Benar saja, setelah kedua orang tuanya pulang. Langit langsung merebut Baby Ara dari gendongan wanita cantik itu. Tak lupa ia pun mengeluarkan sumpah serapahnya untuk Riana. "Siapa yang mengizinkanmu menyentuh putriku? Jangan merasa menang kamu! Aku tak akan pernah membiarkanmu menang. Dasar wanita murahan!" Langit langsung meminta pengasuh Ara datang dan membawa bocah cantik itu masuk ke dalam kamar Yuta.
"Tapi, Mas. Mama sudah menitipkan Ara padaku," jawab Riana, sesuai dengan pesan kedua orang tua Langit padanya.
"Heh, orang tuaku? Mereka tak ada di sini sekarang. Jadi jangan alasan. Jauhkan tangan kotormu itu dari putriku. Jangan pernah sekali-kali kamu menyentuhnya! Sudah ku bilang 'kan, jauhkan tanganku dari barang-barangku. Dari apapun yang aku miliki, termasuk putriku" ucap Langit ketus. Mengulang peraturan yang ia buat. Agar Riana mengingat itu.
"Tapi, Mas!" Riana menatap memelas pada gadis kecil yang terlihat mengantuk itu.
"Nggak ada tapi-tapian! Sekali lagi aku peringatkan! Tempatmu hanya di belakang bersama para pembantu di rumah ini. Karena kamu memang setara dengan mereka. Jangan pernah bermimpi jadi nyonya apa lagi bisa memiliki rumah ini. Tidak akan pernah, karena aku tidak akan pernah mengizinkan itu terjadi." Langit menatap tajam ke arah Riana. Rasanya ingin sekali dia menghajar wanita itu agar dia mengerti, bahwa hatinya tidak menginginkan pernikahan ini.
"Tapi, Mas. Bagaimana kata mama dan papa kalo sampai mereka tahu kalo ak ...." Riana tak sanggup meneruskan ucapannya, sebab Langit meliriknya dengan lirikan ingin menjambaknya.
"Heh, kamu pikir aku peduli. Tanpamu aku tak bisa menjaga putriku? Siapa kamu berani mengaturku?" tantang Langit.
Riana tak berani berucap. Wanita cantik ini memilih untuk diam. Sebab ia tahu, ia tak mungkin bisa melawan Langit.
"Sekarang pergi dari sini! Jangan pernah tunjukkan wajahmu di depanku lagi. Atau aku akan meremukkan tulang-tulangmu!" ancam Langit kesal sembari melangkah meninggalkan Riana yang masih diam terpaku.
Tak ingin memaksakan keadaan, Riana pun kembali ke rumah belakang. Tentu saja dengan perasaan sedih. Sangat-sangat sedih. Terlebih ketika ia mengingat wajah baby Ara yang menatapnya tadi. Menangis histeris karena mungkin Ingin ikut dengannya. Hanya saja, sang ayah tidak mengizinkannya.
Riana duduk termenung di kamarnya. Sembari mendengarkan tangisan Ara dari tempatnya berada saat ini. Beberapa kali terdengar suara pengasuh Ara mencoba mendiamkan. Tak jarang, terdengar jugaada suara Langit mencoba menenangkan gadis cilik itu. Sesekali gadis cilik itu diam. Namun, beberapa detik kemudian kembali menangis.
Riana beranjak dari tempat duduknya. Tak tega mendengar tangisan gadis cilik itu, pelan namun pasti, Riana pun naik ke lantai atas. Mengintip kamar Ara. Siapa tahu, dia bisa membantu. Riana hanya berani mengintip di balik pintu, jujur ia juga takut. Karena di situ masih ada Langit yang terlihat sibuk mendiamkan Ara.
"Coba kasih susu lagi, Sus!" pinta Langit pada babysitter Ara. Gadis muda itu pun menuruti perintah Langit. Ia pun segera membuatkan susu untuk Ara. Namun sayang, setelah susu itu siap, Ara bukannya menerima. Gadis cilik ini kembali tantrum. Mengamuk, menangis tak karuan.
Riana mendekati mereka dan menawarkan bantuan. "Boleh saya gendong?" tanya Riana takut.
Kedua orang yang sedang mencoba mendiamkan Ara pun menoleh ke arahnya.
Langit yang tak menyukai kedatangan Riana. Tentu saja langsung naik pitam dan memaksa Riana keluar dari kamar Ara. "Sudah kubilang, jangan tunjukkan wajahmu di depanku. Kamu ngapain sih ke sini. Pergi sana!" ucap Langit sembari menarik tangan Riana.
"Mas, aku mohon. Izinkan aku mencoba. Kalo dalam tiga puluh menit dedek nggak diam, Ria janji. Ria pasti pergi. Aku mohon, Mas. Izinkan aku mencoba! Kasihan dia Mas, kasihan adek!" ucap Riana gugup, menjoba menahan diri dan memohon pada Langit. Sungguh, ini bukan masalah harga diri, tetapi ini adalah urusan hati.
Langit menghentikan langkahnya. Detik itu juga, pikiran Langit pun mengajaknya berdamai. Terlebih ini adalah untuk kebaikan Ara. Pitrinya.
Langit melepaskan tangan Riana. Lalu tanpa menatap wanita itu, ia pun menbuka suaranya. "Oke! Aku memberimu waktu tiga puluh menit, jika dia tidak diam. Maka aku akan melemparmu dari atas sini! Bagaimana?" ucap Langit memberi wanita ini pilihan. Agar Riana takut dan memilih mundur.
"Baik, aku akan mencoba!" jawab Riana yakin. Meskipun jujur ia sedikit takut. Namun, ia sudah berniat membantu. Hanya kasihan dengan gadis cilik itu. Pasti ada yang tidak beres dengan tubuhnya.
