beliau, Bi. Kami berbeda. Saya di sini hanya pelayan. Pekerja. Seperti Bibi juga," jawab Riana dengan senyum manisnya.
"Udahlah, Non. Memang benar kata Non. Nggak ada baiknya kita ngomongin orang. Mending kita fokus pada pekerjaan kita saja. Yang penting kita tidak menyalahi aturan kan?" jawab Minah lagi.
Riana hanya tersenyum dan kembali menyuapkan makanan yang ia masak sore tadi. Sebab setelah ini, ia harus kembali menjaga baby Ara.
"Bi, sepertinya mas Langit panggil deh!" ucap Riana mengingatkan.
"Eh iya, Non. Sebentar saya tinggal dulu ya!" ucap Minah sembari meletakkan makannya dan minum. Setelah itu ia pun berlari kecil untuk mendatangi sang majikan.
"Saya, Den!" ucap Minah ketika berada tepat di depan Langit.
"Bi, tolong buatkan aku makan. Aku bisa gila lama-lama dibuat oleh wanita itu," ucap Langit mulai sedikit meredam emosinya.
"Baik, Den. Aden mau makan apa?" tanya Minah lagi.
"Apa aja, Bi. Yang penting cepet. Tolong bawa ke kamar ya, setelah itu kamu ambil Ara di kamar Yuta, lalu kasih aja ke Ria. Kasihan putriku jadi ikut mendengar pertengkaran tak bermutu kami!" pinta Langit sembari memijit kepalanya yang serasa ingin meledak.
"Baik, Den. Akan saya kerjakan," jawab Minah.
Tak ada perbincangan lagi, Langit segera masuk ke kamar dan menunggu makanan yang akan Minah siapkan.
Sedangkan Minah, langsung ke kulkas belakang dan mencari bahan makanan untuk sang majikan.
"Bibi mau ngapain?" tanya Riana.
"Aden minta makan, Non. Tapi mau yang cepet, apa ya?" tanya Minah bingung.
"Itu ada ayam ungkep, Bi. Gorengin aja, sama capcay. Mau kali dia," jawab Riana.
"Oiya, boleh juga tu Non. Non emang penyelamat hidupku. Makasih ya Non. Makasih pokoknya makasih. Semoga aden segera menyadari, bahwa dia memiliki bidadari berhati malaikat seperti Non ini," ucap Minah memuji.
"Apaan sih, Bi? Udah ah, mari Riana bantu siapin," jawab Riana sembari tertawa lirih.
Begitulah cara Riana menjalani hidupnya di rumah ini. Selalu berusaha menjadi baik dan tulus. Sebab ia yakin segala kebaikan yang ia tanam maka akan mendapatkan kebaikan. Apa yang kita tanam maka akan kita tuai. Riana selalu berusaha kuat menjalani cobaan ini.
Bersambung....
Jangan lupa like n komennya🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
iyel
👍👍👍👍
2022-12-21
0
Tini Jifi
langit jahat bage mana pun dia kn istri mu kok gitu sih
2022-11-12
0
zenara
laki bini mulutnya kecam yang laki termakan hasutan dan kebohongan istri tua sampai segitu nya,
2022-08-21
0