Dengan penuh kasih sayang, Riana pun mulai memeriksa keadaan bayi itu. Benar saja, ketika ia memegang perut bayi mungil itu, terasa sedikit keras. Lalu ia pun mulai menepuk pelan perut itu, terdengar bunyi agak lain. Ternyata Ara kembung, pantas saja dia rewel.
"Sus, bisa bantu saya?" tanya Riana pada pengasuh Ara.
"Bisa, Bu. Ibu mau saya bagaimana?" tanya pengasuh Ara, sebab jujur dia sendiri juga takut dengan tatapan Langit yang semakin intens kepada mereka bertiga.
"Tolong ambilkan aku bawang merah yang udah dikupas, satu ya. Sama minta telon," pinta Riana lembut. Tak lupa wanita ini juga memberikan senyuman khasnya untuk pengasuh Ara tersebut. Agar gadis itu merasa lebih tenang.
Selanjutnya, Riana pun menggendong gadis cilik itu. Mengelus punggung gadis cilik itu dan mulai mendiamkannya. Ara memang masih menangis namun tidak seekstrim tadi. Sambil menunggu sang pengasuh membawakan barang yang ia minta, Riana terus saja mengajak Ara berbicara. Agar gadis cilik itu merasa lebih tenang.
Beberapa saat kemudian, pengasuh itu pun datang membawakan barang yang ia minta. Lalu, Riana juga meminta baju ganti untuk baby cantik ini. Sebelum membuat obat kembung untuk Ara, Riana terlebih dahulu menitipkan gadis itu kepada pengasuhnya.
Lalu, Riana masuk ke kamar mandi dan mulai mengunyah bawang merah itu lalu menaruhnya di piring kecil dan mencampur kunyahan itu dengan minyak telon.
Setelah ramuan itu jadi, ia pun keluar dengan membawa piring kecil itu. Riana kembali meminta Ara, membaringkan gadis cilik itu ke kasur yang biasa digunakan pengasuhnya untuk merawat Ara. Riana menelanjangi baby itu dan membalurkan ramuan yang ia bikin ke seluruh perut Ara. Gadis cilik ini hanya menatap lucu pada Riana. Sebab Riana sesekali mengajaknya becanda.
Namun, apa yang Riana lakukan malah membuat Langit tidak menyukainya. Terlebih mencium aroma aneh yang diciptakan oleh ramuan yang Riana buat untuk Ara.
"Hey, cream apa yang kamu pakaikan untuk putriku. Kenapa bau sekali seperti ini?" tanya Langit dengan nada marah seperti biasa.
"Ini hanya bawang merah dengan minyak telon, Mas. Bukan cream aneh-aneh," jawab Riana lembut.
"Hah, bawang merah? Kamu pikir putriku ikan? Masak diolesin bawang merah. Dibumbuin begitu, gila kamu ya!" tuduh Langit kesal.
"Astaghfirullah... jangan suudzon begitu toh, Mas. Ini adek kan kembung. Obatnya kan emang itu, biar bisa kentut. Biar lega perutnya. Dan nggak rewel lagi nanti," jawab Riana menjelaskan.
Langit enggan menjawab, namun tetap saja dia tak percaya dengan penjelasan Riana. Baginya wanita ini bodoh dan tidak berilmu. Mana ada kembung di kasih begituan bisa reda. Ada-ada saja, dia pasti ngarang, pikir Langit.
Namun, Langit adalah pria sejati. Ia tetap berusaha memegang ucapannya. Waktu yang ia berikan pada Riana masih ada sekitar dua puluh menit. Jika wanita ini tak mampu mendiamkan Ara dalam waktu yang telah mereka sepakati. Maka Langit berkesempatan melempar Riana dari atas loteng ini. Sepertinya itu akan sangat menyenangkan. Pikir Langit. Entah mengapa, membuat Riana menderita dan bisa melampiaskan kekesalannya pada gadis itu, baginya adalah sesuatu pencapaian. Sebab itu adalah bukti, jika Langit sangat membenci Riana.
Langit kembali menilik jam tangannya. Waktu yang diberikan untuk Riana tinggal sepuluh menit lagi. Tetapi Ara sudah terlelap dalam gendongan Riana. Sesekali, Riana mengajak pengasuh baby cantik inibercengkrama. Berbagi pengalaman, bagaimana menghadapi anak yang tantrum. Tak lupa Riana juga bertanya tentang kebiasaan-kebiasaan Ara.
Langit mulai kurang nyaman, ia pun memutuskan untuk keluar kamar Ara. Namun sebelum itu ia berpesan pada pengasuh sang putri agar menyuruh Riana pergi setelah Ara terlelap.
Sang pengasuh itu hanya menjawab 'iya'. Sedangkan Riana mulai membaringkan Ara di box bayinya. Mau bagaimanapun, Riana harus tetap mematuhi perintah Langit. Sebab, pada kenyataannya Langit adalah imamnya. Riana hanya ingin tetap menjaga posisinya sebagai makmum. Tidak kurang dan tidak lebih. Hanya itu.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Iqbal
am gendeng kui na... rianaaa
2022-01-20
0
R⃟ Silu ✰͜͡w⃠🦃🍆(OFF)
selain di film channel ikan terbang mustahil Ono wong koyo Riyana mak
2021-12-17
0
Bintang kejora
Hrsnya biarin aja tuk baby Ara nangis, Riana gak ush nolongin.
Biarin aja yg repot papanya ini, kan dia slalu sombong.
Riana duduk manis aja, diam dibelakang, yar gak kena mrh trs.
2021-11-30
1